Jakarta (ANTARA) - Dewan Pengawas (Dewas) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bermusyawarah sebelum menjatuhkan putusan terkait dugaan pelanggaran etik Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar.
"Benar. Majelis lagi musyawarah untuk penetapan atau putusan," kata Anggota Dewas KPK Syamsuddin Haris dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Senin.
Sebelumnya, Dewas KPK juga telah mengonfirmasi kehadiran Lili dalam sidang etik tersebut.
"Sidang sudah dibuka tetapi ditutup lagi karena diskors sampai pukul 12.00 WIB. Majelis etik bermusyawarah dulu sampai pukul 12.00 WIB. Sidang pukul 12.00 WIB akan dibuka untuk umum," ucap Haris.
Lili yang mengenakan kemeja putih dipadu dengan celana hitam dan kerudung merah tiba sekitar pukul 10.00 WIB di Gedung Pusat Edukasi Antikorupsi (ACLC) KPK, Jakarta, Senin. Berdasarkan pantauan, Lili tidak masuk melalui lobi Gedung ACLC, namun melalui pintu samping gedung tersebut.
Ia juga tak berkomentar saat ditanya mengenai sidang dugaan pelanggaran etiknya tersebut.
Dewas KPK kembali mengagendakan sidang dugaan pelanggaran etik Lili pada Senin ini setelah sebelumnya tidak hadir pada Selasa (5/7).
Dewas KPK telah menerima surat dari pimpinan KPK soal ketidakhadiran Lili tersebut.
Berdasarkan surat itu, Lili saat itu sedang mengikuti pertemuan Anti-Corruption Working Group (ACWG) G20 putaran kedua di Bali.
Lili kembali dilaporkan ke Dewas KPK karena diduga menerima fasilitas akomodasi hotel hingga tiket menonton ajang balap MotoGP 2022 di Sirkuit Internasional Mandalika, Nusa Tenggara Barat (NTB) dari salah satu badan usaha milik negara (BUMN).
Lili pernah dijatuhi sanksi berat berupa pemotongan gaji pokok sebesar 40 persen selama 12 bulan karena terbukti melakukan pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku berupa menyalahgunakan pengaruh selaku pimpinan KPK untuk kepentingan pribadi dan berhubungan langsung dengan pihak yang perkaranya sedang ditangani KPK, yakni Wali Kota Tanjungbalai M Syahrial.
Berita ini juga telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Dewas KPK bermusyawarah sebelum jatuhkan putusan pada Lili Pintauli