Melihat Lhasa dari dekat, "Tanah Suci" repositori ajaran Buddhisme Tibet
Beijing (ANTARA) - Dari jauh, bangunan warna putih dan merah nan megah yang disandingkan dengan warna biru langit itu sangat menggoda untuk segera dimasuki.
Menjulang tinggi di ketinggian 3.750 meter di atas permukaan laut (dpl), bangunan bernama Istana Potala menjadi situs yang tidak bisa dilewatkan untuk didatangi bila berkunjung ke Kota Lhasa, Ibu Kota Daerah Otonom Xizang atau lebih dikenal sebagai Tibet.
Seluruh struktur bangunan seluas 36 ribu meter persegi dengan tinggi keseluruhan 115,7 meter itu dibuat dari tanah liat, kayu, dan batu tanpa menggunakan besi untuk konstruksinya. Ada lebih dari seribu ruang termasuk kapel, aula, dan berbagai ruangan lain.
Luas bangunan Istana Potala membentang dari timur ke barat sepanjang 400 meter dan 350 meter dari utara ke selatan dengan arsitektur gaya Buddha Tibet, serta pengaruh dari China, India, dan Nepal.
Konstruksi bangunan yang memiliki 13 tingkat di puncak Bukit Merah (Marpo Ri), menghadap Lembah Lhasa dari ketinggian 130 meter sehingga dari Istana Potala dapat melihat suasana Kota Lhasa dengan leluasa.
Namun, untuk mencapai ke istana tersebut pengunjung butuh kekuatan fisik. Selain karena Lhasa sendiri berada di ketinggian 3.650 meter sehingga pengunjung harus sudah mengalami aklimatisasi atau penyesuai diri dengan kadar oksigen yang tipis, tangga menuju tingkat-tingkat teratas Istana Potala pun cukup terjal.
Dengan "pengorbanan" napas dan fisik demi mencapai Istana Potala, pengunjung tentu ingin mengabadikan isi dari bangunan yang awalnya didirikan pada abad ke-7 Masehi itu. Sayangnya, pengunjung dilarang memotret, mengenakan penutup kepala, dan memakai kacamata hitam di dalam ruangan. Area berfoto hanya boleh dilakukan di luar ruangan.
Para biksu maupun petugas keamanan bersiaga di berbagai lokasi istana sehingga jangan coba-coba untuk nekat untuk memotret, apalagi mengambil video.
Karena dilarang memotret maka pengunjung dapat fokus untuk mendengarkan penjelasan pemandu wisata mengenai ruang-ruang di Istana Potala.
Labirin Istana Potala
Pemandu wisata menyebut, awalnya Istana Potala didirikan oleh Kaisar Songtsen Gampo untuk menyambut pengantinnya, Putri Wencheng dari Dinasti Tang Kekaisaran China di Shandong pada 637 Masehi.
Namun keseluruhan istana baru dibangun pada masa pemerintahan Dalai Lama kelima, Ngawang Lobsang Gyatso, pada 1645-1694.
Terdapat dua bangunan utama yaitu Istana Putih sebagai tempat pemerintahan sekaligus kediaman musim dingin Dalai Lama. Dalai Lama berkantor di lantai 12 Istana Putih. Di lantai tersebut juga ada ruang pertemuan yang hanya dapat dimasuki oleh biksu dengan jabatan tinggi untuk berdiskusi soal politik.
Bangunan kedua adalah Istana Merah yang menjadi lokasi ibadah dan studi agama Buddha. Ribuan peziarah kerap mendatangi lokasi tersebut untuk memanjatkan doa.
Di Istana Merah juga tersimpan patung Buddha terbesar yang ada di Istana Potala. Selain itu ada juga lebih dari 3.700 patung Buddha dengan usia paling tua berasal dari 1.600 tahun lalu dan yang terkecil seukuran lidah manusia. Kekayaan lain adalah 10.000 lukisan, 698 mural, ratusan naskah Buddha, serta harta benda termasuk stupa-stupa emas tempat peristirahatan terakhir delapan Dalai Lama.
Misalnya, Dalai Lama kelima diabadikan dalam stupa di bagian barat Istana Merah. Stupa ini setinggi lima lantai dilapisi dengan emas hingga 3.000 kilogram dan bertatahkan batu semi-mulia dalam jumlah besar.
Lukisan mural yang menutupi dinding istana juga tersebar guna menggambarkan kehidupan keagamaan dan kisah sejarah.
