Badung, Bali (ANTARA) - Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) menggandeng Mahkamah Agung (MA) dan jajaran hakim di Bali untuk menyamakan persepsi terkait aturan baru di dalam UU Nomor 4 tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK).
“Sebagai lembaga negara, LPS perlu menyosialisasikan fungsinya apa, mandatnya apa dan kami sekarang mendapat mandat di UU P2SK,” kata Kepala Eksekutif LPS Lana Soelistianingsih dalam sosialisasi terkait UU P2SK di Kuta, Bali, Jumat.
Penyamaan persepsi tersebut diharapkan mendukung upaya optimalisasi dan pemulihan biaya penjaminan yang dikeluarkan LPS sehingga kehadiran lembaga itu memberi kontribusi kepada masyarakat.
Lana menambahkan sosialisasi tersebut tidak hanya memberi dampak kepada LPS tetapi juga memberikan pemahaman kepada MA dan jajaran hakim di wilayah Pengadilan Tinggi Denpasar, Pengadilan Tinggi Agama Provinsi Bali dan Pengadilan Tata Usaha Negara Denpasar.
“Kami perlu mendapatkan dukungan dalam proses hukum. Ketua MA menyampaikan hakim harus independen, tapi setidaknya memahami fungsi dan peran LPS,” katanya.
Senada dengan Lana, Ketua Kamar Perdata Mahkamah Agung I Gusti Agung Sumanatha menilai penyamaan persepsi tersebut diharapkan mendukung penegakan hukum agar berjalan efektif dan efisien.
Ia menilai ada dua pasal di UU tersebut yang perlu mendapat perhatian yakni pasal 20 dan pasal 50.
Ada pun pasal 20 mengatur di antaranya terkait keputusan LPS penetapan simpanan tidak layak dibayar dan pasal 50 soal sengketa proses likuidasi.
Pasal 20 itu mengungkapkan nasabah penyimpan dapat mengajukan upaya hukum melalui pengadilan terhadap keputusan LPS tersebut.
“Sekarang di dalam ketentuan yang baru di pasal 20 itu kan disebut sebagai suatu keputusan. Ini tentu kami dari MA menyikapi atau menyamakan persepsi antara LPS juga antara kami sebagai hakim di MA,” katanya.
Ia menjelaskan apabila keputusan itu melanggar hukum oleh lembaga negara atau pemerintah, maka pengadilan yang menangani adalah Pengadilan Tata Usaha Negara.
Namun, mencermati keputusan itu berkaitan erat dengan muatan ekonomi, pengadilan yang menangani bisa juga ke perdata atau pengadilan agama jika terkait simpanan di lembaga keuangan syariah.
Sementara itu, Ketua Kamar Agama MA meminta kepada seluruh peradilan agama untuk memperhatikan apabila ada gugatan terkait perkara syariah berkaitan LPS menjadi kewenangan pengadilan agama.
Sedangkan, Ketua Kamar Tata Usaha Negara MA, Yulius mengungkapkan tugas LPS sebagai badan publik sangat berat karena perbankan atau masyarakat yang menjadi nasabah bisa menggugat LPS sehingga risiko sebagai badan pubik sangat besar.
“Antara pengadilan agama, perdata dan PTUN itu tipis pemisahannya. Jadi kalau tidak teliti bahaya, jadi bisa satu perkara diadili di beberapa pengadilan. Dibawa ke pengadilan agama, perdata dan PTUN dan itu hanya menguntungkan pihak tertentu dan ini tidak bagus,” katanya.