Makassar (ANTARA Sulsel) - Komite Pemantau Legislatif (Kopel) Indonesia menduga Rancangan Peraturan Daerah tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) yang masih dalam pembahasan panitia khusus rawan terjadi transaksi politik.

"Kami melihat ada kesan RTRW dipaksakan untuk kepentingan tertentu. Karena itu, Kopel Indonesia dengan tegas menolak Ranperda RTRW dibawa ke sidang paripurna untuk disahkan," ujar Ketua Divisi Advokasi Masyarakat Sipil dan Pemantauan DPRD Kopel Musaddaq di Makassar, Senin.

Dia mengatakan, salah satu kecurigaan dari Kopel Indonesia karena selama bertahun-tahun ranperda ini digodok di DPRD Makassar, pasal mengenai reklamasi di pantai barat kota ini selalu menuai pro dan kontra.

Bahkan beberapa pekan terakhir ini sebelum pemberangkatan terakhir ke Jakarta dan Tangerang untuk kegiatan dinas dan belajar mengenai reklamasi, Ketua Pansus Abdul Wahab Tahir sudah memprediksi jika sepulangnya dari kunjungan kerja maka pansus akan dirampungkan.

Menurut Musaddaq, klausul pasal yang harus didiskusikan kembali oleh panitia khusus yakni mengenai pasal tentang reklamasi pantai yang banyak ditentang oleh anggota dewan, akademisi serta aktivis lingkungan.

"Salah satu pasal yang rentan transaksi adalah menyangkut reklamasi pantai barat, khususnya di kawasan Center Point of Indonesia (CoI). Pansus ngotot melegalkan kegiatan penimbunan pantai sebagai bagian dari kawasan strategis di Makassar," katanya.

Padahal, lanjut dia, berbagai elemen masyarakat telah menyuarakan kritik penolakannya terhadap hal itu. Adapun DPRD sebelumnya juga pernah menyatakan bahwa kegiatan reklamasi di Makassar saat ini semuanya ilegal serta melanggar hukum.

Menurut Musaddaq, DPRD sebagai institusi publik seharusnya menjadi lembaga terdepan yang mendorong transparansi dalam pembahasan kebijakan-kebijakan yang terkait kepentingan umum.

Memaksakan pasal tentang reklamasi dalam RTRW diduga hanya untuk memuluskan upaya kelompok tertentu untuk meraup keuntungan yang lebih besar.

"Mestinya Pansus peka terhadap kritikan masyarakat sebelum menetapkan sebuah perda, karena akan berkonsekwensi terhadap kehidupan mereka," tuturnya.

Musaddaq melanjutkan, Kopel juga menyoroti proyek CoI yang dianggap masih layak diperdebatkan. Proyek itu disebut rentan menimbulkan masalah karena tidak masuk dalam klausul Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Provinsi Sulawesi Selatan.

"Perjanjian pengelolaan dengan pihak ketiga yang tidak transparan, serta penggunaan anggaran yang sangat boros. Kami merisaukan pengesahan Perda RTRW hanya ada hubungannya dengan proyek ini," sebutnya.

Kecurigaan Kopel juga dilengkapi dengan fakta, bahwa pansus di DPRD belakangan gencar menggelar rapat tertutup jelang pengesahan ranperda RTRW.

Musaddaq mengkhawatirkan, rapat internal itu menjadi bagian dari proses tawar-menawar untuk kepentingan tertentu. Apalagi setelah rapat, pansus satu suara untuk mendorong reklamasi menjadi bagian ranperda. Padahal, sebelumnya ada beberapa yang menolak.

Ketua Pansus Ranperda RTRW di DPRD Makassar, Abdul Wahab Tahir menyatakan telah memasukkan kawasan reklamasi CoI dalam draf ranperda.

Menurut dia, hal itu dilakukan untuk menyesuaikan RTRW Kota Makassar dengan RTRW Provinsi yang telah lebih dahulu merencanakan proyek tersebut.

"Penyesuaian merupakan amanat hukum yang mengharuskan aturan tentang tata ruang saling terintegrasi,"kata dia.

Pewarta : Muh Hasanuddin
Editor :
Copyright © ANTARA 2024