Namun, sejak pemberontakan pada 1959, Dalai Lama Ke-14 atau Tensin Gyatso melarikan diri ke Dharmasala, India, sehingga Istana Potala tidak lagi menjadi tempat tinggal Dalai Lama. Saat ini pemerintah China menjadikan Istana Potala sebagai museum negara dan tetap menjadi situs ziarah penting.
Untuk menjaga konstruksi bangunan, pemerintah hanya membolehkan 7.000 turis datang setiap harinya selama 11 jam waktu operasional istana.
Ruang-ruang di Istana Potala juga cenderung temaram dengan lampu memancarkan terang kuning sophia atau hanya diterangi cahaya lilin dari lemak yak yang dibakar. Bau dupa yang dibakar di sejumlah sudut ruangan juga makin mengesankan sisi magis Istana Potala.
Biara-biara di Lhasa
Di Lhasa, atau berarti "Tanah Suci" atau "Tempat Para Dewa" dalam bahasa Tibet, Istana Potala bukanlah menjadi satu-satunya bangunan suci yang menarik untuk dikunjungi.
Dengan sejarah panjang lebih dari 1.300 tahun, Lhasa memiliki banyak tempat wisata budaya termasuk Istana Potala, Kuil Jokhang, Biara Sera, hingga Danau Namco.
Keberadaan biara-biara tersebut tidak bisa lepas dari perkembangan agama Buddha Tibet.
Agama Buddha datang ke Tibet dari China tengah, India, dan Nepal pada abad ke-7. Untuk bertahan dan berkembang, agama Buddha mengambil bentuk dan tradisi kepercayaan Bon (kepercayaan lokal) sehingga berkembang menjadi apa yang dikenal sebagai "Buddhisme Tibet" di wilayah Tibet, India, Siberia Selatan, dan Mongolia.
Pada 617-649 Masehi, Kaisar Songtsen Gampo menaklukkan Zhangzhung, kerajaan di barat Tibet tempat aliran Bon berasal. Sesuai kebiasaan saat itu, untuk membuat persekutuan dengan kerajaan lain, maka dilakukan perkawinan sehingga Songtsen Gampo menikah dengan perempuan dari China, Nepal, dan Zhangzhung. Tiap istri membawa ajaran agama masing-masing, termasuk Buddha dari China dan Nepal.
Songtsen Gampo juga mendirikan 13 kuil Buddha di tempat-tempat yang dipilih khusus karena kepercayaan bahwa wilayah Tibet saat itu adalah iblis perempuan dengan posisi telentang sehingga lokasi-lokasi candi dipilih untuk melenyapkan roh-roh jahat yang dapat mengancam kekuasaan Songtsen-gampo.
Buddhisme Tibet memiliki empat aliran besar yaitu Gelug (berkembang pada 1409), Kagyu (abad ke-11), Sakya (mulai pada 1073), dan Nyingma (sekitar abad ke-8). Ajaran ini juga percaya adanya reinkarnasi Buddha hidup. Hingga 2023, terdapat 93 reinkarnasi Buddha hidup baru telah disetujui pemerintah pusat China.
Salah satu kuil Buddha terbesar terletak di Kota Lhasa atau yang pada masa kuno adalah "Rasa" (Ra-sa, tempat domba-domba).
Salah satu kuil besar di Lhasa adalah Kuil Jokhang yang dibangun pada pertengahan abad ke-7 (647 M) pada masa kejayaan Kerajaan Tubo.
Dengan usia lebih dari 1.300 tahun, kuil tersebut adalah bangunan tanah dan kayu tertua seluas 25.100 meter persegi yang masih ada di Xizang. Desainnya memadukan unsur Tibet, Tang, Nepal, dan India.
Reputasi Lhasa sebagai "Tanah Suci" sendiri terkait dengan patung Buddha Tidur (patung Sakyamuni pada usia 12 tahun) di Kuil Jokhang yang dibawa Putri Wencheng ke Xizang sehingga menjadikan Kuil Jokhang sebagai yang tertinggi dalam agama Buddha Tibet.
Upacara "pengundian dari guci emas", yang merupakan bagian dari proses konfirmasi reinkarnasi Buddha hidup, selalu diadakan di Kuil Jokhang yang berada di pusat kota tua Lhasa.
Sekali lagi, pengunjung dilarang untuk mengambil foto atau video saat berada di dalam ruangan di Kuil Jokhang dan hanya bisa memotret di luar ruangan.
Saat wartawan ANTARA datang ke Kuil Jokhang, tampak para penganut agama Buddha Tibet mengantre masuk ke berbagai ruangan di Kuil Jokhang untuk bersembahyang ke Buddha Shakyamuni. Bagi para penganut agama tidak dipungut bayaran untuk beribadah, namun bagi turis ditarik bayaran.
