Jakarta (ANTARA) - Pengamat politik Universitas Andalas Padang Asrinaldi menilai wacana gubernur dipilih oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) tidak bisa diterapkan secara seragam di seluruh wilayah Indonesia karena karakteristik masing-masing provinsi berbeda.
“Jadi kalau ada wacana ini saya pikir bukan DPRD yang milih. Barangkali perlu ada penataan dari Kemendagri, dibuat pemilihan kepala daerah (pilkada) simetris. Karena faktanya di DIY (Daerah Istimewa Yogyakarta) itu juga tidak dipilih gubernurnya. Jadi daerah-daerah yang rawan politik uang (money politic), rawan pengerahan aparatur, rawan pengawasan ya itu dilakukan di DPRD (pemilihannya),” kata Asrinaldi saat dihubungi di Jakarta, Selasa.
Menurut Asrinaldi, memahami Indonesia perlu secara komprehensif. Sehingga, apabila wacana gubernur dipilih oleh DPRD diberlakukan, dia mengatakan hal ini juga perlu menyesuaikan dari masing-masing daerahnya.
“Daerah-daerah yang sudah maju tingkat pendidikan masyarakatnya, kesejahteraan masyarakatnya, itu diberikan pilkada langsung. Unitarisme bukan berarti penyeragaman semua bentuk penyelenggaraan pemerintahan tapi melihat pada situasi sosial budaya dan lingkungan politik yang ada di daerahnya,” kata Asrinaldi.
Sehingga, lanjutnya, barangkali DPRD merupakan salah satu alternatif yang bisa dipilih untuk menunjuk gubernur. Namun, bukan berarti menyeragamkan seluruh Pilkada ke DPRD.
Sebelumnya, Tingginya angka golongan putih (golput) di Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Serentak 2024 memunculkan wacana gubernur dipilih melalui DPRD atau presiden mewakili pemerintah pusat.
Hal itu didasarkan biaya untuk menggelar pemilihan gubernur (pilgub) cukup tinggi, sementara partisipasi pemilih rendah.