Jakarta (ANTARA) - PDI Perjuangan, partai berlambang banteng gemuk dengan atribut sebagai partainya wong cilik, memenangi perolehan suara secara nasional dalam pemilu serentak 17 April 2019.
Setidaknya begitulah hasil hitung cepat dari berbagai lembaga survei. Tidak hanya menjadi partai penyokong utama bagi kemenangan pasangan capres dan cawapres, Joko Widodo dan Ma'ruf Amin, PDI Perjuangan juga berada di puncak keunggulan.
Bila hasil hitung cepat dari berbagai lembaga survei yang telah disebarluaskan ke publik pada Rabu (17/4), sesuai dengan hasil resmi dari Komisi Pemilihan Umum (KPU) kelak tentang hasil perolehan suara partai-partai politik peserta Pemilu serentak 17 April 2019, untuk ketiga kalinya, PDI Perjuangan, memenangi kompetisi meraup suara rakyat.
Sebelumnya, partai yang sudah dipimpin oleh Megawati Soekarnoputeri selama 26 tahun ini, secara meyakinkan resmi unggul lima tahun lalu pada Pemilu Legislatif 9 April 2014 dan Pemilu pertama era reformasi pada 7 Juni 1999. Kemenangannya pada Pemilu 2014 juga mampu mengantarkan calon presiden yang diusungnya, Joko Widodo yang saat itu menjabat Gubernur DKI Jakarta, melenggang ke Istana Merdeka dan Istana Negara sebagai Presiden.
Pada Pemilu 2014, PDI Perjuangan berhasil mengantongi 23.681.471 suara atau 18,95 persen dari 124.972. 491 suara sah dan menduduki 109 kursi atau 19,46 persen dari 560 kursi di DPR RI.
Kemenangan PDI Perjuangan pada pemilu kali ini sebenarnya sudah diduga, apalagi pemilu dilakukan secara serentak dalam satu waktu memilih Presiden/Wakil Presiden, DPR RI, DPD RI, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota.
PDI Perjuangan diperkirakan bakal mendominasi perolehan kursi dari 575 kursi di DPR RI yang diperebutkan oleh 16 partai politik tingkat nasional pada Pemilu 2019 ini.
Kemenangan partai itu tak terlepas dari kepemimpinan yang kuat.
Ya, Megawati Sukarnoputeri, anak Proklamator dan Presiden pertama, Sukarno, memang telah memimpin partai selama 26 tahun, sejak masih bernama Partai Demokrasi Indonesia (PDI) dalam Kongres Luar Biasa di Asrama Haji Sukolilo, Surabaya, Jatim pada 2-6 Desember 1993.
Kemenangan partainya pada Pemilu 1999, di atas kertas bisa mengantarkan dia sebagai Presiden. Saat itu, PDI Perjuangan 35.689.073 suara atau 33,74 persen dari 105,7 juta suara sah dengan menduduki 153 kursi atau 33,12 persen dari 462 kursi DPR RI.
Namun, melalui Sidang Umum MPR tahun itu, hanya mengantarkan dia sebagai Wakil Presiden karena kalah bersaing mendapatkan suara anggota MPR dalam Pemilihan Presiden, yang dimenangkan oleh Abdurrahman Wahid, untuk periode 1999-2004. Megawati menjadi Presiden pada 2001 setelah Abdurrahman Wahid dilengserkan melalui Sidang Istimewa MPR.
Kita kembali kepada hasil hitung cepat (quick count) dari berbagai lembaga survei. Versi lembaga survei dari LSI Denny JA hingga pukul 23.40 WIB dengan data masuk hingga 96,55 persen, misalnya, menempatkan PDI Perjuangan dengan meraih 19,86 persen suara.
Begitu pula dengan hasil hitung cepat Indo Barometer yang membuat partai banteng ini berada di puncak dengan meraih 19,54 persen setelah data yang masuk sebesar 83,75 persen.
