Jakarta (ANTARA) - Bayangkan, ada satu negeri yang baru saja melewati badai global dan berhasil berdiri tegak, meski masih harus terus memperbaiki langkahnya. Tahun 2024 menjadi refleksi perjalanan itu bagi Indonesia.
Ada banyak catatan tentang keberhasilan, kegigihan, dan tantangan yang harus dihadapi oleh bangsa ini .
Dengan semangat yang tidak pernah padam, negeri ini mencoba melangkah lebih jauh menuju perekonomian yang lebih inklusif, produktif, dan berkelanjutan.
Ekonomi Indonesia, di tahun ini mencatat pertumbuhan sekitar 5 persen, sebagaimana data Badan Pusat Statistik (BPS). Pencapaian angka ini, meski tidak luar biasa, tetap membanggakan dan membuka harapan besar di tengah ketidakpastian ekonomi global.
Selain itu, inflasi yang terkendali di bawah 4 persen juga menjadi bukti bahwa pemerintah mampu menjaga stabilitas harga.
Dalam dunia yang terus bergolak, stabilitas seperti ini adalah "kemewahan" tersendiri, meskipun di balik stabilitas tersebut ada hal-hal yang menunggu perhatian lebih serius.
Keberhasilan lain yang patut dirayakan adalah penerimaan pajak yang melonjak. Wakil Menteri Keuangan Anggito Abimanyu memastikan target penerimaan pajak pada tahun ini yang sebesar Rp1.988,9 triliun berpotensi tercapai.
Penerimaan pajak sampai dengan 31 Oktober 2024 sebesar Rp1.517,53 triliun atau 76,3 persen dari target. Penerimaan pajak ini memang terus mengalami perbaikan dalam empat bulan terakhir.
Digitalisasi sistem pajak membawa angin segar karena mampu mengurangi celah-celah yang selama ini dimanfaatkan untuk penghindaran pajak.
Anggaran pembangunan pun lebih kaya, memberi ruang bagi proyek-proyek strategis, seperti jalan tol lintas pulau, pelabuhan besar, dan kawasan industri baru.
Semua ini bukan hanya menghubungkan wilayah-wilayah Nusantara, tetapi juga membuka peluang kerja dan investasi.
Meskipun demikian, tidak semua cerita itu berjalan mulus. Ada lembaran lain yang membuat semua harus merenung.
Sektor manufaktur, yang selama ini menjadi andalan, tampak seperti seorang pelari maraton yang mulai perlu asupan vitamin agar tidak kehilangan tenaga.
Kontribusinya terhadap PDB yang nyaris stagnan, membuat semua bertanya-tanya, ada apa?
Salah satu jawabannya adalah ketergantungan yang berlebihan pada ekspor komoditas mentah. Ketika harga global goyah, ekonomi dipastikan bakal ikut terombang-ambing.
Ketimpangan wilayah juga masih menjadi cerita lama yang belum terselesaikan. Jawa tetap menjadi bintang panggung ekonomi, sementara Indonesia timur menjadi seperti penonton yang hanya menyaksikan dari kejauhan.
Ketimpangan ini tidak hanya bisa dilihat dengan kacamata keadilan, tetapi juga membatasi potensi negeri. Padahal, Maluku, Papua, hingga Nusa Tenggara menyimpan kekayaan alam dan budaya yang luar biasa.
Sekarang, mari bicara tentang lingkungan. Kebakaran hutan kerap kali masih mengisi halaman-halaman media, mengingatkan semua bahwa pembangunan ekonomi yang mengabaikan alam adalah pedang bermata dua.
Di saat dunia berteriak tentang pengurangan emisi karbon, negeri ini kadang masih berjalan di tempat, bahkan ada kalanya terdiam.
Langkah strategis
Lalu, apa yang harus dilakukan untuk memperbaiki semua ini? Solusi tidak datang dari satu sisi saja, melainkan ini adalah tugas kolektif yang membutuhkan sinergi berbagai pihak.
Salah satu langkah strategis yang bisa dilakukan segera adalah mempercepat transformasi digital. Teknologi bukan lagi pilihan, tetapi kebutuhan.
