ATSI masih bahas secara internal rencana pemblokiran IMEI ilegal
Jakarta (ANTARA) - Asosiasi Penyelenggara Telekomunikasi Seluruh Indonesia (ATSI) mengatakan pihaknya masih membahas secara internal terkait dengan rencana pemblokiran International Mobile Equipment Identity (IMEI) ilegal yang awalnya diungkap oleh Kepolisian RI (Polri).
"ATSI masih membahas secara internal mengenai hal ini," kata Sekretaris Jenderal ATSI Marwan O. saat dihubungi ANTARA, Rabu.
Karena masih dibahas internal, ATSI belum dapat menjelaskan hal-hal apa saja yang menjadi pokok pembicaraan mengenai rencana pemblokiran IMEI ilegal tersebut.
Rencana pemblokiran IMEI ilegal pertama kali mencuat, usai Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri pada Jumat (28/7) mengungkapkan adanya kejahatan siber berupa pendaftaran IMEI ilegal yang merugikan negara senilai Rp353,7 miliar.
Ada enam tersangka yang ditetapkan dalam kasus ini empat orang berasal dari pihak swasta yaitu P, D, E, serta P. Sementara dua orang lainnya merupakan Aparatur Sipil Negara (ASN) dari Kementerian Perindustrian yaitu F dan ASN Direktorat Jenderal Bea Cukai yaitu A.
Sebanyak 191.995 IMEI didaftarkan secara ilegal ke sistem Centralized Equipment Identity Registration (CEIR) milik Kementerian Perindustrian di periode 10-20 Oktober 2022.
Imbas kasus tersebut, Polri kini tengah berkoordinasi dengan Kementerian Perindustrian, Kementerian Komunikasi dan Informatika, hingga para penyedia jasa layanan operator seluler untuk mendirikan posko aduan bagi masyarakat yang menjadi korban IMEI ilegal.
Selain itu, Polri juga akan menyosialisasikan kepada masyarakat terkait persiapan mematikan 191 ribu perangkat yang IMEI-nya ilegal tersebut, harapannya masyarakat yang menjadi korban bisa mengantisipasi kondisi itu.
Pada Selasa (1/8), Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Budi Arie Setiadi menyatakan pihaknya mendukung Polri dalam rangka pelaksanaan penertiban IMEI ilegal ini.
"Kemenkominfo mendukung langkah yang diambil aparat hukum dalam rangka menertibkan IMEI di Indonesia sesuai pembagian tugas pokok dan fungsi (tupoksi) yang ada," kata Budi dalam pesan singkatnya.
"ATSI masih membahas secara internal mengenai hal ini," kata Sekretaris Jenderal ATSI Marwan O. saat dihubungi ANTARA, Rabu.
Karena masih dibahas internal, ATSI belum dapat menjelaskan hal-hal apa saja yang menjadi pokok pembicaraan mengenai rencana pemblokiran IMEI ilegal tersebut.
Rencana pemblokiran IMEI ilegal pertama kali mencuat, usai Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri pada Jumat (28/7) mengungkapkan adanya kejahatan siber berupa pendaftaran IMEI ilegal yang merugikan negara senilai Rp353,7 miliar.
Ada enam tersangka yang ditetapkan dalam kasus ini empat orang berasal dari pihak swasta yaitu P, D, E, serta P. Sementara dua orang lainnya merupakan Aparatur Sipil Negara (ASN) dari Kementerian Perindustrian yaitu F dan ASN Direktorat Jenderal Bea Cukai yaitu A.
Sebanyak 191.995 IMEI didaftarkan secara ilegal ke sistem Centralized Equipment Identity Registration (CEIR) milik Kementerian Perindustrian di periode 10-20 Oktober 2022.
Imbas kasus tersebut, Polri kini tengah berkoordinasi dengan Kementerian Perindustrian, Kementerian Komunikasi dan Informatika, hingga para penyedia jasa layanan operator seluler untuk mendirikan posko aduan bagi masyarakat yang menjadi korban IMEI ilegal.
Selain itu, Polri juga akan menyosialisasikan kepada masyarakat terkait persiapan mematikan 191 ribu perangkat yang IMEI-nya ilegal tersebut, harapannya masyarakat yang menjadi korban bisa mengantisipasi kondisi itu.
Pada Selasa (1/8), Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Budi Arie Setiadi menyatakan pihaknya mendukung Polri dalam rangka pelaksanaan penertiban IMEI ilegal ini.
"Kemenkominfo mendukung langkah yang diambil aparat hukum dalam rangka menertibkan IMEI di Indonesia sesuai pembagian tugas pokok dan fungsi (tupoksi) yang ada," kata Budi dalam pesan singkatnya.