Sementara versi Indikator Politik menunjukkan PDI Perjuangan teratas dengan mengantongi 19,11 persen suara setelah data masuk hingga 88,71 persen, dan versi Charta Politika menggambarkan partai itu menjuarai persaingan dalam pesta demokrasi dengan menguasai 19,83 persen suara setelah data masuk hingga 89,70 persen.
Bila hasil hitung cepat ini sesuai dengan hasil resmi dari Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI yang akan ditetapkan pada bulan depan, besaran persentase suara yang diraih PDI Perjuangan tak bakal terkejar oleh partai-partai pesaing lainnya.
Partai Gerindra yang berada di peringkat kedua (naik setingkat dibanding hasil resmi Pemilu 2014), meraih suara pada kisaran 12,33 persen hingga 13,74 persen versi empat lembaga survei itu.
Partai Golkar, partai penguasa rezim Orde Baru, anjlok setingkat ke posisi ketiga, dibanding hasil resmi Pemilu 2014, menggondol suara pada rentang 10,97 persen sampai 12,29 persen.
Sejumlah partai baru, seperti Perindo, PSI, Garuda, dan Berkarya, dari hasil hitung cepat, bakal tak bisa melenggangkan calon-calon anggota legislatifnya ke Senayan untuk menjadi wakil rakyat di DPR RI karena mendapat perolehan suara di bawah empat persen, sebagai ambang batas memperoleh kursi di DPR RI.
Berdasarkan hasil hitung cepat dari Charta Politika, Perindo hanya meraih 2,47 persen, PSI 2,13 persen, Partai Garuda 0,52 persen, dan Partai Berkarya yang dipimpin putra bungsu penguasa Orde Baru, Soeharto, yakni Hutomo Mandala Putra alias Tommy Soeharto, hanya meraih 1,97 persen. Hasil hitung cepat dari tiga lembaga survei lainnya juga menunjukkan perolehan persentase suara yang nyaris sama dengan angka-angka tersebut.
Sementara partai yang telah berpengalaman mengikuti pemilu-pemilu sebelumnya, juga bakal menjadi partai gurem karena takkan mendapat kursi di DPR RI, seperti Partai Hanura 1,82 persen, PBB 0,86 persen, dan PKPI 0,37 persen. Itu hasil hitung cepat dari Denny JA, juga tak jauh berbeda dengan hasil yang ditunjukkan oleh Charta Politika, Indikator, dan Indo Barometer.
Hal biasa
Dugaan bahwa PDI Perjuangan bakal memenangi Pemilu 2019 sudah diketahui sekitar setahun terakhir ini dengan pengungkapan berbagai jajak pendapat atau polling dari berbagai lembaga survei.
Partai itu menjadi satu-satunya partai yang mendapatkan efek dampak dari ekor jas (coat-tail effect), sebuah istilah politik, untuk menggambarkan bahwa calon presiden yang diusung oleh PDI Perjuangan dapat berdampak baik atau mengangkat performa bagi partai itu untuk mendapatkan suara rakyat sebanyak-banyaknya untuk menempatkan calon-calon anggota legislatif di lembaga perwakilan rakyat.
Dengan mengusung Joko Widodo, terbukti telah mengangkat PDI Perjuangan memenangi pemilu, bahkan sejak Pemilu 2014.
Bagaimana reaksi Megawati? Presiden kelima RI itu justru mengungkapkan pernyataan yang normatif tetapi memiliki makna mendalam yang bisa menjadi pelajaran berharga pagi setiap politisi.
Wanita kelahiran Yogyakarta 23 Januari 1947 itu mengingatkan peserta pemilu bahwa menang atau kalah dalam pemilu adalah hal biasa yang harus diterima dengan jiwa besar.
"Pemilu adalah pesta demokrasi yang sepatutnya disambut dengan riang gembira," kata Megawati seusai memberikan hak pilihnya di TPS 62 Kelurahan Kebagusan di sekitar kediaman pribadinya di Jalan Kebagusan IV Nomor 45 Jakarta Selatan.
