Jakarta (ANTARA) - Prof Mohamad Nasir tak pernah menyangka panggilan di telepon genggam saat tengah malam dari Presiden Joko Widodo (Jokowi) adalah awal jalan yang mengarah pada pengangkatan dirinya sebagai Menteri Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Menristekdikti) Indonesia untuk periode 2014-2019.

Karena nomor tak dikenal, Nasir tak menerima panggilan itu, hingga keesokan harinya sesudah menunaikan shalat subuh, Nasir kembali mendapatkan panggilan dari nomor tak dikenal, yang ternyata berasal dari pihak Jokowi.

Panggilan itu merupakan undangan untuk Nasir bertemu Presiden Jokowi. Namun kedatangannya pada hari pertama ke Istana Presiden bukan membicarakan dirinya untuk menjadi menteri, hanya makan siang dan bincang beberapa hal dengan Presiden Jokowi. Hingga beberapa hari kemudian, dia mendapatkan informasi menjadi menristekdikti.

Lelaki yang sebelumnya berprofesi sebagai akuntan ini mengaku tak pernah membayangkan dirinya dipercaya menjadi menteri pada Kabinet Kerja Jokowi jilid I.



"Bukan cita-cita saya sebagai menteri. Pada saat itu diangkat sebagai menteri, itu pikiran saya menjadi rektor, tapi saya diangkat jadi menteri. Kinerja yang saya lakukan selama lima tahun ini tidak pernah saya bayangkan kira-kira tercapai atau tidak," ujar Nasir.

Pada tahun pertama, Nasir sempat mengalami turun berat badan sebanyak 5-6 kilogram. "Setiap hari di bawah tekanan dari media, dari publik dari manapun itu, bagaimana tahun pertama itu, tiba-tiba berat badan saya turun, tapi setelah satu tahun menyesuaikan diri, berat badan naik lagi," ujar Nasir.

"Saya itu mengabdi di mana pun yang penting bagaimana memajukan negara," kata Nasir.

Pria kelahiran Ngawi pada 27 Juni 1960 itu dilantik menjadi menteri pada 26 Oktober 2014. Sebelum dilantik menjadi menteri, Nasir telah terpilih menjadi rektor Universitas Diponegoro di Semarang untuk periode 2014-2018 dan merupakan guru besar bidang Behavioral Accounting dan Management Accounting.

Nasir telah mampu mengabdi sebagai menristekdikti dalam lima tahun pemerintahan Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla periode 2014-2019 dengan berbagai tantangan. Ada empat tantangan utama yang dihadapi Nasir yakni penguatan kualitas perguruan tinggi di mata dunia yang harus ditingkatkan, daya saing riset dan inovasi yang harus ditingkatkan, pertumbuhan perusahaan pemula berbasis teknologi yang perlu dipacu serta upaya menangkal paham yang bertolak belakang dengan dasar dan ideologi bangsa seperti radikalisme.

Sebagai pakar anggaran dan akuntan profesional, Nasir mengungkapkan ada dua hal utama yang dilakukannya saat mula-mula memimpin Kementerian, Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemristekdikti) yaitu memperbaiki birokrasi, terutama akuntabilitas anggaran dan mengefisiensikan layanan pada masyarakat melalui sistem daring atau online.

"Kita lihat dari sistem birokrasi yang ada di Kemenristekdikti, dulu kita mengurusi birokrasi itu saya ditugasi untuk menggabungkan Kementerian Riset dan Teknologi dan dari Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan," ujar Nasir.

Di awal-awal tahun kepemimpinannya, Nasir melakukan gebrakan dengan menutup perguruan tinggi swasta palsu atau kampus abal-abal. Pada awal Oktober 2015, Nasir mengumumkan sebanyak 12 perguruan tinggi swasta di berbagai daerah di Tanah Air yang tidak memiliki izin operasional dan juga terbukti membuat ijazah palsu dibekukan.

"Perguruan tinggi swasta yang dianggap ilegal itu, terpaksa harus ditutup karena merugikan masyarakat dan pendidikan tinggi," kata Nasir yang meraih gelar Doktor atau Ph.D. Akt di Universiti Sains Malaysia di Penang, Malaysia.

Tak sampai di situ, Menteri Nasir melakukan penguatan kebijakan untuk mendorong ekosistem riset yang lebih baik di Tanah Air. Hal ini dilakukan untuk menjadikan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) serta inovasi menjadi basis pembangunan. Karena negara maju adalah negara yang ekonominya digerakkan oleh inovasi seperti yang terjadi di Korea Selatan. Dan Indonesia pun bergerak ke arah itu.

