Jakarta (ANTARA) - Ketika Presiden Joko Widodo menunjuk pendiri perusahaan rintisan Gojek, Nadiem Anwar Makarim sebagai Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) periode 2019-2024 di Jakarta, Rabu (23/10), banyak pihak yang sangsi.
Tapi banyak pihak juga yang percaya Nadiem Makarim, pemuda berusia 35 tahun itu, membawa perubahan positif bagi pendidikan dan pemajuan kebudayaan di Indonesia.
Ia sudah membuktikannya pada perusahaan transportasi berbasis daring yang didirikannya, Gojek, yang kini menjadi perusahaan Decacorn.
Penunjukan Nadiem sebagai menteri itu dinilai banyak pihak berhasil mematahkan stigma bahwa Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) selalu berasal dari organisasi masyarakat seperti Muhammadiyah.
Sebelumnya, kementerian yang mengurusi pendidikan rata-rata dijabat kalangan akademisi perguruan tinggi bergelar profesor. Namun Nadiem adalah seorang pebisnis lulusan magister dari Universitas Harvard, Amerika Serikat.
Saat serah terima jabatan dengan menteri sebelumnya, Muhadjir Effendy, Nadiem mengaku terkaget-kaget dengan protokoler yang saat ini melekat dengan dirinya. Ia juga terlihat masih belum terbiasa memberikan salam khas pejabat, yang menyebutkan salam dari masing-masing agama yang ada.
"Pas masuk mobil, ada ajudan yang mengikuti. Saya kaget, eh ternyata saya baru ingat jadi menteri sekarang," kata Nadiem sambil tersenyum.
Sebagai menteri termuda pada Kabinet Indonesia Maju, Nadiem enggan dipanggil "Pak Menteri", ia lebih memilih dipanggil dengan sebutan "Mas Menteri".
Berbeda dengan Anies Baswedan saat menjabat sebagai Mendikbud pada usia 45 tahun dan Muhadjir Effendi pada usia 58 tahun, Nadiem jauh lebih muda dibanding para pejabat yang akan dipimpinnya.
Pemuda kelahiran Singapura pada 4 Juli 1984 itu kini membawahi urusan pendidikan dasar hingga pendidikan tinggi, ditambah lagi dengan urusan kebudayaan.
Kemenristekdikti yang sebelumnya menaungi pendidikan tinggi berubah nomenklatur yakni Kemenristek/ Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) dan urusan pendidikan tinggi kembali ditangani Kemendikbud.
Dalam kesempatan pengenalan dengan para pejabat di lingkungan Kemendikbud dan pejabat eks-Kemenristekdikti itu, Nadiem mengatakan dirinya tidak punya program 100 hari ke depan, yang ada hanya dirinya yang belajar dan menjadi murid yang baik.
"Saya selalu ditanya apa rencana 100 hari, sejujurnya saya tidak punya rencana 100 hari. Tapi saya akan duduk dan mendengar serta berbicara dengan pakar-pakar yang ada di hadapan saya saat ini," ujar Nadiem.
Nadiem mengatakan akan mengerjakan semua aspirasi murid-murid Indonesia yakni belajar. Dia menambahkan dirinya berdiri di depan bukan sebagai guru melainkan sebagai murid.
"Saya sudah mempersiapkan diri. Saya mohon kepada semua Dirjen Dikbud dan Dikti untuk bersabar dengan saya. Walaupun bukan dari kalangan pendidikan. Saya murid yang baik, belajar dengan baik," kata dia.
Nadiem juga mengatakan akan mengedepankan prinsip gotong-royong. Gotong-royong merupakan kata kunci untuk menjalankan kementerian secara bersama-sama.
"Bagi semuanya, saya berharap saya bisa mengenal anda semuanya lebih dalam. Saya akan belajar dan menjadi murid yang baik," ulang Nadiem.
Peduli pendidikan
Meski menyatakan tidak membawa konsep dan hanya ingin menjadi murid yang mau belajar, Nadiem sebenarnya sangat peduli dengan pendidikan sejak lama.
Saat meninjau perpustakaan Kemendikbud, Nadiem mengatakan buku favoritnya adalah buku karangan Paul Tough yakni "How Children Succeed: Grit, Curiosity, and the Hidden Power of Character".
Buku putih itu dipilih Nadiem dari jajaran buku-buku yang terpajang di perpustakaan itu.
"Ini buku favorit saya sejak lama," kata Nadiem sambil memperlihatkan buku bersampul putih itu.
Dengan gamblang Mendikbud baru ini menjelaskan isi dari buku itu bahwa kunci kesuksesan adalah karakter. Kesuksesan seorang anak terletak pada karakternya, seperti ketekunan, rasa ingin tahu, optimisme, dan pengendalian diri pada anak.
