Makassar (ANTARA) - Dalam Seminar Internasional yang diselenggarakan UIN Alauddin Makassar, Senin (17/11), Menteri Agama RI Prof. Nasaruddin Umar menyampaikan pemaparan komprehensif yang memuat sejumlah poin utama mengenai arah keislaman Indonesia, posisi bangsa dalam percaturan dunia Islam, serta komitmen pemerintah terhadap isu kemanusiaan global, khususnya Palestina.
Ia juga menekankan pentingnya kerja kolektif lintas bangsa dan lintas budaya.
Menurutnya, dengan lebih dari 245 juta muslim dan bentang geografis yang menyambungkan arus barat dan timur, Indonesia memiliki modal demografis dan modal spiritual yang tidak dimiliki kawasan lain.
"Letak Indonesia adalah titik silang peradaban dunia. Di mana jalur dunia bergerak, di situ Indonesia berdiri sebagai simpul,” tuturnya.
Di tengah pidatonya, Nasaruddin mengutip sebuah kaidah fikih klasik yang menggema sebagai pesan moral untuk bangsa,
“Ma la yudraku kulluhu la yutraku kulluhu", jika sebuah tujuan belum bisa diraih sepenuhnya, bagian yang mungkin dicapai tetap wajib dilakukan,” tuturnya.
Ia menafsirkan prinsip itu sebagai pedoman kebangsaan, bahwa Indonesia tidak perlu menunggu kesempurnaan untuk melangkah karena kemajuan adalah proses bertahap.
“Kementerian Agama adalah melting pot (kuali pelebur) bangsa ini. “Di situlah seluruh identitas keagamaan bertemu dan berdialog secara setara demi masa depan Indonesia," lanjutnya.
Baca juga: Menteri Agama siapkan forum memperkuat konsep solusi perdamaian di Gaza Palestina
Dalam kesempatan itu, Menag juga menyinggung metode pendidikan pondok pesantren yang sering disalahpahami sebagian orang. Ia meluruskan bahwa tradisi cium tangan bukanlah simbol feodalisme, tetapi pembentukan adab dan ketaatan moral, agar kelak santri yang turun ke masyarakat mampu menghormati orang tua, pemimpin, dan sesama.
Menag juga menyoroti stagnasi perkembangan dunia Islam di Timur Tengah yang masih dililit konflik panjang. Karena itu, ia melihat Asia Tenggara dengan Indonesia sebagai poros sebagai calon pusat peradaban Islam modern.
“Selama ketidakadilan terus berlangsung di beberapa kawasan, peradaban sulit tumbuh. Indonesia punya ruang, stabilitas, dan kreativitas untuk menjadi episentrum baru,” tegasnya.
Baca juga: Jadi episentrum dialog global, UIN Alauddin Makassar hadirkan tokoh dunia
Kegiatan yang digelar UIN Alauddin ini menempatkan Makassar sebagai salah satu pusat penting diskursus Islam internasional di kawasan Indonesia Timur.
Antusiasme peserta yang memenuhi auditorium mencerminkan tingginya minat publik terhadap isu kemanusiaan, demokrasi, dan masa depan dunia Islam.
Seminar ditutup dengan seruan Menag agar masyarakat Indonesia terus menjaga tradisi toleransi, menguatkan peran sebagai bangsa egaliter, dan tidak pernah berhenti menghadirkan solidaritas kepada Palestina.

