Makassar (ANTARA) - Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) meminta dukungan dari berbagai pihak guna memperkuat perannya sebagai lembaga independen dalam mengelola dana haji sekaligus mendapat masukan melalui kajian dan seminar nasional yang diselenggarakan di Kampus Universitas Hasanuddin Makassar, Sulawesi Selatan.
"Tantangan hukum yang kami alami oleh BPKH adalah posisinya sebagai lembaga Sui Generis, bahasanya lembaga di luar kementerian yang didirikan melalui Undang-undang," papar Kepala BPKH Fadlul Imansyah di kampus Unhas Makassar,
Menurutnya, sebagai lembaga Siu Generalis BPKH mengelola keuangan yang sebelumnya menjadi tanggungjawab pemerintah dalam hal ini Kementerian Agama. Kemudian, pindah secara otonom dan independen menjadi suatu lembaga sendiri.
Selain itu, kata dia, banyak isu-isu hukum harus diselesaikan terkait dengan pengelolaan haji. Oleh karena itu, forum-forum seperti ini dilaksanakan agar dapat memberikan penjelasan akademis serta menjadi ikhtiar bagi BPKH sebagai badan otonom.
Oleh karena itu, pihaknya telah berkolaborasi dengan berbagai kampus termasuk di Universitas Hasanuddin (Unhas) dan Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) guna mendapat masukan mendukung peran BPKH sebagai badan pengelola dana haji melalui seminar nasional terkait upaya amandemen Undang-undang nomor 34 tahun 2014 tentang Pengelolaan Keuangan Haji.
Hal ini mengingat Undang-Undang nomor 34 tahun 2014 tentu memiliki keterbatasan kebijakan sehingga masih banyak yang perlu disempurnakan, Meskipun telah ada Undang-undang nomor 8 tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Haji.
"Saya kira ini tantangan tersendiri sehingga dari kami diskusi dengan Ketua Komisi VIII DPR RI dan menjadikan isu terus menerus di dalam pembahasan RDP (Rapat Dengar Pendapat), sebab dikhawatirkan Undang-undang ini terlalu mencengkram kebebasan fleksibilitas dari BPKH melakukan kegiatan investasi. Ini yang harus difasilitasi," tuturnya.
Ketua Komisi VIII DPR RI Ashabul Kahfi dalam seminar tersebut menyampaikan bahwa saat ini BPKH memerlukan perubahan Undang-undang melihat tingginya kesempatan berinvestasi di Arab Saudi.
Komisi VIII DPR RI saat ini setuju dan mendorong untuk memberi ruang kepada BPKH agar lebih luwes dan lincah dalam berinvestasi dan memberikan manfaat untuk umat.
"Saat ini revisi Undang-undang sudah masuk ke dalam Prolegnas (Program Legislasi Nasional) tetapi belum menjadi prioritas. Mestinya, Undang-undang ini harus paralel dan bersinergi dengan Undang-undang Penyelenggaraan Haji yang kini menjadi prioritas pembahasan," paparnya saat diskusi.
Harapan tersebut sejalan dengan pemaparan Wakil Menteri Agama Saiful Rahmat Dasuki dalam kegiatan itu bahwa lahirnya BPKH ini adalah menjembatani semuanya, bagaimana keuangan haji ini bisa dikelola sebaik-baiknya, apalagi masih ada CJH seperti dari Kabupaten Bantaeng, Sulsel telah mendaftar namun baru bisa diberangkatkan 48 tahun ke depan.
"Tentu ada suatu inovasi dan sebuah terobosan BPKH untuk mengoptimalkan lagi keuangan haji ini sehingga bisa terserap dengan sebaik-baiknya. Selain kemampuan finansial, ibadah haji juga membutuhkan fisik, sebab ibadah haji yang adalah ibadah fisik karena memulai perjalanan jauh," katanya.
Seminar Nasional tersebut mengusung tema Berkhidmad Untuk Umat: Menuju Pengelolaan Keuangan Haji yang Profesional, Transparan dan Akutantabel dihadiri Direktur Pengelolaan Dana Haji dan Sistem Informasi Haji Terpadu Dirjen Penyelenggaraan Haji Jaja Jaelani Rektor Unhas Prof Jamaluddin Jompa, dan Ketua Umum ICMI, Arif Satria.
Seminar nasional ini juga menghadirkan narasumber masing-masing Ketua Komisi VIII DPR RI Ashabul Kahfi, Ketua Komisi Yudisial periode 2016-2018 Aidul Fitriciada Azhari, anggota BPKH Amri Yusuf, Guru Besar Fakultas Hukum Unhas Prof Achmad Ruslan dan Prof Aidir Amin Daud.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: BPKH minta dukungan penguatan pengelolaan dana haji