Laba Dunzhu, biksu sekaligus pemandu wisata di kuil tersebut, menyebut Kuil Jokhang pertama dibangun pada 649 Masehi dan kemudian direnovasi pada 1409. Tiap hari, setidaknya 7-8 ribu orang mengantre untuk beribadah ke kuil tersebut.
Terdapat 115 biksu yang berada di kuil tersebut dengan kegiatan rutin adalah berkumpul dan berdoa mulai pukul 17.00 waktu setempat.
Budhisme Tibet, menurut Laba Dunzhu, berfokus pada doa bagi seluruh penduduk Bumi agar tidak saling menyakiti dan menunjukkan belas kasihan.
Kuil Jokhan sendiri berdiri persis di sebelah Jalan Barkhor yaitu jalan utama Kota Lhasa yang juga sudah berusia 1.300 tahun.
"Barkhor", berarti "melewati lorong" dalam bahasa Tibet, adalah salah satu dari tiga jalur mengelilingi di Lhasa. Keliling jalan tersebut dapat mencapai lebih dari 1.000 meter dan terdiri atas 35 sub-jalan dan gang.
Jalan itu juga menjadi "jalur ibadah" pada waktu tertentu saat malam hari. Para peziarah dari berbagai daerah mulai berjalan sepanjang sirkuit Jalan Barkhor searah jarum jam sambil memutar roda doa (wheeling pray) maupun dengan berlutut hingga bersujud ke tanah.
Selain Kuil Jokhan, masih ada juga Biara Sera yang terletak di kaki Gunung Serawuzi, 3 kilometer sebelah utara Istana Potala.
"Sera" berarti mawar liar dalam bahasa Tibet. Legenda mengatakan bahwa ketika biara dibangun, biara itu ditutupi dengan bunga mawar liar sehingga dinamakan Biara Sera.
Di bagian belakang Biara Sera terdapat "halaman berdebat" (debating courtyard) tempat biksu-biksu yang belajar di biara tersebut melakukan tanya jawab di bawah pepohonan.
Sebanyak 485 biksu di Biara Sera dapat berdebat dan bahkan dengan gestur bertepuk tangan sebagai bentuk desakan untuk memberikan jawaban.
Dengan segala kemegahan dan jejak panjang sejarahnya, Lhasa dan berbagai biaranya pun menjadi repositori (tempat penyimpanan) ajaran Buddhisme Tibet yang sempurna.
Menjulang tinggi di ketinggian 3.750 meter di atas permukaan laut (dpl), bangunan bernama Istana Potala menjadi situs yang tidak bisa dilewatkan untuk didatangi bila berkunjung ke Kota Lhasa, Ibu Kota Daerah Otonom Xizang atau lebih dikenal sebagai Tibet.
Seluruh struktur bangunan seluas 36 ribu meter persegi dengan tinggi keseluruhan 115,7 meter itu dibuat dari tanah liat, kayu, dan batu tanpa menggunakan besi untuk konstruksinya. Ada lebih dari seribu ruang termasuk kapel, aula, dan berbagai ruangan lain.
Luas bangunan Istana Potala membentang dari timur ke barat sepanjang 400 meter dan 350 meter dari utara ke selatan dengan arsitektur gaya Buddha Tibet, serta pengaruh dari China, India, dan Nepal.
Konstruksi bangunan yang memiliki 13 tingkat di puncak Bukit Merah (Marpo Ri), menghadap Lembah Lhasa dari ketinggian 130 meter sehingga dari Istana Potala dapat melihat suasana Kota Lhasa dengan leluasa.
Namun, untuk mencapai ke istana tersebut pengunjung butuh kekuatan fisik. Selain karena Lhasa sendiri berada di ketinggian 3.650 meter sehingga pengunjung harus sudah mengalami aklimatisasi atau penyesuai diri dengan kadar oksigen yang tipis, tangga menuju tingkat-tingkat teratas Istana Potala pun cukup terjal.
Dengan "pengorbanan" napas dan fisik demi mencapai Istana Potala, pengunjung tentu ingin mengabadikan isi dari bangunan yang awalnya didirikan pada abad ke-7 Masehi itu. Sayangnya, pengunjung dilarang memotret, mengenakan penutup kepala, dan memakai kacamata hitam di dalam ruangan. Area berfoto hanya boleh dilakukan di luar ruangan.
Para biksu maupun petugas keamanan bersiaga di berbagai lokasi istana sehingga jangan coba-coba untuk nekat untuk memotret, apalagi mengambil video.