Megawati menjadi satu-satunya politisi wanita yang telah 33 tahun menjalani karir politik praktis sejak menjadi fungsionaris di DPC PDI Jakarta Selatan tahun 1986, bertahan hingga kini.
Bagi wanita bernama lengkap, Dyah Permata Megawati Setyawati Sukarnoputri ini, pemilu adalah proses demokrasi untuk memilih pemimpin, yang dipilih langsung oleh rakyat.
Siapapun pemimpin yang terpilih adalah pemimpin pilihan rakyat. Sebaliknya, siapapun pemimpin yang tidak terpilih, agar menerimanya dengan jiwa besar.
Megawati juga menceritakan dirinya pernah tampil sebagai peserta pemilu, yakni Pemilu Presiden 2004 dan Pemilu Presiden 2009 tetapi gagal untuk memenangi pemilu. "Meskipun tidak menang, saya menerimanya dengan jiwa besar," katanya.
Oleh karena itu, kata dia, siapapun yang menangkan Pemilu 2019, harus merangkul semua pihak, sedangkan siapapun yang gagal dalam harus menerimanya dengan jiwa besar. Tidak boleh marah.
"Pilihan yang diberikan langsung oleh rakyat, akan menentukan siapa pemimpin nasional selama lima tahun ke depan, serta bagaimana masa depan Indonesia," kata Ketua Dewan Pengarah Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) ini.
Soal pilihan, tidak melihat siapa orangnya, tetapi melihat kinerjanya. "Hendaknya memilih yang terbaik untuk pembangunan negara," katanya.
Ya, dengan pengalaman menyelenggarakan 11 kali pemilu legislatif sejak tahun 1955 dan tiga kali Pemilu Presiden sejak 2004.
Pemilu 17 April 2019 merupakan pengalaman pertama bagi bangsa demokratis terbesar pertama di Asia dan terbesar ketiga di dunia ini. Untuk pertama kalinya rakyat secara serentak dalam satu waktu memilih pasangan presiden dan wakil presiden serta wakil rakyat di pusat dan daerah.
PDI Perjuangan tampaknya bakal memecahkan rekor baru sebagai partai pemenang pemilu pertama serentak ini.
Setidaknya begitulah hasil hitung cepat dari berbagai lembaga survei. Tidak hanya menjadi partai penyokong utama bagi kemenangan pasangan capres dan cawapres, Joko Widodo dan Ma'ruf Amin, PDI Perjuangan juga berada di puncak keunggulan.
Bila hasil hitung cepat dari berbagai lembaga survei yang telah disebarluaskan ke publik pada Rabu (17/4), sesuai dengan hasil resmi dari Komisi Pemilihan Umum (KPU) kelak tentang hasil perolehan suara partai-partai politik peserta Pemilu serentak 17 April 2019, untuk ketiga kalinya, PDI Perjuangan, memenangi kompetisi meraup suara rakyat.
Sebelumnya, partai yang sudah dipimpin oleh Megawati Soekarnoputeri selama 26 tahun ini, secara meyakinkan resmi unggul lima tahun lalu pada Pemilu Legislatif 9 April 2014 dan Pemilu pertama era reformasi pada 7 Juni 1999. Kemenangannya pada Pemilu 2014 juga mampu mengantarkan calon presiden yang diusungnya, Joko Widodo yang saat itu menjabat Gubernur DKI Jakarta, melenggang ke Istana Merdeka dan Istana Negara sebagai Presiden.
Pada Pemilu 2014, PDI Perjuangan berhasil mengantongi 23.681.471 suara atau 18,95 persen dari 124.972. 491 suara sah dan menduduki 109 kursi atau 19,46 persen dari 560 kursi di DPR RI.
Kemenangan PDI Perjuangan pada pemilu kali ini sebenarnya sudah diduga, apalagi pemilu dilakukan secara serentak dalam satu waktu memilih Presiden/Wakil Presiden, DPR RI, DPD RI, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota.
PDI Perjuangan diperkirakan bakal mendominasi perolehan kursi dari 575 kursi di DPR RI yang diperebutkan oleh 16 partai politik tingkat nasional pada Pemilu 2019 ini.
