Jakarta (ANTARA) - Juru Bicara Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) Beni Satria mengungkap sejumlah dugaan pelanggaran etik kedokteran yang dilakukan Terawan Agus Putranto melalui tindakan pengobatan terhadap stroke iskemik kronik atau yang dikenal sebagai brain washing.
"Diduga melanggar etik kedokteran yang dilakukan oleh Dr. Terawan Agus Putranto sebagai terlapor pada saat menerapkan tindakan terapi/pengobatan terhadap stroke iskemik kronik yang dikenal sebagai Brain Washing (BW) atau Brain Spa (BS), melalui metode diagnostik Digital Substraction Angiography (DSA)," kata Beni Satria dalam konferensi pers virtual yang diikuti dari aplikasi Zoom di Jakarta, Jumat sore.
Beni mengatakan pelanggaran etik terpenting terkait hal itu di antaranya mengiklankan diri secara berlebihan dengan klaim tindakan untuk pengobatan (kuratif) dan pencegahan (preventif).
Dugaan lainnya, kata Beni, Terawan dinilai tidak mengindahkan undangan Divisi Pembinaan Majelis Kehormatan Etik Kedokteran (MKEK) PB IDI, termasuk undangan menghadiri sidang Kemahkamahan terkait hal itu.
"Terlapor (Terawan) juga terkait dengan dugaan menarik bayaran dalam jumlah besar pada tindakan yang belum ada analisa kedokteran berbasis bukti (Evidence Based Medicine/EBM)-nya," katanya.
Selain itu, Menteri Kesehatan RI periode 2019-2020 itu dinilai telah menjanjikan kesembuhan kepada pasien setelah menjalani tindakan brain washing (BW).
Beni yang juga Ketua Bidang Hukum Pembelaan dan Pembinaan Anggota (BHP2A) IDI mengatakan Terawan selaku terlapor telah melakukan tindakan tersebut setidaknya sejak Juli 2013.
Kontroversi metode BW di kalangan profesi kedokteran telah direspons MKEK sejak 2015. Setahun kemudian, laporan seputar dugaan pelanggaran etik atas metode BW Terawan mulai berproses.
MKEK melanjutkan penelusuran laporan dengan memeriksa keterangan sejumlah pihak terkait di antaranya Prof. DR. Dr. Moh. Hasan Machfoed, SpS(K) selaku Ketua Pengurus Pusat Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia (PP Perdossi), Prof. Dr. Teguh A.S. Ranakusuma, SpS(K), Prof. Dr. Irawan Yusuf, Ph.D.
"Ditemukan pula keberatan dari PP Perdossi salah satunya terkait mengiklankan diri berlebihan, laporan biaya besar tindakan yang belum ada EBM-nya, dan pengiklanan besar-besaran tersebut membuat keresahan di kalangan anggota Perdossi maupun pasien-pasien neurologi," katanya.
Berdasarkan keterangan Saksi Ahli Prof. Dr. Irawan Yusuf, Ph, kata Beni, peran utama BW hanya meningkatkan cerebral blood flow atau aliran darah ke otak pada stroke kronik, memperbaiki suplai darah ke jaringan yang rusak sehingga oksigen, nutrisi dan obat bisa sampai ke otak serta memperpanjang window period dan gejala klinis membaik.
"Tetapi simpulan yang ditonjolkan terlalu berlebihan sebagai alternatif terapi stroke yang standar sehingga mempertajam kontroversi," katanya.
Keterangan itu menegaskan bahwa temuan Terawan belum dapat dijadikan terapi alternatif untuk menggantikan terapi standar, tapi hanya meningkatkan cerebral blood flow yang masih memerlukan terapi lain secara terencana.
"Saksi ahli menegaskan bahwa terlapor harus bertindak sesuai kompetensi dan kewenangannya untuk menghilangkan kontroversi," katanya.
Hasan Machfoed berpendapat, kata Beni,
DSA di bidang neurologi disebut sebagai cerebral angiography, digunakan untuk diagnosis gangguan pembuluh darah otak (stroke iskemik), di mana di RS tipe A, DSA bukan merupakan hal yang baru, tetapi sudah rutin dilaksanakan untuk sarana diagnostik, bukan diperuntukkan sebagai sarana terapi atau pengobatan, apalagi untuk pencegahan stroke.
"Mereka menyebut DSA, bukan brain washing (BW). Kenyataannya promosi BW luar biasa gencar di semua media sosial, media massa, elektronik dan lain-lain, sehingga di masyarakat timbul anggapan cuci otak atau BW merupakan cara baru yang patut dicoba terutama bagi penderita stroke," katanya.
"Saksi ahli melaporkan bahwa terlapor melakukan BW pada seorang pasien stroke perdarahan di mana pemberian heparin merupakan kontraindikasi dan kondisi pasien tidak membaik. Seorang sejawat di RSUD Dr. Soetomo telah melakukan BW dengan metode DSA, tetapi pasien meninggal sesudah BW, sehingga setelah itu tindakan BW dilarang untuk dilakukan lagi di RSUD Dr. Soetomo hingga sekarang," katanya.
Diberitakan sebelumnya, MKEK IDI telah memberikan surat rekomendasi pemberhentian Terawan sebagai anggota IDI, yang berpotensi membuat Terawan tidak bisa menjalankan profesinya sebagai dokter.
Menteri Kesehatan RI Budi Gunadi Sadikin telah menawarkan mediasi antara PB IDI dan Terawan guna penyelesaian polemik tersebut.
Berita Terkait
Kemenag: 22 Kloter haji berangkat perdana pada 12 Mei 2024
Minggu, 5 Mei 2024 14:49 Wib
BMKG : Sebagian besar wilayah Indonesia diguyur hujan sedang-lebat pada Sabtu
Sabtu, 4 Mei 2024 6:42 Wib
Badan Geologi membantah Pulau Tagulandang tenggelam akibat erupsi Gunung Ruang
Sabtu, 4 Mei 2024 6:03 Wib
Kementerian PPPA: Telah ada UPTD PPA di 34 provinsi di Indonesia
Jumat, 3 Mei 2024 22:37 Wib
Presiden Joko Widodo pimpin rapat penanganan pengungsi Gunung Ruang
Jumat, 3 Mei 2024 15:23 Wib
KRI Kakap-811 mengevakuasi 488 warga terdampak erupsi Gunung Ruang
Jumat, 3 Mei 2024 11:02 Wib
Sulawesi Selatan dan sejumlah provinsi berpotensi diguyur hujan sedang-lebat pada Jumat
Jumat, 3 Mei 2024 7:16 Wib
Kemenhub: Bandara Sam Ratulangi Manado belum aman untuk pesawat
Kamis, 2 Mei 2024 20:17 Wib