Karena dilarang memotret maka pengunjung dapat fokus untuk mendengarkan penjelasan pemandu wisata mengenai ruang-ruang di Istana Potala.
Labirin Istana Potala
Pemandu wisata menyebut, awalnya Istana Potala didirikan oleh Kaisar Songtsen Gampo untuk menyambut pengantinnya, Putri Wencheng dari Dinasti Tang Kekaisaran China di Shandong pada 637 Masehi.
Namun keseluruhan istana baru dibangun pada masa pemerintahan Dalai Lama kelima, Ngawang Lobsang Gyatso, pada 1645-1694.
Terdapat dua bangunan utama yaitu Istana Putih sebagai tempat pemerintahan sekaligus kediaman musim dingin Dalai Lama. Dalai Lama berkantor di lantai 12 Istana Putih. Di lantai tersebut juga ada ruang pertemuan yang hanya dapat dimasuki oleh biksu dengan jabatan tinggi untuk berdiskusi soal politik.
Bangunan kedua adalah Istana Merah yang menjadi lokasi ibadah dan studi agama Buddha. Ribuan peziarah kerap mendatangi lokasi tersebut untuk memanjatkan doa.
Di Istana Merah juga tersimpan patung Buddha terbesar yang ada di Istana Potala. Selain itu ada juga lebih dari 3.700 patung Buddha dengan usia paling tua berasal dari 1.600 tahun lalu dan yang terkecil seukuran lidah manusia. Kekayaan lain adalah 10.000 lukisan, 698 mural, ratusan naskah Buddha, serta harta benda termasuk stupa-stupa emas tempat peristirahatan terakhir delapan Dalai Lama.
Misalnya, Dalai Lama kelima diabadikan dalam stupa di bagian barat Istana Merah. Stupa ini setinggi lima lantai dilapisi dengan emas hingga 3.000 kilogram dan bertatahkan batu semi-mulia dalam jumlah besar.
Lukisan mural yang menutupi dinding istana juga tersebar guna menggambarkan kehidupan keagamaan dan kisah sejarah.
Namun, sejak pemberontakan pada 1959, Dalai Lama Ke-14 atau Tensin Gyatso melarikan diri ke Dharmasala, India, sehingga Istana Potala tidak lagi menjadi tempat tinggal Dalai Lama. Saat ini pemerintah China menjadikan Istana Potala sebagai museum negara dan tetap menjadi situs ziarah penting.
Untuk menjaga konstruksi bangunan, pemerintah hanya membolehkan 7.000 turis datang setiap harinya selama 11 jam waktu operasional istana.
Ruang-ruang di Istana Potala juga cenderung temaram dengan lampu memancarkan terang kuning sophia atau hanya diterangi cahaya lilin dari lemak yak yang dibakar. Bau dupa yang dibakar di sejumlah sudut ruangan juga makin mengesankan sisi magis Istana Potala.
Biara-biara di Lhasa
Di Lhasa, atau berarti "Tanah Suci" atau "Tempat Para Dewa" dalam bahasa Tibet, Istana Potala bukanlah menjadi satu-satunya bangunan suci yang menarik untuk dikunjungi.
Dengan sejarah panjang lebih dari 1.300 tahun, Lhasa memiliki banyak tempat wisata budaya termasuk Istana Potala, Kuil Jokhang, Biara Sera, hingga Danau Namco.
Keberadaan biara-biara tersebut tidak bisa lepas dari perkembangan agama Buddha Tibet.
Agama Buddha datang ke Tibet dari China tengah, India, dan Nepal pada abad ke-7. Untuk bertahan dan berkembang, agama Buddha mengambil bentuk dan tradisi kepercayaan Bon (kepercayaan lokal) sehingga berkembang menjadi apa yang dikenal sebagai "Buddhisme Tibet" di wilayah Tibet, India, Siberia Selatan, dan Mongolia.
Pada 617-649 Masehi, Kaisar Songtsen Gampo menaklukkan Zhangzhung, kerajaan di barat Tibet tempat aliran Bon berasal. Sesuai kebiasaan saat itu, untuk membuat persekutuan dengan kerajaan lain, maka dilakukan perkawinan sehingga Songtsen Gampo menikah dengan perempuan dari China, Nepal, dan Zhangzhung. Tiap istri membawa ajaran agama masing-masing, termasuk Buddha dari China dan Nepal.
Songtsen Gampo juga mendirikan 13 kuil Buddha di tempat-tempat yang dipilih khusus karena kepercayaan bahwa wilayah Tibet saat itu adalah iblis perempuan dengan posisi telentang sehingga lokasi-lokasi candi dipilih untuk melenyapkan roh-roh jahat yang dapat mengancam kekuasaan Songtsen-gampo.