Dalam masa kepemimpinannya, sejumlah kebijakan berhasil dikeluarkan untuk mendukung kemajuan riset, iptek dan inovasi Indonesia, antara lain Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 38 Tahun 2018 tentang Rencana Induk Riset Nasional (RIRN) 2017-2045, dengan sembilan fokus penelitian, pengembangan, pengkajian dan penerapan (litbangjirap), yakni pangan dan pertanian, energi baru dan terbarukan, kesehatan dan obat, transportasi, teknologi informasi dan komunikasi, pertahanan dan keamanan, material maju, kemaritiman, kebencanaan, serta sosial humaniora, seni budaya dan pendidikan.

Kebijakan lain yang mendorong ekosistem riset yang lebih baik yakni setiap lima tahun dibuat Prioritas Riset Nasional (PRN) yang dimulai dengan PRN 2020-2024.

Nasir yang telah menamatkan pendidikan Magister Sains Program Pasca Sarjana Universitas Gadjah Mada di Yogyakarta juga berhasil mendorong pemerintah menetapkan Undang-undang Nomor 11 Tahun 2019 Sistem Nasional Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (UU Sisnas Iptek).

Sejumlah poin penting yang tercantum dalam undang-undang ini antara lain menempatkan ilmu pengetahuan berperan dalam pembangunan nasional (science based policy); pemberian perlindungan dan keistimewaan kepada peneliti dan perekayasa; mulai membangun dana abadi riset, dan juga mendorong badan usaha untuk berpartisipasi dalam litbangjirap; mendorong penguatan peran penelitian, pengembangan, pengkajian dan penerapan melalui pembentukan badan riset dan inovasi nasional; serta perlindungan biodiversitas, serta penerapan sanksi bagi yang melanggar.

Penguatan ekosistem riset Indonesia ke arah yang lebih baik juga ditandai dengan berlakunya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 45 Tahun 2019 yang merupakan perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 94 Tahun 2010 tentang Penghitungan Penghasilan Kena Pajak dan Pelunasan Pajak Penghasilan dalam Tahun Berjalan.

Peraturan pemerintah ini menyatakan bahwa badan usaha yang melakukan kegiatan penelitian dan pengembangan tertentu di Indonesia, dapat diberikan pengurangan penghasilan bruto paling tinggi 300 persen.

Tak sampai di situ, Nasir juga mendorong adanya dana abadi riset, yang mana pemerintah Indonesia telah mengucurkan dana abadi sebesar Rp999 miliar melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), dan pada 2020 akan dialokasikan sebesar Rp5 miliar. Dana abadi riset ini dapat menjadi alternatif dalam skema pembiayaan penelitian dan pengembangan di Indonesia.

Nasir juga fokus pada peningkatan perusahaan pemula berbasis teknologi (PPBT). Pada 2015 terdapat 52 tenant calon PPBT (CPPBT) dan PPBT. Hingga pada 2019, ada 1.307 CPPBT dan PPBT. Sementara, pada 2018 sudah ada 30 PPBT yang produknya sudah laris di masyarakat dan beromset di atas Rp1 miliar.

"Saya ingin meningkatkan produk inovasi dalam negeri. Kalai produk inovasi dalam negeri bisa meningkat, maka ekonomi Indonesia secara kompetitif akan semakin bersaing, tangguh dalam persaingan," ujarnya.

Terkait hilirisasi penelitian dan paten, Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi yang dikomandoi Nasir sudah mendanai dan membimbing sejumlah produk inovatif dari penelitian dan paten yang sudah digunakan masyarakat, termasuk dua alat medis untuk kesehatan gigi dan mulut dentolaser antimikroba dan fotobiomodulasi sel dari Universitas Airlangga, Mesin Plasma Ozon dari Universitas Diponegoro yang dapat memperpanjang masa simpan hasil panen hortikultura.

Kemudian, benih jagung Brawijaya Sweet dari Universitas Brawijaya yang tahan penyakit, Katalis Merah Putih dari Institut Teknologi Bandung (ITB) yang dapat memproduksi bioavtur dan green diesel berbasis campuran minyak sawit, serta motor listrik Gesits dari Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) yang sudah mendapat dukungan penuh dari kementerian lain.

"Secara prinsipal, Gesits ini adalah kendaraan listrik pertama kali buatan Indonesia. Dalam sejarahnya Indonesia belum pernah punya prinsipal sendiri, baru kali ini punya prinsipal, sebagai perusahaan pemula di kendaraan listrik ini. Nanti di mobil juga harus melakukan hal yang sama," ujar Menteri Nasir.

Infrastruktur pengisian daya bagi motor listrik Gesits juga didorong sudah merata di seluruh Jakarta pada 2020.

Landasan yang baik ini hendaknya digunakan pemerintahan akan datang untuk melakukan lompatan kemajuan bagi dunia ilmu pengetahuan dan teknologi serta pendidikan tinggi.
 

Pewarta : Martha Herlinawati S
Editor : Laode Masrafi
Copyright © ANTARA 2024