Kemenangan partai itu tak terlepas dari kepemimpinan yang kuat.
Ya, Megawati Sukarnoputeri, anak Proklamator dan Presiden pertama, Sukarno, memang telah memimpin partai selama 26 tahun, sejak masih bernama Partai Demokrasi Indonesia (PDI) dalam Kongres Luar Biasa di Asrama Haji Sukolilo, Surabaya, Jatim pada 2-6 Desember 1993.
Kemenangan partainya pada Pemilu 1999, di atas kertas bisa mengantarkan dia sebagai Presiden. Saat itu, PDI Perjuangan 35.689.073 suara atau 33,74 persen dari 105,7 juta suara sah dengan menduduki 153 kursi atau 33,12 persen dari 462 kursi DPR RI.
Namun, melalui Sidang Umum MPR tahun itu, hanya mengantarkan dia sebagai Wakil Presiden karena kalah bersaing mendapatkan suara anggota MPR dalam Pemilihan Presiden, yang dimenangkan oleh Abdurrahman Wahid, untuk periode 1999-2004. Megawati menjadi Presiden pada 2001 setelah Abdurrahman Wahid dilengserkan melalui Sidang Istimewa MPR.
Kita kembali kepada hasil hitung cepat (quick count) dari berbagai lembaga survei. Versi lembaga survei dari LSI Denny JA hingga pukul 23.40 WIB dengan data masuk hingga 96,55 persen, misalnya, menempatkan PDI Perjuangan dengan meraih 19,86 persen suara.
Begitu pula dengan hasil hitung cepat Indo Barometer yang membuat partai banteng ini berada di puncak dengan meraih 19,54 persen setelah data yang masuk sebesar 83,75 persen.
Sementara versi Indikator Politik menunjukkan PDI Perjuangan teratas dengan mengantongi 19,11 persen suara setelah data masuk hingga 88,71 persen, dan versi Charta Politika menggambarkan partai itu menjuarai persaingan dalam pesta demokrasi dengan menguasai 19,83 persen suara setelah data masuk hingga 89,70 persen.
Bila hasil hitung cepat ini sesuai dengan hasil resmi dari Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI yang akan ditetapkan pada bulan depan, besaran persentase suara yang diraih PDI Perjuangan tak bakal terkejar oleh partai-partai pesaing lainnya.
Partai Gerindra yang berada di peringkat kedua (naik setingkat dibanding hasil resmi Pemilu 2014), meraih suara pada kisaran 12,33 persen hingga 13,74 persen versi empat lembaga survei itu.
Partai Golkar, partai penguasa rezim Orde Baru, anjlok setingkat ke posisi ketiga, dibanding hasil resmi Pemilu 2014, menggondol suara pada rentang 10,97 persen sampai 12,29 persen.
Sejumlah partai baru, seperti Perindo, PSI, Garuda, dan Berkarya, dari hasil hitung cepat, bakal tak bisa melenggangkan calon-calon anggota legislatifnya ke Senayan untuk menjadi wakil rakyat di DPR RI karena mendapat perolehan suara di bawah empat persen, sebagai ambang batas memperoleh kursi di DPR RI.
Berdasarkan hasil hitung cepat dari Charta Politika, Perindo hanya meraih 2,47 persen, PSI 2,13 persen, Partai Garuda 0,52 persen, dan Partai Berkarya yang dipimpin putra bungsu penguasa Orde Baru, Soeharto, yakni Hutomo Mandala Putra alias Tommy Soeharto, hanya meraih 1,97 persen. Hasil hitung cepat dari tiga lembaga survei lainnya juga menunjukkan perolehan persentase suara yang nyaris sama dengan angka-angka tersebut.
Sementara partai yang telah berpengalaman mengikuti pemilu-pemilu sebelumnya, juga bakal menjadi partai gurem karena takkan mendapat kursi di DPR RI, seperti Partai Hanura 1,82 persen, PBB 0,86 persen, dan PKPI 0,37 persen. Itu hasil hitung cepat dari Denny JA, juga tak jauh berbeda dengan hasil yang ditunjukkan oleh Charta Politika, Indikator, dan Indo Barometer.