Oleh karena itu, Nadiem akan menekankan pada pendidikan karakter siswa. Sama seperti yang sudah dicanangkan oleh menteri sebelumnya Muhadjir Effendy melalui program Penguatan Pendidikan Karakter (PPK).
Nadiem juga mengaku memang sejak lama ia ingin bergerak di sektor pendidikan. Meskipun tak pernah terbayangkan akhirnya bekerja di pemerintahan sebagai menteri.
"Cuma dari dulu yang saya pertimbangkan dan ingin banget memecahkan berbagai macam masalah, itu pendidikan."
Ia juga menambahkan saat bekerja di perusahaan multinasional, ia membuat organisasi yang namanya young leaders, yang mana tugasnya mendidik generasi muda.
"Saya sangat bersemangat menangani masalah pendidikan, karena potensi penyelesaian yang besar. Bukan hanya saat ini, tapi pada masa yang akan datang," terang dia.
Nadiem juga meyakini Indonesia tidak akan maju jika tidak mengubah generasi berikutnya melalui pendidikan.
"Tanpa mengubah generasi berikutnya tidak akan bisa maju. Indonesia yang maju dengan sumber daya manusia yang unggul, merupakan visi terbesar Presiden Jokowi," katanya lagi.
Nadiem juga menyatakan bahwa semua masalah yang ada saat ini bisa diatasi dengan meningkatkan kualitas generasi. Kemudian untuk mentransformasi suatu negara menurut dia, juga harus melalui pendidikan, yakni tergantung kualitas generasi berikutnya.
Selain itu, Nadiem juga berjanji agar setiap sen pajak rakyat yang dibayar akan kembali dengan membawa manfaat pada bangsa dan negara.
"Saya belum bisa bilang seperti apa terobosannya, tapi berkaitan dengan teknologi dan milenial. Kami ingin fokus pada manusia yang keluar dari sistem pendidikan," cetus dia.
Selamat bekerja Mas Menteri, jangan hiraukan banyak pihak yang sangsi.
Dengan sistem pendidikan yang baik maka akan lahir sumber daya manusia yang unggul, yang bermuara pada Indonesia yang maju dan diperhitungkan negara lain.
Nadiem sudah membuktikan dengan membangun sistem transportasi berbasis daring terbaik karya anak bangsa. Sekarang Indonesia hanya perlu sabar menunggu inovasinya untuk sistem pendidikan yang lebih baik.*
Tapi banyak pihak juga yang percaya Nadiem Makarim, pemuda berusia 35 tahun itu, membawa perubahan positif bagi pendidikan dan pemajuan kebudayaan di Indonesia.
Ia sudah membuktikannya pada perusahaan transportasi berbasis daring yang didirikannya, Gojek, yang kini menjadi perusahaan Decacorn.
Penunjukan Nadiem sebagai menteri itu dinilai banyak pihak berhasil mematahkan stigma bahwa Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) selalu berasal dari organisasi masyarakat seperti Muhammadiyah.
Sebelumnya, kementerian yang mengurusi pendidikan rata-rata dijabat kalangan akademisi perguruan tinggi bergelar profesor. Namun Nadiem adalah seorang pebisnis lulusan magister dari Universitas Harvard, Amerika Serikat.
Saat serah terima jabatan dengan menteri sebelumnya, Muhadjir Effendy, Nadiem mengaku terkaget-kaget dengan protokoler yang saat ini melekat dengan dirinya. Ia juga terlihat masih belum terbiasa memberikan salam khas pejabat, yang menyebutkan salam dari masing-masing agama yang ada.
"Pas masuk mobil, ada ajudan yang mengikuti. Saya kaget, eh ternyata saya baru ingat jadi menteri sekarang," kata Nadiem sambil tersenyum.
Sebagai menteri termuda pada Kabinet Indonesia Maju, Nadiem enggan dipanggil "Pak Menteri", ia lebih memilih dipanggil dengan sebutan "Mas Menteri".
Berbeda dengan Anies Baswedan saat menjabat sebagai Mendikbud pada usia 45 tahun dan Muhadjir Effendi pada usia 58 tahun, Nadiem jauh lebih muda dibanding para pejabat yang akan dipimpinnya.
Pemuda kelahiran Singapura pada 4 Juli 1984 itu kini membawahi urusan pendidikan dasar hingga pendidikan tinggi, ditambah lagi dengan urusan kebudayaan.
Kemenristekdikti yang sebelumnya menaungi pendidikan tinggi berubah nomenklatur yakni Kemenristek/ Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) dan urusan pendidikan tinggi kembali ditangani Kemendikbud.
