Makassar (ANTARA Sulsel) - Lembaga Swadaya Masyarakat HuMa Indonesia dan AMAN Sulsel mendesak proses penetapan Hutan Adat Ammatoa Kajang di Kabupaten Bulukumba, Sulawesi Selatan pasca kunjungan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Stiti Nurbaya Bakar segera dipastikan.
"Kedatangan Menteri KLHK ke wilayah adat Ammatoa Kajang dan komitmennya untuk menetapkan hutan adat Ammatoa Kajang adalah janji yang harus ditepati," tegas ketua PW Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Sulsel Ardi Razak dalam siaran pers bersama, Kamis.
Menteri KLHK, lanjut Ardi, harus segera merealisasikan janjinya kepada seluruh masyarakat adat Ammatoa, mengingat janji yang disampaikan adalah utang dan bukan statemen politik apalagi janji manis kepada masyarakat adat yang puluhan tahun menungu kepastian hukum.
Sementara Direktur Eksekutif Perkumpulan HuMa Indonesia Dahniar Andriani menyatakan berdasarkan catatan dari pusat data perkumpulan HuMa, kunjungan menteri LHHK adalah rangkaian dari proses penetapan hutan adat Amamtoa Kajang yang dari awal digagas AMAN Sulsel dan Perkumpulan HuMa Indonesia
"Penetapan Hutan adat adalah wujud hadirnya Negara dan perwujudan komitmen Pemerintah dalam melaksanakan konstitusi dan putusan Mahkamah Konstitusi nomor 35/PUU-X/2012 serta Pemerintah menunjukkan komitmen internasionalnya terhadap isu Perubahan Iklim sebagaimana Pidato Kepala Negara saat COP 21 di Paris tahun 2015 silam, ujarnya.
Menurut dia proses penetapan itu berdasar yakni pertama, penyusunan Peraturan Daerah Kabupaten Bulukumba nomor 9 tahun 2015 tentang Pengukuhan, Pengakuan Hak dan Perlindungan Hak Masyarakt Hukum Adat Ammatoa Kajang. kedua, pendaftaran hutan adat oleh Masyarakat Hukum Adat Ammatoa Kajang dengan mengajukan surat permohonan dan dilampiri Perda tersebut.
Kemudian ketiga, verifikasi dan validasi Tim Direktorat Penanganan Konflik Tenurial dan Hutan Adat, BPKH VII, BP DAS Jeneberang Walnae, Dinas Kehutanan dan Perkebunan Bulukumba.
Selanjutnya keempat, gelar hasil verifikasi dan validasi menyimpulkan bahwa permohonan hutan hak oleh Masyarakat Hukum Adat Kajang sudah memenuhi syarat untuk ditetapkan oleh Menteri. Dan kelima, konsultasi publik dilakukan pada tanggal 28 Januari 2016 telah dilakukan.
Sekadar diketahui. wilayah Ammatoa Kajang adalah satu dari tigabelas lokasi yang sedang dalam proses advokasi hutan adat. Tigabelas lokasi itu yakni Satu, Seko di Kabupaten Luwu Utara, Sulawesi Selatan, Dua, Marga Serampas di Kabupaten Merangin, Jambi, Tiga Mukim Lango di Kabupaten Aceh Barat, Aceh, Empat Kasepuhan Karang di Kabupaten Lebak, Banten dan Lima Ammatoa Kajang di Kabupaten Bulukumba, Sulawesi Selatan.
Enam, Malalo Tigo Jurai di Kabupaten Tanah Datar, Sumatera Barat, Tujuh Margo Suku IX di Kabupaten Lebong, Bengkulu, Delapan Ketemenggungan Desa Belaban Elladi Kabupaten Melawi, Kalimantan Barat, Sembilan Ngata Marena di Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah, dan Sepuluh Lipu Wana Posangke di Kabupaten Morowali, Sulawesi Tengan.
Selanjutnya, Sebelas Mukim Beungga di Kabupaten Pidie, Aceh, Duabelas Ketemenggungan Desa Tapang Semadak di Kabupaten Sekadau, Kalimantan Barat, dan Tigabelas Kampong Mului di Kabupaten Paser.
Dengan landasan putusan MK 35 dan Permen LHK 32/2015, empat masyarakat hukum adat yaitu Kasepuhan Karang, Tau Taa Wana Posangke, Marga Serampas, dan Kajang telah mengajukan penetapan hutan adat kepada Menteri LHK berdasarkan persyaratan yang di atur dalam Permen LKH nomor 32 tahun 2015 tentang Hutan Hak pada tanggal 15 Oktober 2015.
"Namun sampai hari ini, kementrian baru memproses dua hutan adat yaitu Kajang dan Marga Serampas, dan bermuara dengan kunjungan Menteri ke Kajang," tambahnya.
Sebelumnya Sitti Nurbaya Bakar saat melakukan kunjungan ke wilayah Hutan Adat Ammatoa Kajang menyatakan kepada masyarakat adat setempat untuk menetapkan Hutan Adat Ammatoa Kajang.
"Proses di Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan sudah selesai. Saya akan menjadwalkan bertemu dengan Presiden untuk membahas ini. Sudah tidak ada keraguan bagi saya untuk segera menetapkan Hutan Adat Ammatoa Kajang," tutur Siti Nurbaya Bakar saat itu didepan masyarakat adat Ammatoa Kajang pada 8 Agustus 2016 di Kabupaten Bulukumba, Sulsel.
