Malili (ANTARA) - Pemerintah Kabupaten Luwu Timur melalui Dinas Kesehatan meminta warga setempat untuk waspada dengan hewan peliharaan penyebar rabies utamanya anjing.
"Jika terjadi gigitan untuk segera berkoordinasi dengan puskesmas setempat guna dilakukan pertolongan pertama," kata Plt. Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Luwu Timur, Rosmini Pandin, Senin (17/02) malam melalui WhatsApp.
Menurutnya, tingginya populasi hewan ternak peliharaan terutama anjing berdampak pada meningkatnya kasus gigitan hewan penular rabies (GHPR) di Kabupaten Luwu Timur.
Data dari Komda zoonosis/rabies Kabupaten Luwu Timur, yang merujuk pada laporan dari masing-masing Puskesmas dalam kurun waktu enam tahun terakhir terjadi 3.049 kasus GHPR, dan mengalami kenaikan signifikan setiap tahun.
Pada 2014 terjadi 407 kasus dengan 1 kasus rabies, 2015 meningkat menjadi 465 kasus GHPR, 2016 menjadi 467 dan 2 kasus rabies, 2017 meningkat menjadi 525 kasus dan 3 terdeteksi rabies, 2018 terjadi 557 kasus dan 2019 bertambah menjadi 628 kasus GHPR dan 1 rabies.
"Tahun 2020 ini, selama periode Januari–Februari terjadi 44 kasus GHPR dan satu orang pasien meninggal dunia," ujarnya.
Kasus GHPR di Kabupaten Luwu Timur tersebar hampir di seluruh kecamatan meski dalam jumlah kasus yang berbeda. Kecamatan Tomoni Timur tercatat berada di urutan pertama, disusul Kecamatan Wasuponda, lalu Kecamatan Angkona, Mangkutana dan Burau.
"Dengan meningkatnya kasus GHPR ini dari tahun ke tahun, bahkan ada yang meninggal dunia, maka Luwu Timur sudah dapat dikategorikan dalam endemis rabies. Itulah sebabnya, kita berupaya agar kasus GHPR ini bisa diminimalkan," pungkas Rosmini Pandin.(*/Adv)
"Jika terjadi gigitan untuk segera berkoordinasi dengan puskesmas setempat guna dilakukan pertolongan pertama," kata Plt. Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Luwu Timur, Rosmini Pandin, Senin (17/02) malam melalui WhatsApp.
Menurutnya, tingginya populasi hewan ternak peliharaan terutama anjing berdampak pada meningkatnya kasus gigitan hewan penular rabies (GHPR) di Kabupaten Luwu Timur.
Data dari Komda zoonosis/rabies Kabupaten Luwu Timur, yang merujuk pada laporan dari masing-masing Puskesmas dalam kurun waktu enam tahun terakhir terjadi 3.049 kasus GHPR, dan mengalami kenaikan signifikan setiap tahun.
Pada 2014 terjadi 407 kasus dengan 1 kasus rabies, 2015 meningkat menjadi 465 kasus GHPR, 2016 menjadi 467 dan 2 kasus rabies, 2017 meningkat menjadi 525 kasus dan 3 terdeteksi rabies, 2018 terjadi 557 kasus dan 2019 bertambah menjadi 628 kasus GHPR dan 1 rabies.
"Tahun 2020 ini, selama periode Januari–Februari terjadi 44 kasus GHPR dan satu orang pasien meninggal dunia," ujarnya.
Kasus GHPR di Kabupaten Luwu Timur tersebar hampir di seluruh kecamatan meski dalam jumlah kasus yang berbeda. Kecamatan Tomoni Timur tercatat berada di urutan pertama, disusul Kecamatan Wasuponda, lalu Kecamatan Angkona, Mangkutana dan Burau.
"Dengan meningkatnya kasus GHPR ini dari tahun ke tahun, bahkan ada yang meninggal dunia, maka Luwu Timur sudah dapat dikategorikan dalam endemis rabies. Itulah sebabnya, kita berupaya agar kasus GHPR ini bisa diminimalkan," pungkas Rosmini Pandin.(*/Adv)