Jakarta (ANTARA) - Seluruh mata dari penjuru dunia tertegun dengan kiprah Indonesia dalam menyukseskan persamuhan para pemimpin dunia yang tergabung pada Group of Twenty (G20), sebuah forum penyumbang 85 persen ekonomi global.
Sejak meneruskan estafet Presidensi G20 dari Italia pada November 2021, Indonesia melancarkan berbagai jalur diplomasi agar pertemuan puncak di Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20 15-16 November 2022 bisa memberikan manfaat bagi seluruh dunia, tak hanya negara anggota G20.
Ibarat menaiki roller coasters, perjalanan menuju KTT G20 tidak mudah, bahkan disebut sebagai presidensi G20 tersulit karena dilaksanakan di tengah krisis geopolitik, kesehatan, dan ekonomi dunia.
Kesulitan itu terlihat dari berbagai pertemuan dalam jalur keuangan (finance track) maupun jalur sherpa (sherpa track) yang kerap berakhir dengan kebuntuan karena ada friksi politik menyusul invasi militer Rusia ke Ukraina pada Februari 2022.
Namun upaya diplomasi Presiden Joko Widodo (Jokowi) sejak pertengahan 2022 dengan mengunjungi langsung para pemimpin dunia yang bersitegang guna memastikan kehadiran di KTT G20 Bali telah membuahkan hasil.
Jauh hari sebelum KTT G20 Bali, Jokowi bertemu langsung Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy, Presiden Rusia Vladimir Putin, Presiden China Xi Jinping, dan Presiden Amerika Serikat Joe Biden untuk meredakan ketegangan.
Jokowi ingin menunjukkan Indonesia adalah mitra terpercaya yang mampu menjadi penengah di tengah rivalitas tajam dan dalam antara beberapa negara di dunia.
Posisi itu juga kembali ditegaskan Jokowi saat memimpin KTT G20 di Bali. Di hadapan para pemimpin dunia, Jokowi menyerukan agar seluruh pihak menghentikan perang. Para pemimpin G20, yang memimpin 19 negara dan satu blok kawasan Uni Eropa, kata Jokowi, memiliki tanggung jawab bersama menyelamatkan dunia dari krisis, termasuk perang
Konsistensi Indonesia berbuah kepercayaan. KTT G20, yang dihadiri para pemimpin dunia, berhasil menciptakan kesepakatan bertajuk G20 Bali Leader’s Declaration dengan 52 paragraf di dalamnya. Kesepakatan itu adalah deklarasi pertama yang lahir sejak Februari 2022.
Dalam deklarasi tersebut, terdapat Annex G20 Action for Strong and Inclusive Recovery (Annex 2 Deklarasi Bali) yang memuat daftar kerja sama multilateral negara-negara G20. Daftar tersebut berisi 226 proyek kerja sama multilateral dengan total nilai 238 miliar Dolar AS.
Selain 226 proyek tersebut, Indonesia juga memperoleh 140 proyek kerja sama bilateral senilai 71,4 miliar Dolar AS yang merupakan capaian konkret atau concrete deliverables dari Presidensi G20 Indonesia.
Pekerjaan tidak berhenti
Jokowi ingin agar kesepakatan tersebut tidak hanya berakhir di atas kertas atau hanya menyisakan gemuruh euforia sesaat. Seluruh inisiatif, program, dan proyek harus segera dieksekusi dengan cepat dan tepat.
Karena itu, dalam rapat terbatas di Istana Kepresidenan Jakarta pada Senin (28/11), para menteri diperintahkan untuk keroyokan menindaklanjuti kesepakatan dari KTT G20 menjadi hasil konkret yang bermanfaat bagi Indonesia.
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan ditugaskan untuk menindaklanjuti hasil di bidang investasi.
Menteri Luar Negeri Retno Marsudi diberi tugas menindaklanjuti urusan politik, sementara Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto diperintahkan menindaklanjuti kerja sama yang bersifat umum di luar isu investasi dan politik.
Jokowi mencontohkan beberapa komitmen yang harus segera ditindaklanjuti, seperti di antaranya kerja sama pembangunan infrastruktur dengan pemerintah Amerika Serikat melalui skema Partnership for Global Infrastructure and Investment sebesar 600 miliar Dolar AS.
Kemudian kerja sama dengan pemerintah AS senilai 20 miliar Dolar AS untuk pengembangan kendaraan listrik melalui program Just Energy Transition Partnership (JETP).
Program JETP menurut Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati ditindaklanjuti dengan program Energy Transition Mechanism (ETM) Country Platform yang saat ini sudah mendapat komitmen sebesar 500 juta Dolar AS. Dana ini akan digunakan untuk mempercepat pensiun dini pembangkit listrik tenaga fosil agar bertransisi ke energi ramah lingkungan.
Pemerintah menugaskan PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) Persero untuk menindaklanjuti kerja sama ini. Pemerintah akan menyiapkan berbagai insentif agar program transisi energi ini diminati investor dan konsumen.
“Ini semuanya nanti akan dilakukan pada bulan-bulan mendatang sehingga kita bisa mendapatkan manfaat dari kerja sama maupun dari sisi pendanaan,” kata Sri Mulyani.
Selain itu, terdapat juga komitmen investasi dari Jepang, Inggris dan Republik Korea, untuk keberlanjutan pembangunan proyek kereta MRT di Jakarta, dan kerja sama dengan Turki untuk keberlanjutannya pembangunan jalan Tol Trans Sumatera.
Selanjutnya, Indonesia juga akan menyampaikan proposal untuk penggunaan dana dari pandemic fund yang sejauh ini berhasil mengumpulkan 1,5 miliar Dolar AS. Dana yang terkumpul dari pandemic fund ini, di antaranya dapat digunakan untuk kesiapsiagaan, pencegahan dan penanggulangan (prevention, preparedness, and response/PPR) pandemi di masa mendatang.
Mengenai isu lainnya yang diusung Indonesia, yakni digitalisasi, Presidensi G20 Indonesia menghasilkan langkah maju kerja sama sistem pembayaran di antara negara-negara ASEAN serta mata uang digital dari bank sentral.
Dalam acara sela menuju KTT G20, lima bank sentral di ASEAN, yakni Bank Indonesia (BI), Bank Negara Malaysia (BNM), Bangko Sentral ng Pilipinas (BSP), Monetary Authority of Singapore (MAS), dan Bank of Thailand (BOT) sepakat untuk mewujudkan dan mendukung pembayaran lintas batas yang lebih cepat, murah, transparan, dan inklusif melalui penandatanganan Nota Kesepahaman (Memorandum of Understanding/MoU) Kerja Sama Konektivitas Pembayaran Kawasan.
Berbagai komitmen dan kesepakatan tersebut menjadi jendela kerja sama yang memberikan kesempatan luas bagi Indonesia guna menikmati keuntungan besar dalam transformasi struktural.
Tak heran, Presiden Jokowi menyebut Indonesia berada di puncak kepemimpinan global setelah sukses menggelar KTT G20 2022 dan menjadi Ketua ASEAN pada 2023. Momentum itu memang telah tiba. Namun momentum itu harus dijaga dengan tindak lanjut yang konsisten dan efektif guna melahirkan manfaat yang nyata dan maksimal.
Bekal kesuksesan di kepemimpinan G20 juga akan membuat Indonesia semakin percaya diri untuk berperan menuntaskan masalah-masalah kawasan sebagai Ketua ASEAN pada tahun depan.