Wapres menekankan perlunya pembiayaan proporsional agar UKT tak bebani mahasiswa
Jakarta (ANTARA) - Wakil Presiden (Wapres) Ma'ruf Amin menekankan perlunya pembiayaan secara proporsional agar Uang Kuliah Tunggal (UKT) tidak terlalu membebani mahasiswa.
Wapres menanggapi isu kenaikan UKT dan uang pangkal di sejumlah universitas yang saat ini tengah menjadi sorotan karena dinilai memberatkan mahasiswa.
"Masalah pendidikan tinggi itu adalah amanat konstitusi yang harus kita jalankan," kata Wapres Ma'ruf Amin saat memberikan keterangan pers usai menghadiri acara pengukuhan Komite Daerah Ekonomi dan Keuangan Syariah (KDEKS), Pembukaan Pekan Ekonomi Syariah (PEKSyar), dan Seminar Nasional Ekonomi Syariah Provinsi Sulawesi Barat (Sulbar), di Kabupaten Mamuju, Sulbar, Rabu.
Berdasarkan keterangan dari Biro Pers Sekretariat Wapres yang diterima di Jakarta, Rabu, Wapres menyatakan bahwa distribusi beban biaya pendidikan harus proporsional antara pemerintah, mahasiswa, dan perguruan tinggi.
"Menurut saya, solusinya ya dibagi ini. Harus menjadi beban pemerintah sesuai dengan kemampuan, menjadi beban mahasiswa sesuai dengan kemampuan, dan menjadi beban perguruan tinggi melalui badan-badan usaha yang dikembangkan untuk menanggung sebagian," kata Wapres.
Wapres meyakini persoalan mahalnya biaya kuliah tersebut akan bisa diatasi jika proporsionalitas pembiayaan terbangun diantara ketiga pihak tersebut.
Menyinggung perdebatan soal kuliah sebagai kebutuhan tersier, Wapres berpendapat bahwa pendidikan tinggi tetap penting meskipun tidak semua orang harus masuk perguruan tinggi.
"Menurut saya, tidak semua orang harus masuk perguruan tinggi, tetapi perguruan tinggi itu juga penting karena kita harus menyiapkan sumber daya manusia yang unggul," ucap Wapres.
Dalam hal itu Wapres mengharapkan agar masyarakat tidak perlu lagi memperdebatkan istilah tersebut.
"Istilah tersier itu kemudian jadi masalah yang sebaiknya tidak usah kita gunakan istilah itu, tetapi istilahnya lebih pada kebutuhan kita dan tidak semua orang harus masuk perguruan tinggi. Barangkali dicairkan saja," kata Wapres.
Lebih lanjut Wapres menjelaskan perguruan tinggi memiliki peran krusial dalam mencetak Sumber Daya Manusia (SDM) unggul untuk mencapai visi Indonesia Emas 2045. Namun tantangan biaya pendidikan tinggi yang mahal menjadi hambatan signifikan.
"Solusi-solusi pemerintah yang menanggung seluruhnya tidak mungkin, belum bisa," ujarnya.
Untuk itu Wapres menegaskan pentingnya peran Perguruan Tinggi Negeri Badan Hukum (PTNBH) dalam mencari solusi alternatif untuk pembiayaan pendidikan.
"Perguruan tinggi juga diberi advokasi agar bisa mengembangkan usahanya sebagai badan hukum. Jadi, perguruan tinggi juga jangan hanya (mengejar bebasnya). Kan PTNBH itu dia bebas. Jangan hanya bebasnya saja, bisa melakukan ini-ini karena dia badan hukum, tetapi tanggung jawabnya tidak, Itu juga tidak fair," tutur Wapres.
Sebelumnya Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Makarim menyampaikan bahwa kenaikan UKT sebagai imbas dari keberadaan Peraturan Mendikbudristek Nomor 2 Tahun 2024 hanya berlaku bagi mahasiswa baru dan bukan untuk mahasiswa yang sudah berkuliah di perguruan tinggi.
"Jadi, peraturan Kemendikbudristek menegaskan bahwa peraturan UKT baru hanya berlaku kepada mahasiswa baru dan tidak berlaku untuk mahasiswa yang sudah belajar di perguruan tinggi," kata dia.
