Makassar (ANTARA Sulsel) - Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) Dewan Perwakilan Rakyat memberikan sosialisasi penengakan kode etik DPR kepada pimpinan DPRD Provinsi dan kabupaten kota di Sulawesi Selatan.

"Saat ini posisi kita di parlemen terus menuai kritikan bukan hanya lewat media massa tapi juga rakyat, ini yang harus kita perbaiki mengingat ada kode etik yang mengatur," kata Ketua MKD DPR KH Surahman Hidayat di kantor DPRD Sulsel, Makassar, Kamis.

Menurutnya sosialisasi dilakukan untuk mendapat masukan pada Rancangan Undang-Undang (RUU) terkait kode etik dan tata beracara dalam menjalankan tugas serta fungsi MKD di DPR.

Berdasarkan Undang-undang MD3 dan tata tertib, telah dibentuk Badan Kehormatan (BK) yang berubah nama menjadi Mahkamah Kehormatan Dewan atau MKD sehingga diperlukan masukan dari berbagai pihak.

"Saat ini kami mencari masukan terkait RUU tentang etika lembaga perwakilan, perlu masukannnya," kata politisi dari Partai Keadilan Sejahtera itu.

Selain itu tujuan sosialisasi tersebut menjaga marwah dan kode etik para anggota DPR sebab dengan lahirnya MKD melalui aturan kode etik tentunya akan ada aturan baku dalam bertata acara serta bertindak tanduk pada perilaku wakil rakyat.

Anggota MKD lainnya Sarifuddin Sudding pada kesempatan itu menambahkan, dewan saat ini sangat peka dengan kritikan media, bila tidak diatur melalui kode etik maka tentu pencitraan di masyarakat akan wakilnya akan semakin buruk.

Dirinya mengakui hasil dari persidangan Setya Novanto, mantan Ketua DPR atas kasusnya sangat direspon masyarakat, belum lagi pada saat sidang `buka-tutup` menjadi boomerang buat MKD kala itu.

"Sepanjang sejarah DPR baru kali ini terjadi, kekuatan MKD diuji di mata publik. Begitu besar sorotan media saat itu, tapi hasilnya sudah diketahui meski ada tarik ulur di dalamnya," katanya.

Sementara Wakil Ketua DPRD Sulsel Ashabul Kahfi dalam pertemuan itu mengatakan jika eksistensi DPR sangatlah rawan dan bisa di mainkan. Tetapi dirinya meyakini bahwa tidak ada seorang pun yang terpilih menjadi anggota DPRD itu jelek.

"Jujur sebagai wakil rakyat terlahir berdarah Bugis Makassar saya kira tidak susah dalam menegakkan budaya siri (malu) atau siri na pacce (sama-sama malu). Jadi malulah kalau berbuat jelek, itulah filosofi orang Bugis Makassar," ungkap Ketua DPW PAN Sulsel ini.

Hal senada dilontarkan Ketua Fraksi Gabungan DPRD Sulsel Anwar Sadat dengan menyatakan sosialisasi tersebut sangat penting karena seorang anggota dewan sangat rentan dengan unsur fitnah yang bisa merusak citra dewan.

Anggota DPRD Sulsel Selle KS Dalle mengatakan DPRD Provinsi dan kabupaten kota terikat secara aturan dengan Undang-undang serta aturan Pemerintah Daerah meski tetap dibentuk Badan Kehormatan DPRD.

Selle menambahkan mengenai Kode Etik dan Pedoman Beracara disesuaikan dengan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 berbeda dengan aturan dibuat MKD DPR RI. 

Pewarta : Darwin Fatir
Editor : Daniel
Copyright © ANTARA 2024