Makassar, (Antara) - Ammatoa Kajang, Puto Palasa, mengangkat jadi warga kehormatan dengan memberi gelar Puto Sabang kepada Ketua Prodi S3 Sosiologi PPs-UNM, Prof.Dr.Andi Agustang, M.Si, di rumah Ammatoa, Kamis siang , 24 Nopember.

Selain Andi Agustang, juga diberikan kepada Dekan FKM UVRI, Dr.Arlin Adam, M.Si dengan gelar Puto Saba.

Pemberian gelar kehormatan itu dilangsungkan di atas rumah panggung tempat tinggal Ammatoa bersama keluarganya. Prosesi adat pemberian gelar itu dimulai dengn pembacaan semacam mantra kepada kedua orang yang diberi gelar itu kemudian dipasangkan sarung warna hitam serta ikat  kepala yang menjadi ciri khas dan pakaian sehari-hari orang Kajang secara turun temurun.

Menurut Ammatoa Kajang, gelar Puto Sabang yang diberikan, sebelumnya adalah sosok sangat dihormati dikalangn Komunitas  Kajang. ‘’ Puto Sabang keluargaku dan usianya mencapai 128 tahun ‘’ katanya.

Makna kata Puto Sabang dalam bahasa Konjo yang menjadi bahasa sehari Orang Kajang, adalah mudah rezeki serta luas wawasan. Selain itu selalu membuka jalan bagi banyak orang untuk menuju kepada kebaikan.

Sosok Andi Agustang dan keluarga besarnnya  di Bone, sejak dari dulu sudah dikenal dengan wija tomappideceng. Maksud dari wija tomappideceng, adalah orang yang selalu memperbaiki membuat oran senantiasa berbuat baik terhadap sesamanya.

Usai pemasangan sarung dan ikat kepada, Puto Palasa sempat memberikan beberapa pappaseng ri kajang. Menurutnya, setiap kali pengambilan keputusan dalam masyarakat dilakukan musyawarah di rumah panggung Ammatoa, dihadiri 28 gallarang. Mereka ini dipimpin Ammatoa untuk memutuskan perkara dihadapi oleh warga.    

Makna gelar Puto Saba diberikan kepada Arlin Adam,  berarti sosok orang berpendidikan dan selalu ingin memajukan dan memperbaikiorang lewat dunia pendidikan, kata Puto Salasa.

Puto Palasa menambahkan, jika  terjadi masalah di lingkungan masyarakat Kajang, ada pencurian atau merusak alam, maka orang bersangkutan jika terbukti bersalah  akan dihukum berupa denda sejumlah uang harus dibayar. Sekiranya pelaku pergi tinggalkan Tana Towa Kajang, maka yang menanggung adalah keluarga yang ada di kawasan tanah adat.

Puto Palasa juga menjelaskan di kalangan masyararkat Kajang terutama di dalam kawasan tanah adat, ada tiga sumber hukum  untuk mengatur kehidupan masyarakat. Ketiga sumber itu yakni, hukum adat, hukum nasional serta hukum agama. Ketiga sumber itu, tetap dipatuhi dan dilaksanakan warga sampai hari ini dan seterusnya, tandas Puto Salasa.

Prof Andi Agustang lahir di Bone 27 Desember 1963. Sehari-hari adalah Ketua Prodi S3 Sosiologi PPs-UNM. Tamat SMA Negeri Mare 1982. Sarjana Pendidikan Administasi IKIP Ujung Pandang 1987. Magister sosiologi antropologi Pascasarjana Universitas Padjajaran Bandung serta Doktor Sosiologi Antropologi, PPs-Unpad 2006. Mantan Ketua Prodi S2 IPS, PPs-UNM.

Meniti karier jadi dosen IKIP dimulai 1988. Pengukuhan jadi Guru Besar bidang ilmu sosiologi antropologi dilaksanakan 2013. Saat pengukuhan dia membacakan orasi ilmiah berjudul ‘’ Pendangkalan Intektual, Sebuah Refleksi Diri Dalam Dunia Akademik ‘’. Andi Agustang, merupakan profesor pertama alumi SMA Negeri Mare Bone.

Ditengah ritunitas dalam dunia akademik, Prof AA, panggilan akrab di kalangan mahasiswanya, masih sempat membagi waktu dengan menjadi Ketua Umum Macca Kommunity, Anggota Dewan Pakar Kerukunan Keluarga Masyarakat Bone (KKMB) Pusat, Ketua Dewan Redaksi Jurnal Sosiologi Dialektika Kontemporer.

Meneliti serta menulis buku teks, di antaranya; Filosofi Research dalam Pengembangan Ilmu; Entaskan Kemiskinan, Analisis Kinerja Pembangunan Indonesia, Perempuan-Perempuan Selayar; Potret Bangsaku dalam Era Revolusi sampai Reformasi.


Pewarta : Mohammad Yahya *
Editor : Agus Setiawan
Copyright © ANTARA 2024