Ragam kuliner dukung ekowisata Rammang-Rammang Maros
Makassar (ANTARA) - Dunika kepariwisataan tidak dapat dipisahkan dengan kuliner, karena kedua komponen ini akan saling mendukung dan melengkapi.
Karena itu, saat berkunjung ke suatu objek wisata, maka berikutnya yang lazim dicari adalah makanan khas atau pun kerajinan tangan yang dapat dijadikan buah tangan.
Seperti halnya ketika berkunjung ke kawasan wisata pegunungan baru kapur/gamping atau karst Rammang-Rammang di Desa Salenrang, Kecamatan Bontoa, Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan.
Objek wisata karst Rammang-Rammang ini terdiri atas tiga titik lokasi strategis untuk mengabadikan keindahan alam melalui kamera pintar ataupun kamera DLSR sambil menyusuri sungai yang setiap sisinya ditumbuhi pohon nipah.
Khusus di titik pertama yang merupakan dermaga satu, setelah melewati pintu gerbang, maka akan ditemukan warung sederhana yang menjual aneka makanan dan minuman.
Di lokasi ini, makanan ataupun minuman yang disajikan hanya produk makanan dan minuman pada umumnya. Mulai dari mi siram dilengkapi bakso dan lontong buatan lokal, hingga minuman panas dan dingin yang kurang lebih sama dengan warung-warung lainnya di luar kawasan karst Rammang-Rammang.
Kalaupun ada minuman khas, menurut salah seorang warga Desa Salenrang, H Kama, itu harus dipesan khusus untuk disiapkan oleh penjual ataupun warga setempat seperti minuman khas tradisional berbahan baku jahe dan gula aren yang dikenal dengan nama "Sarabba".
Sementara minuman "ballo te'ne" atau tuak manis, juga harus dipesan sehari sebelumnya, agar pagi atau sore dapat disadap dari pohon nipah yang ada di sekitar sungai.
Harganya relatif murah, dijual Rp10 ribu per botol seukuran air mineral bervolume 500 mililiter. Konon, khasiat tuak manis ini diyakini dapat mengantisipasi atau mengobati penyakit diabetes ataupun yang susah tidur atau imsomnia.
Tak heran, jika ada pengujung yang memiliki waktu yang cukup lama untuk bersantai menikmati panorama karst Rammang-Rammang, tentu akan memesan salah satu dari dua jenis minuman tersebut.
Sementara saat berkunjung ke lokasi dermaga dua, baik setelah mengarungi sungai atau dengan akses jalan darat, pengujung dapat mengasoh di cafe-cafe yang tak jauh dari jembatan dermaga.
Di kafe milik Iwan misalnya, dapat menikmati sup ayam jagung pulut. Uniknya, jagung pulut tersebut direbus bersama tongkolnya, tanpa dipipil.
"Ini sup khusus yang juga makanan khas di Desa Salenrang," katanya.
Sedang untuk menemani minuman kopi pahit atau teh hangat, baik di kafe atau warung menawarkan kue tradisional seperti baje' bandong dan taripang yang bahan dasarnya dari beras ketan.
Bahkan kelompok ibu-ibu rumah tangga bersama para remaja sudah ada yang mengembangkan keripik daun paku atau umbi sikapa. Hanya saja, teknologi yang digunakan untuk mendukung produksi tersebut masih menggunakan alat yang sangat sederhana, mulai dari pengolahan hingga kemasan.
Flora dan fauna
Mencermati potensi aneka pangan tersebut, Senior Biodiversity Conservation Officer Fauna & Flora International – Indonesia Programme Ady Kristanto mengatakan kelestarian dan pengembangan keanekaragaman hayati (biodiversity) di Rammang-Rammang perlu mendapat dukungan optimal dari semua pihak.
Menurut dia, kawasan wisata karst Rammang-Rammang kaya akan keanekaragaman hayati yang patut mendapatkan perhatian dari semua pihak, mulai pemerintah hingga masyarakat.
Dia mengatakan kekayaan flora dan fauna di Kawasan karst tropis turut menyediakan berbagai jasa ekosistem seperti polinasi, pengendali hama dan vektor penyakit.
Hanya saja dia mengingatkan, apabila ekosistem di kawasan itu rusak, maka tidak mungkin itu dapat dipulihkan dalam waktu yang singkat.
Berdasarkan data burung di Ramang-Ramang diperkirakan terdapat 50-an species fauna, di antaranya species endemik seperti monyet dare (Macaca maura), kelelawar buah Sulawesi (Acerodon celebencis), Kuskus Sulawesi (Strigocusus celebencis) dan Tarsius (Tarsius fuscus).
