Jakarta (ANTARA) - Mantan Direktur Utama (Dirut) PT Pertamina Galaila Karen Kardinah alias Karen Agustiawan dituntut pidana 11 tahun penjara serta denda Rp1 miliar terkait dugaan korupsi pengadaan gas alam cair (liquefied natural gas/LNG) di Pertamina pada periode 2011-2014.

"Kami penuntut umum meminta Majelis Hakim untuk menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Karen Agustiawan dengan pidana penjara selama 11 tahun dan pidana denda sebesar Rp1 miliar subsider 6 bulan kurungan," kata Jaksa Penuntut Umum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Wawan Yunarwanto dalam sidang pembacaan tuntutan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Kamis.

Jaksa menuntut agar Majelis Hakim menyatakan Karen telah terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum bersalah melakukan tindak pidana korupsi, sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 2 ayat (1) juncto Pasal 18 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah UU 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP sebagaimana dakwaan pertama.

Selain pidana utama, Wawan turut menuntut agar Majelis Hakim menjatuhkan pidana tambahan kepada Karen untuk membayar uang pengganti sebesar Rp1,09 miliar dan 104 ribu dolar Amerika Serikat (AS) subsider 2 tahun penjara.

Ia juga menuntut Majelis Hakim untuk menetapkan masa penahanan yang telah dijalani terdakwa dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan dan menetapkan terdakwa tetap dalam tahanan.

Kemudian, Jaksa KPK menuntut Majelis Hakim untuk membebankan pembayaran uang pengganti kepada perusahaan AS, Corpus Christi Liquefaction LLC (CCL) sebesar 113,83 juta dolar AS dan membebankan biaya perkara sebesar Rp7.500 kepada terdakwa.

Wawan mengungkapkan terdapat beberapa hal yang memberatkan tuntutan kepada Karen, yakni perbuatan terdakwa tidak mendukung program pemerintah dalam pemberantasan tindak pidana korupsi serta terdakwa tidak mengakui perbuatannya dan berbelit-belit dalam memberikan keterangan.

"Sementara hal yang meringankan tuntutan, yakni terdakwa bersikap sopan di persidangan," ujarnya menambahkan.

Sebelumnya, Karen Agustiawan didakwa merugikan negara sebesar 113,84 juta dolar Amerika Serikat (AS) atau setara dengan Rp1,77 triliun akibat dugaan korupsi pengadaan LNG di Pertamina pada 2011-2014.

Mantan Dirut PT Pertamina itu didakwa memperkaya diri sebesar Rp1,09 miliar dan sebanyak 104.016 dolar AS atau setara dengan Rp1,62 miliar, serta memperkaya suatu korporasi, yaitu CCL senilai 113,84 juta dolar AS atau setara dengan Rp1,77 triliun, yang mengakibatkan kerugian keuangan negara.

Selain itu, Karen turut didakwa memberikan persetujuan pengembangan bisnis gas pada beberapa kilang LNG potensial di AS tanpa adanya pedoman pengadaan yang jelas dan hanya memberikan izin prinsip tanpa didukung dasar justifikasi, analisis secara teknis dan ekonomis, serta analisis risiko.

Karen juga disebut tidak meminta tanggapan tertulis kepada Dewan Komisaris Pertamina dan persetujuan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) sebelum penandatanganan perjanjian jual beli LNG CCL Train 1 dan Train 2, serta memberikan kuasa kepada Yenni Andayani selaku Senior Vice President (SVP) Gas and Power Pertamina 2013-2014 dan Hari Karyuliarto selaku Direktur Gas Pertamina 2012-2014.

Keduanya diberi kuasa untuk masing-masing menandatangani LNG SPA (Sales and Purchase Agreement) CCL Train 1 dan Train 2, meski belum seluruh Direksi Pertamina menandatangani Risalah Rapat Direksi (RRD) untuk LNG SPA CCL Train 1 dan tanpa didukung persetujuan direksi untuk LNG SPA CCL Train 2.

Atas perbuatannya, Karen didakwa melakukan perbuatan yang diatur dan diancam pidana dalam Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Pewarta : Agatha Olivia Victoria
Editor : Anwar Maga
Copyright © ANTARA 2024