Jakarta (ANTARA) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menghormati gugatan praperadilan yang diajukan Masyarakat Antikorupsi Indonesia (MAKI) di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan terkait perkara Djoko Tjandra.
"KPK menghormati hak setiap pihak yang mengajukan praperadilan atas suatu penanganan perkara korupsi. Hal ini kami pandang sebagai bentuk perhatiannya pada upaya pemberantasan korupsi di Indonesia," kata Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam keterangannya di Jakarta, Selasa.
Sebelumnya, MAKI mengajukan gugatan praperadilan melawan KPK atas dihentikannya supervisi dan penyidikan untuk mencari dan menemukan siapa dan peran "king maker" dalam perkara dugaan korupsi pengurusan fatwa oleh Pinangki Sirna Malasari dan kawan-kawan untuk membebaskan Djoko Tjandra atas vonis penjara perkara korupsi Bank Bali.
Dalam proses pengajuan praperadilan, kata dia, pengadilan akan menguji dan memutuskan apakah pokok yang dipersoalkan memenuhi syarat atau tidak berdasarkan ketentuan pengajuan praperadilan.
"Kami perlu sampaikan juga sebagai pemahaman bersama bahwa pelaksanaan supervisi perkara oleh KPK sesuai ketentuan hanya dilakukan sampai dengan tahap penyidikan sehingga kegiatan supervisi dinyatakan selesai ketika perkara dimaksud telah dilimpahkan ke pengadilan," ucap Ali.
Ia mengatakan perkara yang telah masuk dalam proses persidangan menjadi kewenangan Majelis Hakim sehingga siapa pun termasuk KPK tidak boleh melakukan intervensi dengan alasan apa pun.
"Selanjutnya, jika perkara telah diputus dan berkekuatan hukum tetap, namun masyarakat menemukan atau mengetahui adanya dugaan korupsi sebagai tindak lanjut penanganan perkara tersebut, kami mempersilakan untuk melaporkannya kepada KPK disertai data awal yang konkret. KPK pastikan akan tindak lanjuti," kata Ali.
Adapun beberapa poin materi praperadilan yang diajukan MAKI, yakni KPK telah memutuskan melakukan supervisi dan koordinasi terhadap perkara Pinangki dan kawan-kawan untuk membebaskan Djoko Tjandra dari vonis penjara perkara korupsi Bank Bali.
Selanjutnya, Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang telah memutus perkara terdakwa Pinangki dan kawan-kawan dalam pertimbangannya menyatakan keberadaan "king maker" sebagai aktor intelektual dari Pinangki dan kawan-kawan untuk membebaskan Djoko Tjandra.
Namun, Majelis Hakim menyatakan tidak mampu menggali siapa "king maker", sehingga menjadi kewajiban KPK untuk menemukan peran "king maker" sebagai aktor intelektual dari Pinangki dan kawan-kawan untuk membebaskan Djoko Tjandra.
Kemudian, KPK melalui Ketua KPK Firli Bahuri pada 30 Juli 2021 menyatakan telah menghentikan supervisi perkara tindak pidana korupsi pengurusan fatwa oleh Pinangki dan kawan-kawan untuk membebaskan Djoko Tjandra.
Tindakan KPK yang melakukan penghentian supervisi tersebut adalah bentuk penelantaran perkara yang mengakibatkan penanganan perkara menjadi terkendala untuk membongkar dan mencari "king maker".
Hal tersebut sebagai bentuk penghentian penyidikan perkara korupsi secara materi, diam-diam, menggantung, dan menimbulkan ketidakpastian hukum.
"KPK menghormati hak setiap pihak yang mengajukan praperadilan atas suatu penanganan perkara korupsi. Hal ini kami pandang sebagai bentuk perhatiannya pada upaya pemberantasan korupsi di Indonesia," kata Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam keterangannya di Jakarta, Selasa.
Sebelumnya, MAKI mengajukan gugatan praperadilan melawan KPK atas dihentikannya supervisi dan penyidikan untuk mencari dan menemukan siapa dan peran "king maker" dalam perkara dugaan korupsi pengurusan fatwa oleh Pinangki Sirna Malasari dan kawan-kawan untuk membebaskan Djoko Tjandra atas vonis penjara perkara korupsi Bank Bali.
Dalam proses pengajuan praperadilan, kata dia, pengadilan akan menguji dan memutuskan apakah pokok yang dipersoalkan memenuhi syarat atau tidak berdasarkan ketentuan pengajuan praperadilan.
"Kami perlu sampaikan juga sebagai pemahaman bersama bahwa pelaksanaan supervisi perkara oleh KPK sesuai ketentuan hanya dilakukan sampai dengan tahap penyidikan sehingga kegiatan supervisi dinyatakan selesai ketika perkara dimaksud telah dilimpahkan ke pengadilan," ucap Ali.
Ia mengatakan perkara yang telah masuk dalam proses persidangan menjadi kewenangan Majelis Hakim sehingga siapa pun termasuk KPK tidak boleh melakukan intervensi dengan alasan apa pun.
"Selanjutnya, jika perkara telah diputus dan berkekuatan hukum tetap, namun masyarakat menemukan atau mengetahui adanya dugaan korupsi sebagai tindak lanjut penanganan perkara tersebut, kami mempersilakan untuk melaporkannya kepada KPK disertai data awal yang konkret. KPK pastikan akan tindak lanjuti," kata Ali.
Adapun beberapa poin materi praperadilan yang diajukan MAKI, yakni KPK telah memutuskan melakukan supervisi dan koordinasi terhadap perkara Pinangki dan kawan-kawan untuk membebaskan Djoko Tjandra dari vonis penjara perkara korupsi Bank Bali.
Selanjutnya, Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang telah memutus perkara terdakwa Pinangki dan kawan-kawan dalam pertimbangannya menyatakan keberadaan "king maker" sebagai aktor intelektual dari Pinangki dan kawan-kawan untuk membebaskan Djoko Tjandra.
Namun, Majelis Hakim menyatakan tidak mampu menggali siapa "king maker", sehingga menjadi kewajiban KPK untuk menemukan peran "king maker" sebagai aktor intelektual dari Pinangki dan kawan-kawan untuk membebaskan Djoko Tjandra.
Kemudian, KPK melalui Ketua KPK Firli Bahuri pada 30 Juli 2021 menyatakan telah menghentikan supervisi perkara tindak pidana korupsi pengurusan fatwa oleh Pinangki dan kawan-kawan untuk membebaskan Djoko Tjandra.
Tindakan KPK yang melakukan penghentian supervisi tersebut adalah bentuk penelantaran perkara yang mengakibatkan penanganan perkara menjadi terkendala untuk membongkar dan mencari "king maker".
Hal tersebut sebagai bentuk penghentian penyidikan perkara korupsi secara materi, diam-diam, menggantung, dan menimbulkan ketidakpastian hukum.