Makassar (ANTARA) - Kantor Imigrasi Kelas II TPI Parepare, Sulawesi Selatan, melaksanakan tugas keimigrasian dengan menghadiri jalannya persidangan tindak pidana keimigrasian terdakwa seorang perempuan dengan inisial DJ di Pengadilan Negeri Watansoppeng, pada 12 Agustus 2025.
“Kasus ini menjadi pembelajaran penting bagi masyarakat untuk tidak melakukan tindakan yang melanggar aturan izin tinggal orang asing. Kami dari Imigrasi Parepare berkomitmen mengawal dan mendukung penegakan hukum demi menjaga kedaulatan negara,” kata Kepala Kantor Imigrasi Kelas II TPI Parepare Ade Yanuar Ikbal dalam keterangannya diterima di Makassar, Kamis (21/8).
Menurutnya, Kantor Imigrasi Parepare terus berupaya memperkuat fungsi pengawasan orang asing, pelayanan, dan penegakan hukum keimigrasian.
"Kehadiran petugas dalam persidangan ini adalah bentuk nyata peran aktif Imigrasi dalam proses peradilan, sekaligus penegasan bahwa setiap pelanggaran hukum akan diproses secara adil sesuai ketentuan," ujarnya.
Kehadiran petugas imigrasi di persidangan merujuk pada Surat Tugas Kantor Imigrasi Kelas II TPI Parepare Nomor: WIM.23.IMI.2-GR.03.05-2438 dan Nomor: WIM.23.IMI.2-GR.03.05-2474 tanggal 11 Agustus 2025. Tim yang bertugas terdiri dari enam pegawai yang ditugaskan untuk menghadiri sidang, menyerahkan berkas perkara, sekaligus memastikan proses hukum berjalan sesuai ketentuan perundang-undangan.
Persidangan dimulai sekitar pukul 10.30 WITA, Sidang dibuka dengan pemeriksaan identitas terdakwa, kemudian dilanjutkan pembacaan dakwaan oleh Jaksa Penuntut Umum, Dalam dakwaan, terdakwa dinyatakan melanggar Pasal 124 huruf b Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian dengan bunyi "Setiap orang yang dengan sengaja menyembunyikan atau melindungi atau memberi pemondokan atau memberikan penghidupan atau memberikan pekerjaan kepada Orang Asing yang diketahui atau patut diduga Izin Tinggalnya habis berlaku dipidana dengan pidana kurungan paling lama 3 (tiga) bulan atau pidana denda paling banyak Rp25 juta.”
Atas dakwaan tersebut, terdakwa tidak mengajukan sanggahan. Sidang berlanjut dengan mendengarkan keterangan saksi-saksi, antara lain saksi pelapor, serta tokoh masyarakat setempat. Seluruh saksi memberikan kesaksian yang menguatkan bahwa terdakwa benar terbukti melakukan pelanggaran sebagaimana dakwaan Jaksa Penuntut Umum.
Sidang sempat diskors hingga pukul 13.30 WITA, kemudian dilanjutkan dengan agenda pembacaan tuntutan. Jaksa Penuntut Umum menuntut terdakwa dengan hukuman denda sebesar Rp7 juta serta memutuskan bahwa barang bukti berupa paspor dan buku nikah yang diterbitkan Pemerintah Republik Turki dikembalikan kepada terdakwa.
Hakim memutuskan bahwa terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana keimigrasian serta menjatuhkan hukuman denda sebesar Rp2 juta.
Secara keseluruhan, persidangan berlangsung dengan lancar, tertib, dan kondusif. Meskipun terdapat perbedaan antara tuntutan Jaksa Penuntut Umum sebesar Rp7 juta dengan putusan hakim yang menjatuhkan denda Rp2 juta, putusan ini tetap menegaskan adanya pelanggaran hukum keimigrasian oleh terdakwa.(*/Inf)