Makassar (ANTARA) - Balai Besar Karantina Hewan, Ikan dan Tumbuhan (BBKHIT) Provinsi Sulawesi Selatan melakukan sosialisasi pencegahan wabah penyakit mulut dan kuku (PMK) pada sapi.
"Kegiatan ini merupakan sosialisasi Surat Edaran Kepala Badan Karantina Indonesia Nomor 38 Tahun 2025 tentang Peningkatan Kewaspadaan Penyebaran Penyakit Mulut dan Kuku di Provinsi Sulawesi Selatan," kata Kepala BBKHIT Sulsel Sitti Chadidjah di Makassar, Rabu.
Dia mengatakan, pentingnya sosialisasi surat edaran tersebut mengingat PMK terindikasi pada 5 kabupaten di Sulsel dan berdasarkan data Dinas Peternakan dan Kesehatan Sulsel terdapat 849 kasus yang tersebar di Kabupaten Bone, Gowa, Takalar, Toraja Utara dan Kota Palopo.
Apalagi menyusul status Sulsel kini berada pada zona merah, sehingga kolaborasi antarinstansi terkait lebih ditingkatkan, khususnya Dinas Peternakan, Dinas Perhubungan dan pemerintah daerah di 24 kabupaten/kota di Sulsel.
Lebih jauh dijelaskan Chadidjah, selain pelibatan dan kolaborasi antarinstansi, juga melibatkan mahasiswa dari Kedokteran Hewan Universitas Hasanuddin untuk membantu pemantauan ternak sapi yang terindikasi PMK.
Sementara itu, Direktur TKH Badan Karantina Indonesia Cicik Sukarsih yang membuka sosialisasi surat edaran itu secara daring mengatakan, PMK ini sangat merugikan.
"Ada potensi kerugian akibat PMK Indonesia ini, kalau kita lihat ada kurang lebih Rp9,9 triliun per tahun dan segi ekonomi, karena untuk penyakit PMK ini belum ada obatnya," katanya.
Dia mengatakan, PMK hanya bisa dicegah dengan melakukan vaksinasi dan perlakuan penanganan kesehatan ternak di lapangan.
Salah satu upaya menekan penyebaran wabah PMK, lanjut dia, melalui pengetatan pengawasan pintu masuk dan keluar ternak sapi dari tiga zona yakni zona merah, kuning dan hijau.
Sulsel sendiri sudah masuk zona merah atau status terjangkit PMK. Sementara populasi ternak sapi di Sulsel pada 2024 tercatat sekitar 1,4 juta ekor. Dari jumlah tersebut sebagian besar diantarpulaukan ke Kalimantan.
