Samarinda (ANTARA) - Pegiat sungai yang tergabung dalam Gerakan Memungut Sehelai Sampah (GMSS) Sungai Karang Mumus (SKM) Samarinda, Kalimantan Timur, sejak 2016 hingga saat ini berhasil menanam dan merawat 70 spesies pohon dengan total sekitar 10 ribu pohon.
"Dari 70 spesies itu, terdapat 61 spesies yang sudah diketahui namanya, sembilan spesies belum diketahui namanya sehingga belum kami catat. Sebagian besar tanaman yang kami tanam dan jaga merupakan pohon endemik," ujar Misman, Ketua GMSS-SKM Samarinda, Selasa.
Sebanyak 61 spesies pohon endemik yang terus dirawat dan sebagian besar diantaranya tumbuh dengan baik itu antara lain pohon bungur, kademba, rengas, putat, singkuang, beringin, bayur, rumbia, bamban, ramania, tarap, dan anona.
Ada pula pohon bengalon, rambai, nangkadak, keledang, durian, elai, mangga, asam payang, asam jawa, jambu mete, sirsak, rambutan, jengkol, kemiri, ara, dan sejumlah buah hutan yang menjadi makanan satwa maupun berbagai jenis burung.
Menurut Misman, menanam dan merawat pohon yang dilakukan bersama masyarakat dan komunitas yang peduli itu dilakukan dalam upaya membangun hutan di jalur hijau SKM untuk melindungi sungai dari kerusakan.
Ia mengakui bahwa bahwa hutan kota yang dibangun dengan jumlah minim tersebut belum seberapa jika dibandingkan dengan tingkat kerusakannya, namun ia akan merasa bersalah jika tidak berbuat, maka upaya membangun hutan kota ini dilakukan semampunya meski masih banyak tantangan.
Aneka pohon dan tumbuhan yang tetap terjaga di garis sempadan, lanjutnya, memiliki banyak fungsi, antara lain menjaga air hujan agar tidak semuanya langsung turun ke sungai karena ada pohon yang menyerapnya.
Hal ini dimaksudkan untuk mengurangi beban sungai dalam menampung luapan air yang bisa meluber ke daratan yang kemudian disebut banjir, kemudian menjaga kualitas dan kontinuitas aliran air sehingga saat tidak hujan beberapa minggu pun air sungai tetap ada dan bersih karena ada filtrasi alami.
Fungsi lainnya dari riparian atau tumbuhan di garis sempadan adalah untuk menjaga tepi sungai tidak erosi karena semakin banyak pohon dan tumbuhan di bibir sungai, maka akarnya akan semakin banyak yang mengikat tanah, serta berbagai fungsi lainnya baik untuk manusia maupun ekosistem lain.
"Inilah yang disebut dengan normalisasi sungai, karena makna normalisasi adalah menormalkan kembali seperti dulu. Awalnya sungai itu kan banyak pohon di kanan kirinya, ada rawa, ada bukit, tidak ada turap, maka itu semua harus dikembalikan seperti asal," ucap Misman.