Jakarta (ANTARA) - Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) menolak pengujian Undang-Undang (UU) Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers terhadap UUD 1945 yang diajukan oleh Charlie Wijaya yang merupakan seorang mahasiswa.
"Menyatakan permohonan pemohon tidak dapat diterima," kata Ketua Majelis Hakim MK Anwar Usman, di Jakarta, Selasa.
Pada bagian alasan permohonan disebutkan dengan adanya UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, BAB VIII Ketentuan Pidana Pasal 18 ayat 1, pemohon tidak dapat melakukan proses hukum dan meminta ganti rugi, sehingga pemohon merasa undang-undang tersebut tidak berpihak kepada korban yang menjadi korban pemberitaan.
Pemohon juga merasa undang-undang tersebut hanya memihak kepada wartawan. Pemohon meminta ada pasal ganti rugi di dalam pasal itu, dan meminta jika sudah ada tiga kali pelanggaran kode etik setelah ada hasil penilaian dari Dewan Pers untuk dibubarkan.
Selanjutnya, di bagian petitum terdapat empat poin, yakni pemohon meminta agar mengabulkan permohonan untuk mendapatkan ganti rugi dari kesalahan pemberitaan oleh media atau wartawan.
Kedua, Pasal 18 UU 40 Tahun 1999 tentang Pers, proses pembentukannya dinilai ada dugaan yang dikesampingkan. Oleh sebab itu, pemohon menduga tidak berdasar pada UUD 1945.
Pemohon juga menduga ada materi yang dituangkan dalam ayat atau dari Pasal 18 UU 40 Tahun 1999 tentang Pers tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang dimaknai misal media melakukan kesalahan hanya membuat hak jawab dan hak koreksi, tidak ada ganti rugi atau melakukan proses hukum.
Terakhir, pemohon meminta dan memohon pemuatan putusan tersebut diberitakan dalam berita negara sebagaimana mestinya.
Sebelumnya, dalam permohonannya, Charlie Wijaya mengatakan akibat pemberitaan, dirinya menerima penghinaan dan pengancaman. Akan tetapi, tidak dapat mengajukan gugatan terhadap media yang telah memberitakan, namun dapat mengajukan hak jawab dan klarifikasi.
"Penyelesaian hanya minta maaf saja, tidak ada pengembalian nama baik dan ganti rugi. Jika mau meminta ganti rugi, korban harus menempuh melalui jalur persidangan yang panjang dan lama," ujar Charlie Wijaya.
Berita Terkait
Dewan Pers siap mendampingi sengketa pers di PN Makassar
Senin, 25 Maret 2024 1:04 Wib
Pakar membedah fenomena produk pers digugat Rp700 miliar di Makassar
Kamis, 21 Maret 2024 2:36 Wib
Aiman Witjaksono menghadirkan saksi ahli hukum pidana dan pers di PN Jaksel
Kamis, 22 Februari 2024 11:29 Wib
Dewan Pers menjelaskan tugas komite dalam penerapan "Publisher Rights"
Rabu, 21 Februari 2024 17:29 Wib
Menteri BUMN harap LKBN ANTARA tidak menjadi sejarah
Minggu, 18 Februari 2024 19:52 Wib
Dewan Pers dan tiga capres-cawapres menggelar "Deklarasi Kemerdekaan Pers"
Minggu, 11 Februari 2024 1:19 Wib
Pers dan AI: Pesaing atau sekutu?
Sabtu, 10 Februari 2024 11:09 Wib
HPN 2024, Dirut LKBN ANTARA ingatkan perlu inovasi pers di era disrupsi digital
Jumat, 9 Februari 2024 21:29 Wib