Ukraina siapkan rencana cadangan migrasi data dan server ke negara lain
Jakarta (ANTARA) - Pemerintah Ukraina menyiapkan kemungkinan memindahkan data dan server ke luar negeri jika perang ini terus berlangsung.
Wakil kepala Dinas Komunikasi Khusus dan Perlindungan Informasi Ukraina, Victor Zhora mengatakan mereka memiliki rencana kontingensi.
"Kami menyiapkan medannya," kata Zhora, dikutip dari Reuters, Kamis.
Rencana utama mereka adalah melindungi infrastruktur TIK di dalam Ukraina. Sementara memindahkannya ke luar negeri adalah "rencana B atau C".
Zhora mengatakan migrasi ini hanya terjadi jika ada perubahan regulasi yang disetujui legislator Ukraina.
Pejabat di pemerintahan Ukraina sudah memindahkan peralatan dan cadangan ke wilayah yang lebih aman di Ukraina dan berada di luar jangkauan Rusia.
Zhora dalam wawancara dengan Politico bulan lalu mengatakan ada rencana memindahkan data penting keluar ibu kota Kiev jika terancam. Dia mengatakan Ukraina mendapat tawaran memindahkan data ke beberapa negara.
Menurut dia, jika ada migrasi, lokasi di Eropa lebih disukai karena alasan kedekatan.
"Ada banyak pilihan. Semua pengajuan disambut baik dan layak dipertimbangkan," kata Zhora.
Menurut dia, pada masa lalu, memindahkan data pemerintahan dari jangkauan Rusia melibatkan perpindahan fisik server dan penyimpanan atau migrasi data secara digital dari satu server ke yang lainnya.
Ketika legislator suatu hari nanti mencabut pembatasan pengiriman data Ukraina ke luar negeri, menurut Zhora, tidak berarti semua data dan jaringan pemerintahan segera dikirim ke luar negeri.
Pemerintah harus menentukan kasus per kasus apakah perlu mempertahankan operasi berjalan di luar negeri atau mengevakuasi data.
Pengelolaan data yang dikumpulkan oleh pemerintah menjadi pembicaraan dunia ketika Afghanistan diambil alih Taliban tahun lalu. Ketika Taliban menaklukkan kota Kabul, mereka berada dalam posisi mendapatkan data sensitif seperti informasi gaji pegawai pemerintahan dan tentara.
Data seperti itu bisa digunakan untuk menangkap oposisi. Kekhawatiran yang sama juga berlaku untuk kasus Ukraina. Informasi ini menjadi berguna bagi Rusia jika mereka ingin menguasai Ukraina.
Sejarawan dari University of Gothenburg, Swedia, Pavol Jakubec, mengatakan Ukraina belum perlu menyiapkan pemerintahan dalam pengasingan saat ini, kecuali sebagai upaya terakhir.
"Mungkin mereka ingin mencegah upaya Rusia memblokir operasi, baik secara analog maupun digital," kata Jakubec.
Dia menjelaskan pada 1940, Norwegia memindahkan arsip Kementerian Luar Negeri ke bagian utara negara tersebut, kemudian ke Britania Raya ketika mereka diserang Jerman.
Jakubec juga menilai selain untuk melindungi warga negara mereka, Ukraina akan mencegah dokumen mereka jatuh ke tangan Rusia agar tidak diubah isinya dan digunakan untuk propaganda.
Wakil kepala Dinas Komunikasi Khusus dan Perlindungan Informasi Ukraina, Victor Zhora mengatakan mereka memiliki rencana kontingensi.
"Kami menyiapkan medannya," kata Zhora, dikutip dari Reuters, Kamis.
Rencana utama mereka adalah melindungi infrastruktur TIK di dalam Ukraina. Sementara memindahkannya ke luar negeri adalah "rencana B atau C".
Zhora mengatakan migrasi ini hanya terjadi jika ada perubahan regulasi yang disetujui legislator Ukraina.
Pejabat di pemerintahan Ukraina sudah memindahkan peralatan dan cadangan ke wilayah yang lebih aman di Ukraina dan berada di luar jangkauan Rusia.
Zhora dalam wawancara dengan Politico bulan lalu mengatakan ada rencana memindahkan data penting keluar ibu kota Kiev jika terancam. Dia mengatakan Ukraina mendapat tawaran memindahkan data ke beberapa negara.
Menurut dia, jika ada migrasi, lokasi di Eropa lebih disukai karena alasan kedekatan.
"Ada banyak pilihan. Semua pengajuan disambut baik dan layak dipertimbangkan," kata Zhora.
Menurut dia, pada masa lalu, memindahkan data pemerintahan dari jangkauan Rusia melibatkan perpindahan fisik server dan penyimpanan atau migrasi data secara digital dari satu server ke yang lainnya.
Ketika legislator suatu hari nanti mencabut pembatasan pengiriman data Ukraina ke luar negeri, menurut Zhora, tidak berarti semua data dan jaringan pemerintahan segera dikirim ke luar negeri.
Pemerintah harus menentukan kasus per kasus apakah perlu mempertahankan operasi berjalan di luar negeri atau mengevakuasi data.
Pengelolaan data yang dikumpulkan oleh pemerintah menjadi pembicaraan dunia ketika Afghanistan diambil alih Taliban tahun lalu. Ketika Taliban menaklukkan kota Kabul, mereka berada dalam posisi mendapatkan data sensitif seperti informasi gaji pegawai pemerintahan dan tentara.
Data seperti itu bisa digunakan untuk menangkap oposisi. Kekhawatiran yang sama juga berlaku untuk kasus Ukraina. Informasi ini menjadi berguna bagi Rusia jika mereka ingin menguasai Ukraina.
Sejarawan dari University of Gothenburg, Swedia, Pavol Jakubec, mengatakan Ukraina belum perlu menyiapkan pemerintahan dalam pengasingan saat ini, kecuali sebagai upaya terakhir.
"Mungkin mereka ingin mencegah upaya Rusia memblokir operasi, baik secara analog maupun digital," kata Jakubec.
Dia menjelaskan pada 1940, Norwegia memindahkan arsip Kementerian Luar Negeri ke bagian utara negara tersebut, kemudian ke Britania Raya ketika mereka diserang Jerman.
Jakubec juga menilai selain untuk melindungi warga negara mereka, Ukraina akan mencegah dokumen mereka jatuh ke tangan Rusia agar tidak diubah isinya dan digunakan untuk propaganda.