Hal biasa
Dugaan bahwa PDI Perjuangan bakal memenangi Pemilu 2019 sudah diketahui sekitar setahun terakhir ini dengan pengungkapan berbagai jajak pendapat atau polling dari berbagai lembaga survei.
Partai itu menjadi satu-satunya partai yang mendapatkan efek dampak dari ekor jas (coat-tail effect), sebuah istilah politik, untuk menggambarkan bahwa calon presiden yang diusung oleh PDI Perjuangan dapat berdampak baik atau mengangkat performa bagi partai itu untuk mendapatkan suara rakyat sebanyak-banyaknya untuk menempatkan calon-calon anggota legislatif di lembaga perwakilan rakyat.
Dengan mengusung Joko Widodo, terbukti telah mengangkat PDI Perjuangan memenangi pemilu, bahkan sejak Pemilu 2014.
Bagaimana reaksi Megawati? Presiden kelima RI itu justru mengungkapkan pernyataan yang normatif tetapi memiliki makna mendalam yang bisa menjadi pelajaran berharga pagi setiap politisi.
Wanita kelahiran Yogyakarta 23 Januari 1947 itu mengingatkan peserta pemilu bahwa menang atau kalah dalam pemilu adalah hal biasa yang harus diterima dengan jiwa besar.
"Pemilu adalah pesta demokrasi yang sepatutnya disambut dengan riang gembira," kata Megawati seusai memberikan hak pilihnya di TPS 62 Kelurahan Kebagusan di sekitar kediaman pribadinya di Jalan Kebagusan IV Nomor 45 Jakarta Selatan.
Megawati menjadi satu-satunya politisi wanita yang telah 33 tahun menjalani karir politik praktis sejak menjadi fungsionaris di DPC PDI Jakarta Selatan tahun 1986, bertahan hingga kini.
Bagi wanita bernama lengkap, Dyah Permata Megawati Setyawati Sukarnoputri ini, pemilu adalah proses demokrasi untuk memilih pemimpin, yang dipilih langsung oleh rakyat.
Siapapun pemimpin yang terpilih adalah pemimpin pilihan rakyat. Sebaliknya, siapapun pemimpin yang tidak terpilih, agar menerimanya dengan jiwa besar.
Megawati juga menceritakan dirinya pernah tampil sebagai peserta pemilu, yakni Pemilu Presiden 2004 dan Pemilu Presiden 2009 tetapi gagal untuk memenangi pemilu. "Meskipun tidak menang, saya menerimanya dengan jiwa besar," katanya.
Oleh karena itu, kata dia, siapapun yang menangkan Pemilu 2019, harus merangkul semua pihak, sedangkan siapapun yang gagal dalam harus menerimanya dengan jiwa besar. Tidak boleh marah.
"Pilihan yang diberikan langsung oleh rakyat, akan menentukan siapa pemimpin nasional selama lima tahun ke depan, serta bagaimana masa depan Indonesia," kata Ketua Dewan Pengarah Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) ini.
Soal pilihan, tidak melihat siapa orangnya, tetapi melihat kinerjanya. "Hendaknya memilih yang terbaik untuk pembangunan negara," katanya.
Ya, dengan pengalaman menyelenggarakan 11 kali pemilu legislatif sejak tahun 1955 dan tiga kali Pemilu Presiden sejak 2004.
Pemilu 17 April 2019 merupakan pengalaman pertama bagi bangsa demokratis terbesar pertama di Asia dan terbesar ketiga di dunia ini. Untuk pertama kalinya rakyat secara serentak dalam satu waktu memilih pasangan presiden dan wakil presiden serta wakil rakyat di pusat dan daerah.
PDI Perjuangan tampaknya bakal memecahkan rekor baru sebagai partai pemenang pemilu pertama serentak ini.