Begitu pula dengan jenis fauna juga terdapat tanaman endemik, seperti mata kucing (Hopea celebica) dan aneka jenis tanaman obat.
Sementara saat ini, salah seorang warga Kampung Massaloeng di kawasan Rammang-Rammang, Rosdiana mengatakan, sejumlah tanaman yang biasanya dikonsumsi warga pada era 1980-1900an , kini sudah mulai sulit ditemukan seperti jenis umbi-umbian yakni sikapa dan kacunda.
"Ke depan, tanaman itu harus dikembangkan bukan lagi dicari, karena selama ini hanya merupakan tanaman liar di hutan," katanya.
Keanekaragaman hayati tersebut adalah bagian dari ekosistem karst Rammang-Rammang yang perlu didorong pemanfataannya, namun tetap harus dilestarikan agar tidak punah.
Butuh bapak angkat
Pengembangan sumber pangan yang menjadi kuliner khas di salah satu site Geopark Maros-Pangkep ini, masih jauh dari kesan ideal, sehingga membutuhkan uluran tangan dari sisi pendanaan maupun pendampingan.
Pada penghujung tahun 2021 upaya itu mulai dilakukan pihak Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Selatan dan BNI Wilayah Makassar untuk mendorong penggunaan Quick Response Code Indonesian Standard (QRIS) di kawasan objek wisata krast Rammang-Rammang di Kabupaten Maros.
Peluncuran Program QRIS di kawasan pariwisata Rammang-Rammang tersebut melibatkan Pemerintah Kabupaten Maros, Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) dan pelaku usaha di daerah ini.
Deputi Kepala Perwakilan BI Sulsel, Rudy B Wijanarko mengatakan, dengan program QRIS ini, lanjut dia, akan memudahkan pengunjung atau wisatawan bertransaksi di lokasi objek wisata ini.
"Mulai dari transaksi tiket masuk, membeli makan minum di cafe atau resto hingga ke pedagang kelontongan, juga sewa perahu sudah dapat bertransaksi elektronik," katanya.
Menurut dia, keuntungan dengan penggunaan QRIS ini yakni transaksi tidak perlu mencari lagi uang tunai ataupun uang kembalian. Termasuk mencari Anjungan Tunai Mandiri (ATM) yang mungkin jaraknya cukup jauh dari lokasi.
Sementara keterlibatan pemimpin BNI Wilayah Makassar Hadi Santoso pada momen itu, selain ingin memperkenalkan agen Patnam BNI pada masyarakat untuk menambah penghasilan, juga memberikan bantuan modal dan pendampingan pada UMKM yang bergerak di sektor jasa dan usaha kuliner.
Upaya mendorong pelaku UMKM di kawasan ekowisata Rammang-Rammang, khususnya yang bergerak di sektor pengembangan aneka pangan untuk kebutuhan kuliner, terus dilakukan di lapangan, salah satu caranya dengan mencarikan bapak angkat.
"Sudah ada beberapa bank pemerintah dan swasta yang turun. Hanya saja, kami berharap agar bantuan itu tidak memberikan label-label tertentu ataupun warna pada kawasan Rammang-Rammang yang mengedepankan prinsip ekowisata dengan menjaga kealamian alam," kata Kepala Dinas Pariwisata, Pemuda dan Olahraga Kabupaten Maros, Ferdiansyah.
Sementara salah seorang pemilik warung yang menjual kuliner, Asmar mengatakan, bantuan pendanaan dan pendampingan dari pihak perbankan belum merata.
Alasannya, ada yang lebih layak dibantu, namun masih harus menjadi penonton. Sedang yang mendapat bantuan, masih tergolong mampu untuk mandiri.
Pernyataan tersebut dibenarkan H Kama yang menyebutkan kelompok perajin anyam-anyaman dan makanan khas, hingga saat ini belum memiliki bapak angkat. Sementara usaha perorangan yang justeru dilirik oleh pihak perbankan untuk mendapatkan bantuan modal usaha dan pendampingan.
Menurut dia, kelompok yang sudah ada itu hanya berjibaku sendiri dengan segala keterbatasan, baik dari sisi skill (keterampilan) ataupun modal.
Bupati Maros HM Chaidir Syam mengatakan, pihaknya bersedia duduk bersama untuk mencari solusi terbaik untuk menjadikan Rammang-Rammang selaku "world heritage" atau warisan dunia dengan potensi karst terpanjang dan terindah kedua di dunia setelah China.
Kini, tinggal menunggu komitmen itu diwujudkan, sehingga ke depan sektor pendukung ekowisata Rammang-Rammang, yakni keanekaragaman pangan untuk kuliner tidak jalan di tempat. Sementara objek wisata ini makin tenar dan sudah melangkah jauh ke depan.
