Makassar (Antara Sulsel) - Direktur Jenderal (Dirjen) Perkebunan Kementerian Pertanian (Kementan) Bambang mengatakan industri perkebunan merupakan kekuatan dan penopang ekonomi nasional.

"Pada 2016 sektor perkebunan memberikan kontribusi terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) nasional sebesar Rp429 triliun," kata Bambang melalui Public Relations PT Astra Agro Lestari Tbk Mochamad Husni dalam keterangan persnya yang diterima di Makassar, Minggu.

Menurut Dirjen, pendapatan sektor perkebunan ini telah melebihi sektor minyak dan gas (migas) yang nilainya hanya Rp365 triliun. Dari 127 komoditas perkebunan, hanya 15 komoditas saja yang menghasilkan devisa.

"Dari 15 komoditas tersebut, sumbangan terbesar berasal dari kelapa sawit yang mencapai Rp260 triliun," ujar Bambang pada peringatan Hari Perkebunan Ke-60 Tahun 2017 di Kampus Institut Pertanian Stiper (Instiper) Yogyakarta, Sabtu.

Menurutnya, perkebunan memberikan peran yang sangat penting bagi fundamental ekonomi bangsa Indonesia.

"Dalam kondisi yang belum terurus dengan baik, perkebunan dapat memberikan kontribusi besar terhadap penerimaan negara," terangnya.

Dia menyebutkan, produktivitas kelapa sawit rata-rata nasional baru sekitar 2 ton per hektare , padahal perusahaan sudah mencapai 8-10 ton perhektare

"Pemerintah berkomitmen meningkatkan daya saing perkebunan nusantara. Karena dari kondisi yang belum baik saja sudah memberi andil terbesar terhadap ekonomi, apalagi kalau mampu memperkuat dan memperbaikinya," jelasnya.

Bambang mengajak semua komponen bangsa untuk ikut memperkuat komoditas perkebunan nasional di mata dunia, sebab banyak negara yang tidak menghendaki perkebunan di Indonesia maju.

"Untuk itu, kita harus siap mengawal perkebunan Indonesia agar bebas dari tekanan luar negeri," ungkapnya seraya menambahkan berbagai isu negatif menerpa komoditas sawit.

"Padahal sawit penyelamat hutan tropis dunia dan mengusahakan sawit dapat menghasilkan pangan maupun energi," ujar Bambang.

Deputi Bidang Koordinasi Pangan dan Pertanian Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Musdhalifah Machmud mengatakan, perkebunan berperan sebagai sumber kemakmuran dan pemacu pembangunan wilayah terpencil.

"Daerah terpencil atau remote area mulai terbangun dari perkebunan. Sebab yang dapat membangun infrastruktur, komunitas sosial dan ekonomi baru berasal dari pengembangan tanaman perkebunan," ujar Musdalifah.

Dia menuturkan, perkebunan juga menjadi sumber perekat bangsa karena merekatkan anggota masyarakat yang hidup di wilayah jauh dari perkotaan maupun pedesaan.

Rektor Institut Pertanian Stiper (Instiper) Yogyakarta Purwadi menuturkan, perkebunan menjadi sumber kemakmuran. Hal ini dibuktikan masyarakat bisa sejahter,  lantaran mereka sudah mampu merubahcara pandang dari sumber eksploitasi menjadi teknik budidaya dengan baik.

Untuk itu, katanya, masyarakat harus merubah cara pandang (mindset) seolah-olah perkebuan tempat orang miskin.

"Kita juga sering mengesankan perkebunan itu kumuh dan kotor. Padahal, perkebuan itu akan baik apabila menggunakan teknologi," tutur Purwadi.

Sementara, Ketua Komisi IV DPR Edhy Prabowo menambahkan, Indonesia tidak gentar dengan resolusi sawit Uni Eropa, karena pasar ekspor sawit ke Uni Eropa hanya 15 persen dari total volume nasional.

"Apabila kita hentikan ekspor minyak sawit ke Eropa, saya yakin mereka akan kewalahan. Meskipun mereka mengakui impor sawit di Indonesia terus meningkat mencapai 2 miliar USD," katanya.

Menurutnya, resolusi sawit Uni Eropa adalah bukti bahwa antar negara tidak ada saling membantu.

"Resolusi sawit Uni Eropa membuat rakyat Indonesia susah. DPR Indonesia telah minta kepada parlemen Uni Eropa untuk membatalkan resolusi tersebut," katanya.

Pengamat politik J. Kristiadi mengatakan persoalan sawit di pasar internasional adalah persoalan kepentingan. Negara maju menggunakan segala instrumen untuk menghambat sawit. Negara maju membuat akal-akalan dengan macam-macam skema sertifikasi.

"Antar negara tidak ada pertemanan, yang ada persaingan. Sehingga Indonesia harus menggunakan keindonesiaan untuk memperjuangan sawit di kancah internasional," kata Kristiadi.

Salah satunya, adalah dengan memperkuat dan meyakinkan pihak asing bahwa Indonesia sangat berkomitmen dalam melakukan praktik budidaya perkebunan kelapa sawit yang berkelanjutan. Ini dibuktikan dengan adanya sertifikasi Indonesia Sustainability Palm Oil (ISPO). Hingga saat ini jumlah sertifikasi ISPO yang telah diterbitkan adalah 346 dengan luas lahan 2.041.548,80 hektare dengan total produksi CPO mencapai 8.757.839,40 ton.

Pewarta :
Editor : Daniel
Copyright © ANTARA 2024