Makassar (ANTARA) - Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Makassar mengimbau masyarakat lebih berhati-hati dan selektif dalam mengkonsumsi daging sapi demi menjaga kesehatan dan keselamatan konsumsi masyarakat karena diduga sapi tersebut berasal dari TPA (tempat pembuangan akhir).
Imbauan tersebut disampaikan oleh Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kota Makassar saat kegiatan Sosialisasi Peraturan Daerah (Sosperda) Nomor 9 Tahun 2016 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, yang digelar pada Ahad (14/12).
Dalam penyampaiannya, Kadis DLH Helmy Budiman menegaskan bahwa persoalan lingkungan memiliki dampak langsung terhadap kesehatan masyarakat, termasuk pada rantai pangan hewani, khususnya daging sapi yang dikonsumsi sehari-hari.
“Masyarakat diharapkan bisa lebih selektif dalam memilih daging sapi yang dikonsumsi. Kualitas lingkungan sangat mempengaruhi kualitas pangan, dan ini menyangkut kesehatan masyarakat secara luas,” ujarnya.
Kekhawatiran tersebut diperkuat oleh keterangan salah seorang pekerja di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Antang, termasuk area TPA Bintang 5 dan TPA Pusat, yang menyebutkan bahwa jumlah sapi yang berkeliaran dan mencari makan di kawasan gunungan sampah di Kota Makassar diperkirakan mencapai 900 hingga 1.000 ekor.
Sapi-sapi tersebut diketahui hidup dan mencari pakan di area terbuka TPA yang dipenuhi sampah rumah tangga, limbah plastik, hingga sisa makanan. Kondisi ini menimbulkan kekhawatiran akan kesehatan ternak dan kualitas daging yang berpotensi masuk ke rantai distribusi pangan masyarakat.
Pihak DLH pun berharap pemerintah daerah dan instansi terkait, termasuk dinas teknis peternakan dan pengelola rumah potong hewan (RPH), dapat lebih serius mengawasi asal-usul sapi dan kualitas daging yang beredar di pasar-pasar tradisional Kota Makassar.
Berdasarkan penelusuran lapangan, diketahui bahwa banyak sapi yang dipotong dan didistribusikan ke pasar-pasar di Makassar berasal dari wilayah sekitar kota, termasuk kawasan yang berdekatan dengan TPA. Daging tersebut kemudian dipasarkan dan dikonsumsi oleh masyarakat luas tanpa diketahui secara pasti riwayat pemeliharaan sapinya.
Kondisi ini mendorong agar pemerintah lebih selektif dalam kebijakan pengawasan, baik di tingkat RPH, distributor, maupun pasar tradisional, guna menjamin keamanan dan kelayakan daging sapi yang dikonsumsi masyarakat.
Sementara itu, hasil penelusuran ANTARA terhadap sejumlah rumah makan dan warung coto atau sop saudara di Makassar menunjukkan respons yang beragam. Beberapa pemilik rumah makan mengakui bahwa daging sapi yang mereka gunakan diperoleh dari pasar lokal di Makassar.
Namun, tidak semua pihak bersedia memberikan keterangan. Sejumlah rumah makan memilih menolak untuk diwawancarai, termasuk salah satu warung sop saudara yang terkenal murah ketika dimintai klarifikasi terkait kualitas dan sumber daging sapi yang digunakan.
Hendrick, salah satu pengelola rumah makan coto di Jalan Ratulangi, Makassar, menyatakan komitmennya terhadap kualitas bahan baku.
“Kami bisa menjamin dan memastikan bahwa daging yang kami sajikan kepada pelanggan adalah daging berkualitas baik dan layak konsumsi. Kami menjaga standar itu karena menyangkut kepercayaan dan kesehatan pelanggan,” ujarnya.
Pernyataan tersebut sekaligus menjadi rujukan bahwa tidak semua rumah makan menggunakan daging dengan kualitas yang meragukan, dan masyarakat diharapkan dapat memilih tempat makan yang transparan serta bertanggung jawab.
Daging sapi yang tidak berkualitas bisa menjadi ancaman serius bagi kesehatan.
Penelitian peneliti Universitas Hasanuddin menyebutkan, daging dari sapi yang hidup di lingkungan kotor berisiko mengandung bakteri berbahaya yang dapat menyebabkan diare parah, keracunan makanan, hingga penyakit menular ke manusia.
Dampaknya tidak selalu langsung terasa, namun bisa muncul kemudian dan berujung pada gangguan kesehatan yang serius. Karena itu, masyarakat diminta tidak mengabaikan tanda daging tidak layak, seperti bau menyengat dan warna tidak segar salah pilih, risikonya fatal.
Melihat kondisi tersebut, masyarakat diimbau untuk lebih selektif dalam mengonsumsi olahan daging sapi, termasuk makanan khas seperti coto. Jika ditemukan indikasi daging tidak layak seperti bau tidak sedap, tekstur tidak normal, atau rasa yang mencurigakan masyarakat diharapkan tidak ragu untuk menghindari konsumsi dan melaporkannya kepada pihak berwenang.
Saat ini harga sop saudara atau coto di Kota Makassar beragam, mulai Rp6.000 hingga Rp35 ribu per porsi tergantung kualitas daging dan rasa.