Makassar (ANTARA) - Dirjen Penegakan Hukum Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Rasio Ridho Sani menanggapi putusan In Abstentia (tanpa kehadiran pelaku) terhadap dua direktur perusahaan yakni Salahuddin dan Sutarmi pada kasus illegal logging (penebangan kayu secara ilegal), di Pengadilan Negeri Makassar, Sulawesi Selatan.

"Persidangan dan putusan secara In Abstentia terhadap dua direktur perusahaan yakni Sutarmi dan Salahuddin Toto Hartono ini adalah sejaran dan pertama kali dilakukan," kata Rasio Sani di Makassar, Jumat, saat menanggapi hasil putusan PN Makassar tersebut.

Sebelumnya, Majelis Hakim Pengadilan Negeri Makassar mengadili dan menjatuhkan hukum pidana secara In Absentia kepada terdakwa Salahuddin Toto Hartono, S.Hut alias Toto (47) dan terdakwa atas nama Sutarmi (46) masing-masing pidana penjara selama 5 (lima) tahun dan denda Rp2,5 miliar terkait kayu ilegal. 

Sutarmi merupakan Direktur CV Rizki Mandiri Timber, pemilik 29 kontainer berisi kayu illegal jenis merbau dengan volume 579,00 meter kubik.  Sedangkan Salahuddin Toto Hartono, S.Hut alias Toto merupakan Kuasa Direktur CV Mevan Jaya selaku pemilik 3 kontainer kayu illegal jenis merbau sebanyak 59,96 meter kubik.  Barang Bukti Kayu ini dirampas untuk negara.

Toto Hartono beralamat di jalan Raya Sarmi Kampung Rhepang Muaif, Distrik Nimbokrang Kabupaten Jayapura, Provinsi Papua. Sedangkan Sutarmi beralamat di jalan Pasir Sentani, RT 001/RW 001 Kelurahan Desa Sentani Kota, Kecamatan Sentani, Kabupaten Jayapura, Provinsi Papua.

Putusan secara In Absentia atas nama terdakwa Salahuddin Toto Hartono, S.Hut alias Toto, berdasarkan putusan Nomor 954/Pid.Sus/2022/PN Mks. Dan putusan secara In Absentia atas nama terdakwa Sutarmi Alias Bu Tarmi berdasarkan putusan Nomor 953/Pid.Sus/2022/PN Mks. Dua putusan tersebut tertanggal 12 Desember 2022 dengan Farid Hidayat Sopamena, S.H., M.H, sebagai Hakim Ketua, dan Franklin B Tamara, S.H., M.H. , Yasri, S.H., M.H. masing-masing sebagai Hakim Anggota.

Rasio Sani mengatakan putusan tersebut merupakan sejarah dalam penegakan hukum lingkungan hidup dan kehutanan. 

Putusan pidana penjara dan denda secara in abstentia ini harus menjadi pembelajaran bagi pelaku kejahatan lingkungan hidup dan kehutanan. 

KLHK terus konsisten dan tidak akan berhenti menindak dan menegakkan hukum terhadap pelaku kejahatan yang telah merusak lingkungan hidup dan kawasan hutan serta merugikan negara. 

"Kami akan menggunakan semua instrumen yang ada-agar ada efek jera," tegas Rasio Sani. 

Dia juga mengatakan penegakan hukum secara in abstentia ini merupakan bukti komitmen pemerintah dan negara dalam melindungi sumber daya alam (SDA) dan kekayaan negara dari ancaman kejahatan. 

"Sumber daya alam Indonesia, harus sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat. Kami mengapresiasi Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan dan Kejaksaan Negeri Makasar," ujarnya.

Pasalnya, kedua lembaga yudikatif tersebut telah membawa kedua terdakwa ke pengadilan dan Majelis Hakim PN Makasar yang telah menyidangkan dan memutuskan hukuman pidana penjara dan denda kepada kedua terpidana secara In Abstentia. 

Proses penegakan hukum secara In Absentia terhadap kedua tersangka, setelah kedua tersangka masuk dalam daftar pencarian orang (DPO). 

Selama persidangan berlangsung sejak bulan September 2022 sampai dengan Desember 2022, terdakwa telah dipanggil secara patut, namun tidak hadir mengikuti jalannya persidangan (in absentia). 

Kedua terdakwa diputuskan secara sah dan bersalah melakukan tindak pidana turut serta tidak memiliki izin mengangkut keterangan sahnya hasil hutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 83 Ayat 1 Huruf b Jo. 

Termasuk Pasal 12 Huruf e, Undang-Undang No 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan dan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana serta peraturan perundang-undangan lain yang bersangkutan.

Pewarta : Suriani Mappong
Editor : Anwar Maga
Copyright © ANTARA 2024