Karena itu, saat berkunjung ke suatu objek wisata, maka berikutnya yang lazim dicari adalah makanan khas atau pun kerajinan tangan yang dapat dijadikan buah tangan.
Seperti halnya ketika berkunjung ke kawasan wisata pegunungan baru kapur/gamping atau karst Rammang-Rammang di Desa Salenrang, Kecamatan Bontoa, Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan.
Objek wisata karst Rammang-Rammang ini terdiri atas tiga titik lokasi strategis untuk mengabadikan keindahan alam melalui kamera pintar ataupun kamera DLSR sambil menyusuri sungai yang setiap sisinya ditumbuhi pohon nipah.
Khusus di titik pertama yang merupakan dermaga satu, setelah melewati pintu gerbang, maka akan ditemukan warung sederhana yang menjual aneka makanan dan minuman.
Di lokasi ini, makanan ataupun minuman yang disajikan hanya produk makanan dan minuman pada umumnya. Mulai dari mi siram dilengkapi bakso dan lontong buatan lokal, hingga minuman panas dan dingin yang kurang lebih sama dengan warung-warung lainnya di luar kawasan karst Rammang-Rammang.
Kalaupun ada minuman khas, menurut salah seorang warga Desa Salenrang, H Kama, itu harus dipesan khusus untuk disiapkan oleh penjual ataupun warga setempat seperti minuman khas tradisional berbahan baku jahe dan gula aren yang dikenal dengan nama "Sarabba".
Sementara minuman "ballo te'ne" atau tuak manis, juga harus dipesan sehari sebelumnya, agar pagi atau sore dapat disadap dari pohon nipah yang ada di sekitar sungai.
Harganya relatif murah, dijual Rp10 ribu per botol seukuran air mineral bervolume 500 mililiter. Konon, khasiat tuak manis ini diyakini dapat mengantisipasi atau mengobati penyakit diabetes ataupun yang susah tidur atau imsomnia.
Tak heran, jika ada pengujung yang memiliki waktu yang cukup lama untuk bersantai menikmati panorama karst Rammang-Rammang, tentu akan memesan salah satu dari dua jenis minuman tersebut.
Sementara saat berkunjung ke lokasi dermaga dua, baik setelah mengarungi sungai atau dengan akses jalan darat, pengujung dapat mengasoh di cafe-cafe yang tak jauh dari jembatan dermaga.
Di kafe milik Iwan misalnya, dapat menikmati sup ayam jagung pulut. Uniknya, jagung pulut tersebut direbus bersama tongkolnya, tanpa dipipil.
"Ini sup khusus yang juga makanan khas di Desa Salenrang," katanya.
Sedang untuk menemani minuman kopi pahit atau teh hangat, baik di kafe atau warung menawarkan kue tradisional seperti baje' bandong dan taripang yang bahan dasarnya dari beras ketan.
Bahkan kelompok ibu-ibu rumah tangga bersama para remaja sudah ada yang mengembangkan keripik daun paku atau umbi sikapa. Hanya saja, teknologi yang digunakan untuk mendukung produksi tersebut masih menggunakan alat yang sangat sederhana, mulai dari pengolahan hingga kemasan.
Flora dan fauna
Mencermati potensi aneka pangan tersebut, Senior Biodiversity Conservation Officer Fauna & Flora International – Indonesia Programme Ady Kristanto mengatakan kelestarian dan pengembangan keanekaragaman hayati (biodiversity) di Rammang-Rammang perlu mendapat dukungan optimal dari semua pihak.
Menurut dia, kawasan wisata karst Rammang-Rammang kaya akan keanekaragaman hayati yang patut mendapatkan perhatian dari semua pihak, mulai pemerintah hingga masyarakat.
Dia mengatakan kekayaan flora dan fauna di Kawasan karst tropis turut menyediakan berbagai jasa ekosistem seperti polinasi, pengendali hama dan vektor penyakit.
Hanya saja dia mengingatkan, apabila ekosistem di kawasan itu rusak, maka tidak mungkin itu dapat dipulihkan dalam waktu yang singkat.
Berdasarkan data burung di Ramang-Ramang diperkirakan terdapat 50-an species fauna, di antaranya species endemik seperti monyet dare (Macaca maura), kelelawar buah Sulawesi (Acerodon celebencis), Kuskus Sulawesi (Strigocusus celebencis) dan Tarsius (Tarsius fuscus).
Begitu pula dengan jenis fauna juga terdapat tanaman endemik, seperti mata kucing (Hopea celebica) dan aneka jenis tanaman obat.