Dalam kesempatan pengenalan dengan para pejabat di lingkungan Kemendikbud dan pejabat eks-Kemenristekdikti itu, Nadiem mengatakan dirinya tidak punya program 100 hari ke depan, yang ada hanya dirinya yang belajar dan menjadi murid yang baik.
"Saya selalu ditanya apa rencana 100 hari, sejujurnya saya tidak punya rencana 100 hari. Tapi saya akan duduk dan mendengar serta berbicara dengan pakar-pakar yang ada di hadapan saya saat ini," ujar Nadiem.
Nadiem mengatakan akan mengerjakan semua aspirasi murid-murid Indonesia yakni belajar. Dia menambahkan dirinya berdiri di depan bukan sebagai guru melainkan sebagai murid.
"Saya sudah mempersiapkan diri. Saya mohon kepada semua Dirjen Dikbud dan Dikti untuk bersabar dengan saya. Walaupun bukan dari kalangan pendidikan. Saya murid yang baik, belajar dengan baik," kata dia.
Nadiem juga mengatakan akan mengedepankan prinsip gotong-royong. Gotong-royong merupakan kata kunci untuk menjalankan kementerian secara bersama-sama.
"Bagi semuanya, saya berharap saya bisa mengenal anda semuanya lebih dalam. Saya akan belajar dan menjadi murid yang baik," ulang Nadiem.
Peduli pendidikan
Meski menyatakan tidak membawa konsep dan hanya ingin menjadi murid yang mau belajar, Nadiem sebenarnya sangat peduli dengan pendidikan sejak lama.
Saat meninjau perpustakaan Kemendikbud, Nadiem mengatakan buku favoritnya adalah buku karangan Paul Tough yakni "How Children Succeed: Grit, Curiosity, and the Hidden Power of Character".
Buku putih itu dipilih Nadiem dari jajaran buku-buku yang terpajang di perpustakaan itu.
"Ini buku favorit saya sejak lama," kata Nadiem sambil memperlihatkan buku bersampul putih itu.
Dengan gamblang Mendikbud baru ini menjelaskan isi dari buku itu bahwa kunci kesuksesan adalah karakter. Kesuksesan seorang anak terletak pada karakternya, seperti ketekunan, rasa ingin tahu, optimisme, dan pengendalian diri pada anak.
Oleh karena itu, Nadiem akan menekankan pada pendidikan karakter siswa. Sama seperti yang sudah dicanangkan oleh menteri sebelumnya Muhadjir Effendy melalui program Penguatan Pendidikan Karakter (PPK).
Nadiem juga mengaku memang sejak lama ia ingin bergerak di sektor pendidikan. Meskipun tak pernah terbayangkan akhirnya bekerja di pemerintahan sebagai menteri.
"Cuma dari dulu yang saya pertimbangkan dan ingin banget memecahkan berbagai macam masalah, itu pendidikan."
Ia juga menambahkan saat bekerja di perusahaan multinasional, ia membuat organisasi yang namanya young leaders, yang mana tugasnya mendidik generasi muda.
"Saya sangat bersemangat menangani masalah pendidikan, karena potensi penyelesaian yang besar. Bukan hanya saat ini, tapi pada masa yang akan datang," terang dia.
Nadiem juga meyakini Indonesia tidak akan maju jika tidak mengubah generasi berikutnya melalui pendidikan.
"Tanpa mengubah generasi berikutnya tidak akan bisa maju. Indonesia yang maju dengan sumber daya manusia yang unggul, merupakan visi terbesar Presiden Jokowi," katanya lagi.
Nadiem juga menyatakan bahwa semua masalah yang ada saat ini bisa diatasi dengan meningkatkan kualitas generasi. Kemudian untuk mentransformasi suatu negara menurut dia, juga harus melalui pendidikan, yakni tergantung kualitas generasi berikutnya.
Selain itu, Nadiem juga berjanji agar setiap sen pajak rakyat yang dibayar akan kembali dengan membawa manfaat pada bangsa dan negara.
"Saya belum bisa bilang seperti apa terobosannya, tapi berkaitan dengan teknologi dan milenial. Kami ingin fokus pada manusia yang keluar dari sistem pendidikan," cetus dia.
Selamat bekerja Mas Menteri, jangan hiraukan banyak pihak yang sangsi.
Dengan sistem pendidikan yang baik maka akan lahir sumber daya manusia yang unggul, yang bermuara pada Indonesia yang maju dan diperhitungkan negara lain.
Nadiem sudah membuktikan dengan membangun sistem transportasi berbasis daring terbaik karya anak bangsa. Sekarang Indonesia hanya perlu sabar menunggu inovasinya untuk sistem pendidikan yang lebih baik.*