Indonesia ajukan pembaruan MoU sertifikasi pelaut di kapal berbendera Belanda
Jakarta (ANTARA) - Pemerintah Indonesia dalam hal ini Kementerian Perhubungan cq Direktorat Jenderal Perhubungan Laut, berinisiatif memperbarui MoU atau nota kesepahaman agar pelaut Indonesia yang bekerja di kapal berbendera Belanda dan sebaliknya tetap dapat bekerja dengan aman dan sesuai regulasi.
Kerja sama ini penting mengingat kedua negara telah meratifikasi Konvensi Standar Pelatihan, Sertifikasi dan Pengawasan untuk Pelaut (STCW) 1978, yang menekankan pentingnya pengakuan sertifikat kompetensi pelaut antar negara.
Hal ini dibahas dalam rapat yang dipimpin oleh Direktur Perkapalan dan Kepelautan Ditjen Perhubungan Laut Kemenhub Capt. Hendri Ginting. Rapat tersebut juga dihadiri oleh Kepala Bagian Hukum dan Kerjasama Luar Negeri (KSLN) Sekretariat Ditjen Perhubungan Laut serta perwakilan dari Pemerintah Belanda, Ministry of Infrastructure and Water Management.
"Rapat ini membahas pembaruan Nota Kesepahaman mengenai Sertifikat Kompetensi dan Pelatihan Pelaut, yang perlu diperbarui agar sesuai dengan aturan STCW Amandemen 2010," ujar Hendri Ginting dalam keterangan di Jakarta, Senin.
Indonesia dan Belanda telah meratifikasi Konvensi STCW 1978, sehingga kerja sama dalam hal pengakuan sertifikat kompetensi pelaut menjadi sangat penting. Pembaruan MoU ini mengacu pada Regulasi I/10 Konvensi STCW.
"Sehubungan dengan hal tersebut di atas, Pemerintah Indonesia cq. Direktorat Jenderal Perhubungan Laut selaku Administrator bidang pelayaran bermaksud untuk memperbaharui Nota Kesepahaman agar pelaut-pelaut Indonesia yang bekerja di kapal-kapal berbendera Belanda atau sebaliknya masih dapat bekerja di atas kapal," ujarnya.
Hendri Ginting menyampaikan bahwa data dari sistem buku pelaut daring menunjukkan banyak pelaut Indonesia bekerja di kapal berbendera Belanda. Sebaliknya, ada juga pelaut Belanda yang bekerja di kapal berbendera Indonesia dalam rangka alih teknologi.
"Hal ini menggarisbawahi pentingnya pembaruan MoU untuk memastikan kelangsungan kerja sama dan pengakuan sertifikasi," ungkapnya.
Pembaruan MoU ini juga didorong oleh The IMO Member State Audit Scheme (IMSAS) yang mulai berlaku wajib pada Januari 2016. Tujuan IMSAS adalah memastikan pemenuhan instrumen IMO, termasuk Konvensi STCW. Oleh karena itu, pembaruan MoU ini akan mencakup penyesuaian regulasi terkait sertifikasi kesehatan pelaut sesuai dengan regulasi I/9 Konvensi STCW.
Indonesia telah mengajukan rancangan awal MoU yang mencakup klausul baru terkait sertifikasi kesehatan pelaut. Draf ini saat ini sedang dibahas oleh pihak hukum Belanda. Kedua negara berencana menandatangani MoU yang diperbarui pada bulan September 2024.
"Pembaruan MoU ini diharapkan dapat memperkuat kerja sama antara Indonesia dan Belanda dalam bidang perkapalan dan kepelautan, serta memastikan bahwa pelaut dari kedua negara dapat bekerja dengan standar kompetensi dan keselamatan yang tinggi," tutupnya.
Kerja sama ini penting mengingat kedua negara telah meratifikasi Konvensi Standar Pelatihan, Sertifikasi dan Pengawasan untuk Pelaut (STCW) 1978, yang menekankan pentingnya pengakuan sertifikat kompetensi pelaut antar negara.
Hal ini dibahas dalam rapat yang dipimpin oleh Direktur Perkapalan dan Kepelautan Ditjen Perhubungan Laut Kemenhub Capt. Hendri Ginting. Rapat tersebut juga dihadiri oleh Kepala Bagian Hukum dan Kerjasama Luar Negeri (KSLN) Sekretariat Ditjen Perhubungan Laut serta perwakilan dari Pemerintah Belanda, Ministry of Infrastructure and Water Management.
"Rapat ini membahas pembaruan Nota Kesepahaman mengenai Sertifikat Kompetensi dan Pelatihan Pelaut, yang perlu diperbarui agar sesuai dengan aturan STCW Amandemen 2010," ujar Hendri Ginting dalam keterangan di Jakarta, Senin.
Indonesia dan Belanda telah meratifikasi Konvensi STCW 1978, sehingga kerja sama dalam hal pengakuan sertifikat kompetensi pelaut menjadi sangat penting. Pembaruan MoU ini mengacu pada Regulasi I/10 Konvensi STCW.
"Sehubungan dengan hal tersebut di atas, Pemerintah Indonesia cq. Direktorat Jenderal Perhubungan Laut selaku Administrator bidang pelayaran bermaksud untuk memperbaharui Nota Kesepahaman agar pelaut-pelaut Indonesia yang bekerja di kapal-kapal berbendera Belanda atau sebaliknya masih dapat bekerja di atas kapal," ujarnya.
Hendri Ginting menyampaikan bahwa data dari sistem buku pelaut daring menunjukkan banyak pelaut Indonesia bekerja di kapal berbendera Belanda. Sebaliknya, ada juga pelaut Belanda yang bekerja di kapal berbendera Indonesia dalam rangka alih teknologi.
"Hal ini menggarisbawahi pentingnya pembaruan MoU untuk memastikan kelangsungan kerja sama dan pengakuan sertifikasi," ungkapnya.
Pembaruan MoU ini juga didorong oleh The IMO Member State Audit Scheme (IMSAS) yang mulai berlaku wajib pada Januari 2016. Tujuan IMSAS adalah memastikan pemenuhan instrumen IMO, termasuk Konvensi STCW. Oleh karena itu, pembaruan MoU ini akan mencakup penyesuaian regulasi terkait sertifikasi kesehatan pelaut sesuai dengan regulasi I/9 Konvensi STCW.
Indonesia telah mengajukan rancangan awal MoU yang mencakup klausul baru terkait sertifikasi kesehatan pelaut. Draf ini saat ini sedang dibahas oleh pihak hukum Belanda. Kedua negara berencana menandatangani MoU yang diperbarui pada bulan September 2024.
"Pembaruan MoU ini diharapkan dapat memperkuat kerja sama antara Indonesia dan Belanda dalam bidang perkapalan dan kepelautan, serta memastikan bahwa pelaut dari kedua negara dapat bekerja dengan standar kompetensi dan keselamatan yang tinggi," tutupnya.