Buddhisme Tibet memiliki empat aliran besar yaitu Gelug (berkembang pada 1409), Kagyu (abad ke-11), Sakya (mulai pada 1073), dan Nyingma (sekitar abad ke-8). Ajaran ini juga percaya adanya reinkarnasi Buddha hidup. Hingga 2023, terdapat 93 reinkarnasi Buddha hidup baru telah disetujui pemerintah pusat China.
Salah satu kuil Buddha terbesar terletak di Kota Lhasa atau yang pada masa kuno adalah "Rasa" (Ra-sa, tempat domba-domba).
Salah satu kuil besar di Lhasa adalah Kuil Jokhang yang dibangun pada pertengahan abad ke-7 (647 M) pada masa kejayaan Kerajaan Tubo.
Dengan usia lebih dari 1.300 tahun, kuil tersebut adalah bangunan tanah dan kayu tertua seluas 25.100 meter persegi yang masih ada di Xizang. Desainnya memadukan unsur Tibet, Tang, Nepal, dan India.
Reputasi Lhasa sebagai "Tanah Suci" sendiri terkait dengan patung Buddha Tidur (patung Sakyamuni pada usia 12 tahun) di Kuil Jokhang yang dibawa Putri Wencheng ke Xizang sehingga menjadikan Kuil Jokhang sebagai yang tertinggi dalam agama Buddha Tibet.
Upacara "pengundian dari guci emas", yang merupakan bagian dari proses konfirmasi reinkarnasi Buddha hidup, selalu diadakan di Kuil Jokhang yang berada di pusat kota tua Lhasa.
Sekali lagi, pengunjung dilarang untuk mengambil foto atau video saat berada di dalam ruangan di Kuil Jokhang dan hanya bisa memotret di luar ruangan.
Saat wartawan ANTARA datang ke Kuil Jokhang, tampak para penganut agama Buddha Tibet mengantre masuk ke berbagai ruangan di Kuil Jokhang untuk bersembahyang ke Buddha Shakyamuni. Bagi para penganut agama tidak dipungut bayaran untuk beribadah, namun bagi turis ditarik bayaran.
Laba Dunzhu, biksu sekaligus pemandu wisata di kuil tersebut, menyebut Kuil Jokhang pertama dibangun pada 649 Masehi dan kemudian direnovasi pada 1409. Tiap hari, setidaknya 7-8 ribu orang mengantre untuk beribadah ke kuil tersebut.
Terdapat 115 biksu yang berada di kuil tersebut dengan kegiatan rutin adalah berkumpul dan berdoa mulai pukul 17.00 waktu setempat.
Budhisme Tibet, menurut Laba Dunzhu, berfokus pada doa bagi seluruh penduduk Bumi agar tidak saling menyakiti dan menunjukkan belas kasihan.
Kuil Jokhan sendiri berdiri persis di sebelah Jalan Barkhor yaitu jalan utama Kota Lhasa yang juga sudah berusia 1.300 tahun.
"Barkhor", berarti "melewati lorong" dalam bahasa Tibet, adalah salah satu dari tiga jalur mengelilingi di Lhasa. Keliling jalan tersebut dapat mencapai lebih dari 1.000 meter dan terdiri atas 35 sub-jalan dan gang.
Jalan itu juga menjadi "jalur ibadah" pada waktu tertentu saat malam hari. Para peziarah dari berbagai daerah mulai berjalan sepanjang sirkuit Jalan Barkhor searah jarum jam sambil memutar roda doa (wheeling pray) maupun dengan berlutut hingga bersujud ke tanah.
Selain Kuil Jokhan, masih ada juga Biara Sera yang terletak di kaki Gunung Serawuzi, 3 kilometer sebelah utara Istana Potala.
"Sera" berarti mawar liar dalam bahasa Tibet. Legenda mengatakan bahwa ketika biara dibangun, biara itu ditutupi dengan bunga mawar liar sehingga dinamakan Biara Sera.
Di bagian belakang Biara Sera terdapat "halaman berdebat" (debating courtyard) tempat biksu-biksu yang belajar di biara tersebut melakukan tanya jawab di bawah pepohonan.
Sebanyak 485 biksu di Biara Sera dapat berdebat dan bahkan dengan gestur bertepuk tangan sebagai bentuk desakan untuk memberikan jawaban.
Dengan segala kemegahan dan jejak panjang sejarahnya, Lhasa dan berbagai biaranya pun menjadi repositori (tempat penyimpanan) ajaran Buddhisme Tibet yang sempurna.