Makassar (ANTARA) - Muhammad Yusuf Saputra, korban dugaan pemerasan disertai penganiayaan oleh oknum anggota Polri inisial Bripka A atas tuduhan membawa narkoba saat berada di Lapangan Galesong, Kabupaten Takalar, meminta bantuan pendampingan hukum ke Kantor Lembaga Bantuan Hukum Makassar, Sulawesi Selatan.
"Tadi korban datang memohon pendampingan hukum di kantor. Sudah diambil keterangannya dan besok kita lanjutkan lagi (memberi keterangan)," kata Kepala Divisi Advokasi Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Makassar Muhammad Ansar saat dikonfirmasi di Makassar, Senin malam.
Korban Yusuf bersama keluarganya mendatangi Kantor LBH Makassar untuk memohon pendampingan hukum atas dugaan mendapatkan perbuatan tidak menyenangkan dari oknum polisi, bahkan dituduh membawa narkoba, dan sempat dianiaya hingga diperas pelaku.
"Tindakan yang dilakukan oknum aparat ini adalah tindakan keji, merendahkan harkat dan martabat korban sebagai seorang manusia. Ini merupakan pelanggaran serius terhadap hak asasi manusia yang harus ditindak secara tegas," ujarnya.
Dari hasil keterangan yang diperoleh, kata Ansar, kasus dugaan pemerasan itu terjadi pada Senin, 27 Mei 2025, sekitar pukul 20.00 WITA. Saat itu korban bersama rekannya duduk-duduk di Lapangan Larigau, Galesong, Takalar, menikmati pasar malam.
Secara tiba-tiba, ada enam orang mengenakan kaos sekaligus masker dan helm datang menghampiri mereka. Salah seorang langsung mencekik leher korban sambil menodongkan senjata jenis laras panjang.
Korban Yusuf sempat bertanya kepada orang tersebut, lalu dijawab mereka polisi dan mengeluarkan kata-kata ancaman, " Mana sisanya?"
Ketika korban menjawab sisa apa, orang yang diduga oknum polisi itu lantas bertanya balik dan meminta korban tidak berbohong.
Selanjutnya, korban dibawa ke tempat gelap dan dipaksa mengakui kalau narkoba tembakau sintetis yang dibungkus lakban dan dikeluarkan oknum dari jaketnya itu adalah miliknya, tetapi korban tidak mengakuinya.
Selain dipaksa, korban mengaku dianiaya para pelaku, bahkan digeledah sampai ditelanjangi. Namun, tidak ada barang yang dimaksud. Korban bahkan diancam akan ditembak kalau tidak mau mengaku.
Para pelaku kemudian membawa korban ke lokasi Galesong Utara, depan salah satu kafe, dengan mobil. Di tempat itu, korban kembali diinterogasi, dipaksa mengakui dan terus diancam.
Akan tetapi, korban Yusuf bersikukuh bahwa barang itu bukan miliknya. Korban bahkan disekap beberapa jam oleh pelaku.
Ia baru dilepas sekitar pukul 04.30 WITA dengan syarat membayar Rp15 juta. Namun, keluarga korban tidak menyanggupi sampai negosiasi harga turun menjadi Rp5 juta.
Hanya saja, keluarga korban cuma mempunyai uang Rp1 juta dan uang itu lalu diambil pelaku, kemudian korban dilepaskan.
Karena merasa curiga, korban bersama keluarganya melaporkan kasus itu ke Polsek Galesong pada Selasa (28/5). Tetapi, laporan itu terkesan ditolak, kemudian korban disuruh pulang dan nanti dilakukan mediasi untuk mempertemukan korban dengan pelaku.
Kendati ada upaya lobi-lobi, pihak keluarga korban tidak ingin berdamai, walaupun pelaku oknum anggota Polri itu bahkan ingin mengembalikan uang yang diambilnya sebesar Rp1 juta.
Selanjutnya, korban Yusuf dan keluarganya ke Polres Takalar melaporkan kejadian kasus pemerasan itu.
"Terhadap kasus yang dialami oleh korban, kami mendesak agar Komnas HAM memberikan atensinya dan LPSK (Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban) memberikan pelayanan bagi korban," kata Ansar.
Sebelumnya, Kepala Polrestabes Makassar Komisaris Besar Polisi Arya Perdana menyatakan bahwa terduga pelaku pemerasan warga bertugas di Polrestabes Makassar dan saat ini sudah diamankan pada ruangan khusus.
Ia berjanji menjatuhkan sanksi seberat-beratnya kepada pelaku jika terbukti melakukan tindak pemerasan itu.