Ia mengatakan banyak kesalahan persepsi pada masyarakat mengenai aturan itu, antara lain kenaikan UKT dianggap berlaku bagi mahasiswa yang sedang belajar di perguruan tinggi, padahal hanya untuk mahasiswa baru pada tahun ajaran baru mendatang.
Wapres menanggapi isu kenaikan UKT dan uang pangkal di sejumlah universitas yang saat ini tengah menjadi sorotan karena dinilai memberatkan mahasiswa.
"Masalah pendidikan tinggi itu adalah amanat konstitusi yang harus kita jalankan," kata Wapres Ma'ruf Amin saat memberikan keterangan pers usai menghadiri acara pengukuhan Komite Daerah Ekonomi dan Keuangan Syariah (KDEKS), Pembukaan Pekan Ekonomi Syariah (PEKSyar), dan Seminar Nasional Ekonomi Syariah Provinsi Sulawesi Barat (Sulbar), di Kabupaten Mamuju, Sulbar, Rabu.
Berdasarkan keterangan dari Biro Pers Sekretariat Wapres yang diterima di Jakarta, Rabu, Wapres menyatakan bahwa distribusi beban biaya pendidikan harus proporsional antara pemerintah, mahasiswa, dan perguruan tinggi.
"Menurut saya, solusinya ya dibagi ini. Harus menjadi beban pemerintah sesuai dengan kemampuan, menjadi beban mahasiswa sesuai dengan kemampuan, dan menjadi beban perguruan tinggi melalui badan-badan usaha yang dikembangkan untuk menanggung sebagian," kata Wapres.
Wapres meyakini persoalan mahalnya biaya kuliah tersebut akan bisa diatasi jika proporsionalitas pembiayaan terbangun diantara ketiga pihak tersebut.
Menyinggung perdebatan soal kuliah sebagai kebutuhan tersier, Wapres berpendapat bahwa pendidikan tinggi tetap penting meskipun tidak semua orang harus masuk perguruan tinggi.
"Menurut saya, tidak semua orang harus masuk perguruan tinggi, tetapi perguruan tinggi itu juga penting karena kita harus menyiapkan sumber daya manusia yang unggul," ucap Wapres.
Dalam hal itu Wapres mengharapkan agar masyarakat tidak perlu lagi memperdebatkan istilah tersebut.
"Istilah tersier itu kemudian jadi masalah yang sebaiknya tidak usah kita gunakan istilah itu, tetapi istilahnya lebih pada kebutuhan kita dan tidak semua orang harus masuk perguruan tinggi. Barangkali dicairkan saja," kata Wapres.
Lebih lanjut Wapres menjelaskan perguruan tinggi memiliki peran krusial dalam mencetak Sumber Daya Manusia (SDM) unggul untuk mencapai visi Indonesia Emas 2045. Namun tantangan biaya pendidikan tinggi yang mahal menjadi hambatan signifikan.
"Solusi-solusi pemerintah yang menanggung seluruhnya tidak mungkin, belum bisa," ujarnya.
Untuk itu Wapres menegaskan pentingnya peran Perguruan Tinggi Negeri Badan Hukum (PTNBH) dalam mencari solusi alternatif untuk pembiayaan pendidikan.
"Perguruan tinggi juga diberi advokasi agar bisa mengembangkan usahanya sebagai badan hukum. Jadi, perguruan tinggi juga jangan hanya (mengejar bebasnya). Kan PTNBH itu dia bebas. Jangan hanya bebasnya saja, bisa melakukan ini-ini karena dia badan hukum, tetapi tanggung jawabnya tidak, Itu juga tidak fair," tutur Wapres.
Sebelumnya Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Makarim menyampaikan bahwa kenaikan UKT sebagai imbas dari keberadaan Peraturan Mendikbudristek Nomor 2 Tahun 2024 hanya berlaku bagi mahasiswa baru dan bukan untuk mahasiswa yang sudah berkuliah di perguruan tinggi.
"Jadi, peraturan Kemendikbudristek menegaskan bahwa peraturan UKT baru hanya berlaku kepada mahasiswa baru dan tidak berlaku untuk mahasiswa yang sudah belajar di perguruan tinggi," kata dia.
Ia mengatakan banyak kesalahan persepsi pada masyarakat mengenai aturan itu, antara lain kenaikan UKT dianggap berlaku bagi mahasiswa yang sedang belajar di perguruan tinggi, padahal hanya untuk mahasiswa baru pada tahun ajaran baru mendatang.