Di sektor manufaktur, otomatisasi dan digitalisasi dapat menjadi kunci untuk meningkatkan efisiensi.
Bayangkan pabrik-pabrik di Indonesia yang tidak hanya memproduksi barang mentah, tetapi juga barang jadi dengan nilai tambah tinggi.
Hilirisasi industri adalah jawaban lain yang tidak bisa ditunda. Selama ini, semua dikenal sebagai eksportir bahan mentah, tetapi potensi itu bisa lebih dari sekadar ekspor nikel atau kelapa sawit.
Beruntung bahwa Astacita Presiden Prabowo Subianto menempatkan hilirisasi sebagai salah satu prioritas strategis untuk mendorong ekonomi berkelanjutan.
Upaya ini diarahkan untuk meningkatkan kemandirian bangsa melalui swasembada pangan, energi, air, ekonomi hijau, dan ekonomi biru.
Selain itu, pengembangan industri kreatif, penciptaan lapangan kerja berkualitas, serta penguatan kewirausahaan menjadi bagian integral dari strategi ini.
Indonesia memang perlu berinvestasi pada teknologi pengolahan, menciptakan produk yang bukan hanya diminati, tetapi juga dihargai di pasar global.
Di balik semua itu, ada satu hal yang tidak kalah penting, apalagi jika bukan tentang pemerataan pembangunan.
Anggaran harus lebih berpihak pada wilayah timur Indonesia. Infrastruktur, seperti pelabuhan, bandara, dan jalan harus menjadi prioritas.
Pendidikan diperkuat
Berbicara tentang pembangunan, bukan hanya soal fisik, namun ini juga tentang manusia. Pendidikan di daerah tertinggal harus diperkuat.
Sebab bagaimana mungkin bisa bicara tentang ekonomi inklusif jika kesempatan belajar tidak merata.
Di sisi tenaga kerja, pendidikan dan pelatihan vokasi perlu reformasi besar-besaran. Hal itu untuk menyiapkan generasi muda Indonesia mampu dan siap bersaing di pasar global.
Kita bisa membayangkan, anak-anak muda dari Sorong hingga Kupang yang menguasai teknologi, berbicara dalam bahasa digital, pada akhirnya juga mampu menciptakan inovasi yang mendunia.
Lingkungan pun membutuhkan perhatian yang tidak kalah besar. Komitmen terhadap ekonomi hijau harus lebih nyata.
Energi terbarukan, seperti tenaga surya dan angin, tidak bisa lagi menjadi wacana. Insentif untuk investor di bidang energi bersih harus diperluas.
Pemerintah juga perlu bersikap tegas terhadap pelaku usaha yang merusak lingkungan. Semua elemen bangsa ini harus berhenti menukar hutan dengan keuntungan sesaat.
Semua ini hanya mungkin jika ada keberlanjutan fiskal. Reformasi perpajakan harus terus berjalan.
Sistem yang lebih adil, transparan, dan digital menjadi kunci untuk memperluas basis pajak. Dengan pendapatan yang cukup, pemerintah bisa membiayai semua ambisi besar ini, tanpa terus bergantung pada utang.
Cerita tahun 2024 juga menyuguhkan pelajaran bagi bangsa ini tentang diplomasi ekonomi. Indonesia harus lebih agresif menarik investasi asing.
Dunia harus melihat semua ini bukan hanya sebagai pasar besar, tetapi juga mitra strategis. Kawasan ekonomi khusus yang dikelola dengan baik bisa menjadi magnet bagi investor global untuk datang dan beruasaha di negeri kita.
Satu kata kunci terkait semua itu adalah kolaborasi. Pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat harus berjalan beriringan. Ini bukan perjalanan satu pihak saja, tetapi perjalanan seluruh bangsa.
Jika semua bekerja bersama, ekonomi Indonesia tidak hanya tumbuh, tetapi juga berkembang dengan cara yang inklusif dan berkelanjutan.
Tahun 2024 mungkin bukan tahun sempurna, tetapi ini adalah batu loncatan. Dari setiap tantangan, bangsa ini menemukan pelajaran untuk terus melangkah.
Dari setiap keberhasilan, semua menemukan inspirasi untuk melangkah lebih jauh.