Sementara saat ini, salah seorang warga Kampung Massaloeng di kawasan Rammang-Rammang, Rosdiana mengatakan, sejumlah tanaman yang biasanya dikonsumsi warga pada era 1980-1900an , kini sudah mulai sulit ditemukan seperti jenis umbi-umbian yakni sikapa dan kacunda.
"Ke depan, tanaman itu harus dikembangkan bukan lagi dicari, karena selama ini hanya merupakan tanaman liar di hutan," katanya.
Keanekaragaman hayati tersebut adalah bagian dari ekosistem karst Rammang-Rammang yang perlu didorong pemanfataannya, namun tetap harus dilestarikan agar tidak punah.
Butuh bapak angkat
Pengembangan sumber pangan yang menjadi kuliner khas di salah satu site Geopark Maros-Pangkep ini, masih jauh dari kesan ideal, sehingga membutuhkan uluran tangan dari sisi pendanaan maupun pendampingan.
Pada penghujung tahun 2021 upaya itu mulai dilakukan pihak Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Selatan dan BNI Wilayah Makassar untuk mendorong penggunaan Quick Response Code Indonesian Standard (QRIS) di kawasan objek wisata krast Rammang-Rammang di Kabupaten Maros.
Peluncuran Program QRIS di kawasan pariwisata Rammang-Rammang tersebut melibatkan Pemerintah Kabupaten Maros, Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) dan pelaku usaha di daerah ini.
Deputi Kepala Perwakilan BI Sulsel, Rudy B Wijanarko mengatakan, dengan program QRIS ini, lanjut dia, akan memudahkan pengunjung atau wisatawan bertransaksi di lokasi objek wisata ini.
"Mulai dari transaksi tiket masuk, membeli makan minum di cafe atau resto hingga ke pedagang kelontongan, juga sewa perahu sudah dapat bertransaksi elektronik," katanya.
Menurut dia, keuntungan dengan penggunaan QRIS ini yakni transaksi tidak perlu mencari lagi uang tunai ataupun uang kembalian. Termasuk mencari Anjungan Tunai Mandiri (ATM) yang mungkin jaraknya cukup jauh dari lokasi.
Sementara keterlibatan pemimpin BNI Wilayah Makassar Hadi Santoso pada momen itu, selain ingin memperkenalkan agen Patnam BNI pada masyarakat untuk menambah penghasilan, juga memberikan bantuan modal dan pendampingan pada UMKM yang bergerak di sektor jasa dan usaha kuliner.
Upaya mendorong pelaku UMKM di kawasan ekowisata Rammang-Rammang, khususnya yang bergerak di sektor pengembangan aneka pangan untuk kebutuhan kuliner, terus dilakukan di lapangan, salah satu caranya dengan mencarikan bapak angkat.
"Sudah ada beberapa bank pemerintah dan swasta yang turun. Hanya saja, kami berharap agar bantuan itu tidak memberikan label-label tertentu ataupun warna pada kawasan Rammang-Rammang yang mengedepankan prinsip ekowisata dengan menjaga kealamian alam," kata Kepala Dinas Pariwisata, Pemuda dan Olahraga Kabupaten Maros, Ferdiansyah.
Sementara salah seorang pemilik warung yang menjual kuliner, Asmar mengatakan, bantuan pendanaan dan pendampingan dari pihak perbankan belum merata.
Alasannya, ada yang lebih layak dibantu, namun masih harus menjadi penonton. Sedang yang mendapat bantuan, masih tergolong mampu untuk mandiri.
Pernyataan tersebut dibenarkan H Kama yang menyebutkan kelompok perajin anyam-anyaman dan makanan khas, hingga saat ini belum memiliki bapak angkat. Sementara usaha perorangan yang justeru dilirik oleh pihak perbankan untuk mendapatkan bantuan modal usaha dan pendampingan.
Menurut dia, kelompok yang sudah ada itu hanya berjibaku sendiri dengan segala keterbatasan, baik dari sisi skill (keterampilan) ataupun modal.
Bupati Maros HM Chaidir Syam mengatakan, pihaknya bersedia duduk bersama untuk mencari solusi terbaik untuk menjadikan Rammang-Rammang selaku "world heritage" atau warisan dunia dengan potensi karst terpanjang dan terindah kedua di dunia setelah China.
Kini, tinggal menunggu komitmen itu diwujudkan, sehingga ke depan sektor pendukung ekowisata Rammang-Rammang, yakni keanekaragaman pangan untuk kuliner tidak jalan di tempat. Sementara objek wisata ini makin tenar dan sudah melangkah jauh ke depan.