"Kedatangan Menteri KLHK ke wilayah adat Ammatoa Kajang dan komitmennya untuk menetapkan hutan adat Ammatoa Kajang adalah janji yang harus ditepati," tegas ketua PW Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Sulsel Ardi Razak dalam siaran pers bersama, Kamis.
Menteri KLHK, lanjut Ardi, harus segera merealisasikan janjinya kepada seluruh masyarakat adat Ammatoa, mengingat janji yang disampaikan adalah utang dan bukan statemen politik apalagi janji manis kepada masyarakat adat yang puluhan tahun menungu kepastian hukum.
Sementara Direktur Eksekutif Perkumpulan HuMa Indonesia Dahniar Andriani menyatakan berdasarkan catatan dari pusat data perkumpulan HuMa, kunjungan menteri LHHK adalah rangkaian dari proses penetapan hutan adat Amamtoa Kajang yang dari awal digagas AMAN Sulsel dan Perkumpulan HuMa Indonesia
"Penetapan Hutan adat adalah wujud hadirnya Negara dan perwujudan komitmen Pemerintah dalam melaksanakan konstitusi dan putusan Mahkamah Konstitusi nomor 35/PUU-X/2012 serta Pemerintah menunjukkan komitmen internasionalnya terhadap isu Perubahan Iklim sebagaimana Pidato Kepala Negara saat COP 21 di Paris tahun 2015 silam, ujarnya.
Menurut dia proses penetapan itu berdasar yakni pertama, penyusunan Peraturan Daerah Kabupaten Bulukumba nomor 9 tahun 2015 tentang Pengukuhan, Pengakuan Hak dan Perlindungan Hak Masyarakt Hukum Adat Ammatoa Kajang. kedua, pendaftaran hutan adat oleh Masyarakat Hukum Adat Ammatoa Kajang dengan mengajukan surat permohonan dan dilampiri Perda tersebut.
Kemudian ketiga, verifikasi dan validasi Tim Direktorat Penanganan Konflik Tenurial dan Hutan Adat, BPKH VII, BP DAS Jeneberang Walnae, Dinas Kehutanan dan Perkebunan Bulukumba.
Selanjutnya keempat, gelar hasil verifikasi dan validasi menyimpulkan bahwa permohonan hutan hak oleh Masyarakat Hukum Adat Kajang sudah memenuhi syarat untuk ditetapkan oleh Menteri. Dan kelima, konsultasi publik dilakukan pada tanggal 28 Januari 2016 telah dilakukan.
Sekadar diketahui. wilayah Ammatoa Kajang adalah satu dari tigabelas lokasi yang sedang dalam proses advokasi hutan adat. Tigabelas lokasi itu yakni Satu, Seko di Kabupaten Luwu Utara, Sulawesi Selatan, Dua, Marga Serampas di Kabupaten Merangin, Jambi, Tiga Mukim Lango di Kabupaten Aceh Barat, Aceh, Empat Kasepuhan Karang di Kabupaten Lebak, Banten dan Lima Ammatoa Kajang di Kabupaten Bulukumba, Sulawesi Selatan.
Enam, Malalo Tigo Jurai di Kabupaten Tanah Datar, Sumatera Barat, Tujuh Margo Suku IX di Kabupaten Lebong, Bengkulu, Delapan Ketemenggungan Desa Belaban Elladi Kabupaten Melawi, Kalimantan Barat, Sembilan Ngata Marena di Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah, dan Sepuluh Lipu Wana Posangke di Kabupaten Morowali, Sulawesi Tengan.
Selanjutnya, Sebelas Mukim Beungga di Kabupaten Pidie, Aceh, Duabelas Ketemenggungan Desa Tapang Semadak di Kabupaten Sekadau, Kalimantan Barat, dan Tigabelas Kampong Mului di Kabupaten Paser.
Dengan landasan putusan MK 35 dan Permen LHK 32/2015, empat masyarakat hukum adat yaitu Kasepuhan Karang, Tau Taa Wana Posangke, Marga Serampas, dan Kajang telah mengajukan penetapan hutan adat kepada Menteri LHK berdasarkan persyaratan yang di atur dalam Permen LKH nomor 32 tahun 2015 tentang Hutan Hak pada tanggal 15 Oktober 2015.
"Namun sampai hari ini, kementrian baru memproses dua hutan adat yaitu Kajang dan Marga Serampas, dan bermuara dengan kunjungan Menteri ke Kajang," tambahnya.
Sebelumnya Sitti Nurbaya Bakar saat melakukan kunjungan ke wilayah Hutan Adat Ammatoa Kajang menyatakan kepada masyarakat adat setempat untuk menetapkan Hutan Adat Ammatoa Kajang.
"Proses di Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan sudah selesai. Saya akan menjadwalkan bertemu dengan Presiden untuk membahas ini. Sudah tidak ada keraguan bagi saya untuk segera menetapkan Hutan Adat Ammatoa Kajang," tutur Siti Nurbaya Bakar saat itu didepan masyarakat adat Ammatoa Kajang pada 8 Agustus 2016 di Kabupaten Bulukumba, Sulsel.