Makassar, (Antaranews Sulsel) - Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Selatan menyebutkan sebanyak 10 penderita penyakit Demam Berdarah Dengue (BDB) di wilayah itu dinyatakan meninggal dunia sepanjang Januari 2019.

Pelaksana Kepala Dinas Kesehatan Bachtiar Baso di Makassar, Kamis, mengatakan, ke-10 korban meninggal itu berasal dari Kabupaten Maros (satu orang), Soppeng (2), Wajo (1), Makassar (1) serta terbanyak dari Kabupaten Pangkep dengan lima orang.

Dinkes Sulsel merespons dengan membentuk tim gerak cepat (TGC) untuk penanggulangan dan antisipasi deman berdarah dengue (DBD) di Sulsel sepanjang Januari 2019.

"Ini keprihatinan kita untuk mewaspadai di Dinas Kesehatan. Kami ada namanya di Dinkes tim gerak cepat atau TGC," kata Bachtiar Baso.

Ia menjelaskan, TGC ini akan siaga selama 1x24 jam. Tim ini disiapkan untuk mengantisipasi penangulangan DBD.

Di Sulsel seluruh rumah sakit untuk mengantisipasi jika terdapat kasus DBD untuk segera ditangani.

"Di Sulsel ada 105 rumah sakit, dan kami minta rumah sakit yang ada di daerah itu memberikan ruang kepada seluruh penderita demam berdarah. Tidak boleh satupun rumah sakit mengalami penolakan," sebutnya.

Karena, kata dia, jika tidak ditangani dengan cepat bisa berakibat fatal. Dia menjelaskan, trombosit akan turun, jika turun berarti nyawa akan terancam.

Dia juga meminta masyarakat untuk selalu menjaga kebersihan lingkungan apalagi di musim penghujan.

"Kepada masyarakat hendaknya selalu menjaga kebersihan lingkungan. Apalagi di musim penghujan ini, dan menghindari gigitan nyamuk," ujarnya.

Sedangkan situasi arbovirosis (penyakit akibat nyamuk arbovirosis). Penyakit-penyakit yang tergolong dalam penyakit akibat nyamuk arbovirosis meliputi penyakit seperti demam berdarah dengue dan chikungunyah.

Untuk tahun 2017 di Sulsel, jumlah kasus DBD 1.737 penderita dan jumlah kematian 13 orang, sedangkan tahun 2018 jumlah kasus 2.141 penderita dan jumlah kematian 19 orang.

Untuk itu, Dinkes Sulsel dengan rencana program arbovirosis untuk menanggulangan penyakit ini adalah dengan melakukan kewaspadaan dengan telah membuat surat edaran ke kabupaten/kota dan ditindaklanjuti ke Puskesmas.

Penguatan tatalaksana kasus penyakit arbovirosis bagi dokter dan paramedis Puskesmas.

Kegiatan fogging fokus, untuk antisipasi penyebaran kasus semakin meluas dan pembagian bubuk abate pembunuh jentik. Sosialisasi gerakan 1 rumah 1 jumantik dan pengendalian vektor arbovirosis di kabupaten kota.

"Dengan pendekatan keluarga, memantau keberadaan jentik di setiap rumah tangga," ujarnya.

Kewaspadaan dini dan siap melakukan respon yang dilakukan secara rutin oleh seluruh Puskesmas melalui pengiriman SMS setiap minggu dan memantau adanya alert yang muncul.

Peningkatan kapasitas bagi petugas laboratorium PKM untuk penegakan diagnosis penyakit DBD. Monitoring evaluasi program arbovirosis bagi pengelola program kabupaten/kota.

Pembentukan Posko siaga DBD dan memantau kasus DBD di bulan Januari perhari dengan menerima laporan dari kabupaten/kota dan melakukan umpan balik untuk ketepatan dan kevalidan laporannya.

Serta, mempersiapkan tim gerak cepat utk memonitoring kasus berpotensi kejadian luar biasa (KLB) dan merespon adanya peningkatan kasus.

Pewarta : Abdul Kadir
Editor : M Darwin Fatir
Copyright © ANTARA 2024