Dengan semangat, inovasi, dan kebersamaan, Indonesia siap menyongsong masa depan yang lebih cerah.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Potret kinerja ekonomi Indonesia sepanjang 2024
Ada banyak catatan tentang keberhasilan, kegigihan, dan tantangan yang harus dihadapi oleh bangsa ini .
Dengan semangat yang tidak pernah padam, negeri ini mencoba melangkah lebih jauh menuju perekonomian yang lebih inklusif, produktif, dan berkelanjutan.
Ekonomi Indonesia, di tahun ini mencatat pertumbuhan sekitar 5 persen, sebagaimana data Badan Pusat Statistik (BPS). Pencapaian angka ini, meski tidak luar biasa, tetap membanggakan dan membuka harapan besar di tengah ketidakpastian ekonomi global.
Selain itu, inflasi yang terkendali di bawah 4 persen juga menjadi bukti bahwa pemerintah mampu menjaga stabilitas harga.
Dalam dunia yang terus bergolak, stabilitas seperti ini adalah "kemewahan" tersendiri, meskipun di balik stabilitas tersebut ada hal-hal yang menunggu perhatian lebih serius.
Keberhasilan lain yang patut dirayakan adalah penerimaan pajak yang melonjak. Wakil Menteri Keuangan Anggito Abimanyu memastikan target penerimaan pajak pada tahun ini yang sebesar Rp1.988,9 triliun berpotensi tercapai.
Penerimaan pajak sampai dengan 31 Oktober 2024 sebesar Rp1.517,53 triliun atau 76,3 persen dari target. Penerimaan pajak ini memang terus mengalami perbaikan dalam empat bulan terakhir.
Digitalisasi sistem pajak membawa angin segar karena mampu mengurangi celah-celah yang selama ini dimanfaatkan untuk penghindaran pajak.
Anggaran pembangunan pun lebih kaya, memberi ruang bagi proyek-proyek strategis, seperti jalan tol lintas pulau, pelabuhan besar, dan kawasan industri baru.
Semua ini bukan hanya menghubungkan wilayah-wilayah Nusantara, tetapi juga membuka peluang kerja dan investasi.
Meskipun demikian, tidak semua cerita itu berjalan mulus. Ada lembaran lain yang membuat semua harus merenung.
Sektor manufaktur, yang selama ini menjadi andalan, tampak seperti seorang pelari maraton yang mulai perlu asupan vitamin agar tidak kehilangan tenaga.
Kontribusinya terhadap PDB yang nyaris stagnan, membuat semua bertanya-tanya, ada apa?
Salah satu jawabannya adalah ketergantungan yang berlebihan pada ekspor komoditas mentah. Ketika harga global goyah, ekonomi dipastikan bakal ikut terombang-ambing.
Ketimpangan wilayah juga masih menjadi cerita lama yang belum terselesaikan. Jawa tetap menjadi bintang panggung ekonomi, sementara Indonesia timur menjadi seperti penonton yang hanya menyaksikan dari kejauhan.
Ketimpangan ini tidak hanya bisa dilihat dengan kacamata keadilan, tetapi juga membatasi potensi negeri. Padahal, Maluku, Papua, hingga Nusa Tenggara menyimpan kekayaan alam dan budaya yang luar biasa.
Sekarang, mari bicara tentang lingkungan. Kebakaran hutan kerap kali masih mengisi halaman-halaman media, mengingatkan semua bahwa pembangunan ekonomi yang mengabaikan alam adalah pedang bermata dua.
Di saat dunia berteriak tentang pengurangan emisi karbon, negeri ini kadang masih berjalan di tempat, bahkan ada kalanya terdiam.
Langkah strategis
Lalu, apa yang harus dilakukan untuk memperbaiki semua ini? Solusi tidak datang dari satu sisi saja, melainkan ini adalah tugas kolektif yang membutuhkan sinergi berbagai pihak.
Salah satu langkah strategis yang bisa dilakukan segera adalah mempercepat transformasi digital. Teknologi bukan lagi pilihan, tetapi kebutuhan.
Di sektor manufaktur, otomatisasi dan digitalisasi dapat menjadi kunci untuk meningkatkan efisiensi.
Bayangkan pabrik-pabrik di Indonesia yang tidak hanya memproduksi barang mentah, tetapi juga barang jadi dengan nilai tambah tinggi.
Hilirisasi industri adalah jawaban lain yang tidak bisa ditunda. Selama ini, semua dikenal sebagai eksportir bahan mentah, tetapi potensi itu bisa lebih dari sekadar ekspor nikel atau kelapa sawit.
Beruntung bahwa Astacita Presiden Prabowo Subianto menempatkan hilirisasi sebagai salah satu prioritas strategis untuk mendorong ekonomi berkelanjutan.
Upaya ini diarahkan untuk meningkatkan kemandirian bangsa melalui swasembada pangan, energi, air, ekonomi hijau, dan ekonomi biru.
Selain itu, pengembangan industri kreatif, penciptaan lapangan kerja berkualitas, serta penguatan kewirausahaan menjadi bagian integral dari strategi ini.
Indonesia memang perlu berinvestasi pada teknologi pengolahan, menciptakan produk yang bukan hanya diminati, tetapi juga dihargai di pasar global.
Di balik semua itu, ada satu hal yang tidak kalah penting, apalagi jika bukan tentang pemerataan pembangunan.
Anggaran harus lebih berpihak pada wilayah timur Indonesia. Infrastruktur, seperti pelabuhan, bandara, dan jalan harus menjadi prioritas.
Pendidikan diperkuat
Berbicara tentang pembangunan, bukan hanya soal fisik, namun ini juga tentang manusia. Pendidikan di daerah tertinggal harus diperkuat.
Sebab bagaimana mungkin bisa bicara tentang ekonomi inklusif jika kesempatan belajar tidak merata.
Di sisi tenaga kerja, pendidikan dan pelatihan vokasi perlu reformasi besar-besaran. Hal itu untuk menyiapkan generasi muda Indonesia mampu dan siap bersaing di pasar global.
Kita bisa membayangkan, anak-anak muda dari Sorong hingga Kupang yang menguasai teknologi, berbicara dalam bahasa digital, pada akhirnya juga mampu menciptakan inovasi yang mendunia.
Lingkungan pun membutuhkan perhatian yang tidak kalah besar. Komitmen terhadap ekonomi hijau harus lebih nyata.
Energi terbarukan, seperti tenaga surya dan angin, tidak bisa lagi menjadi wacana. Insentif untuk investor di bidang energi bersih harus diperluas.
Pemerintah juga perlu bersikap tegas terhadap pelaku usaha yang merusak lingkungan. Semua elemen bangsa ini harus berhenti menukar hutan dengan keuntungan sesaat.
Semua ini hanya mungkin jika ada keberlanjutan fiskal. Reformasi perpajakan harus terus berjalan.
Sistem yang lebih adil, transparan, dan digital menjadi kunci untuk memperluas basis pajak. Dengan pendapatan yang cukup, pemerintah bisa membiayai semua ambisi besar ini, tanpa terus bergantung pada utang.
Cerita tahun 2024 juga menyuguhkan pelajaran bagi bangsa ini tentang diplomasi ekonomi. Indonesia harus lebih agresif menarik investasi asing.
Dunia harus melihat semua ini bukan hanya sebagai pasar besar, tetapi juga mitra strategis. Kawasan ekonomi khusus yang dikelola dengan baik bisa menjadi magnet bagi investor global untuk datang dan beruasaha di negeri kita.
Satu kata kunci terkait semua itu adalah kolaborasi. Pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat harus berjalan beriringan. Ini bukan perjalanan satu pihak saja, tetapi perjalanan seluruh bangsa.
Jika semua bekerja bersama, ekonomi Indonesia tidak hanya tumbuh, tetapi juga berkembang dengan cara yang inklusif dan berkelanjutan.
Tahun 2024 mungkin bukan tahun sempurna, tetapi ini adalah batu loncatan. Dari setiap tantangan, bangsa ini menemukan pelajaran untuk terus melangkah.
Dari setiap keberhasilan, semua menemukan inspirasi untuk melangkah lebih jauh.
Dengan semangat, inovasi, dan kebersamaan, Indonesia siap menyongsong masa depan yang lebih cerah.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Potret kinerja ekonomi Indonesia sepanjang 2024