Jakarta (ANTARA) - Komisioner Badan Pengelola Tapera Heru Pudyo Nugroho mengatakan Program Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) memudahkan masyarakat berpenghasilan rendah memperoleh hunian.
"Mengacu pada indeks keterjangkauan residensial, harga rumah dikategorikan terjangkau apabila tidak lebih dari tiga kali penghasilan rumah tangga dalam setahun, atau maksimal indeks tiga," katanya dalam jumpa pers di Kantor Staf Presiden (KSP) Jakarta, Jumat.
Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2016, kata Heru, Tapera bertujuan meringankan masyarakat untuk mendapatkan hunian yang layak.
Ia mengatakan Tapera menjadi solusi pembiayaan rumah jangka panjang di Indonesia. Pemerintah berharap program tersebut akan membantu masyarakat, khususnya para pekerja, untuk memiliki rumah dengan mudah dan ringan.
Kondisi saat ini pada 12 provinsi di Indonesia, kata Heru, masyarakat masih sulit untuk memiliki hunian dengan harga yang terjangkau dari penghasilan mereka. Bahkan di beberapa provinsi yang populasinya tinggi seperti di Pulau Jawa dan Bali, angka keterjangkauan residensial di atas lima atau sangat tidak terjangkau.
"Permasalahan ini terjadi hampir di semua segmen, baik di masyarakat berpenghasilan rendah, menengah, maupun pekerja kelas atas," ujarnya.
Hal itu yang membuat Tapera hadir, kata dia, melalui penurunan suku bunga yang pada akhirnya menurunkan besaran angsuran bulanan para peserta. Perhitungan ilustrasi, lanjutnya, adalah terdapat selisih angsuran sebesar Rp1 juta per bulan jika mengambil satuan rumah susun dengan asumsi harga Rp300 jutaan.
Jika menggunakan KPR komersial, angsurannya kurang lebih Rp3,1 juta per bulan, dengan asumsi bunga 11 persen. Namun jika melalui KPR Tapera hanya Rp2,1 juta per bulan, sudah termasuk tabungan.
Hal itu dikarenakan sebelum mendapatkan manfaat, peserta harus menabung. Upaya ini pun untuk menunjukkan kemampuan dalam mengangsur.
"Jadi secara tidak langsung, dengan menjadi anggota Tapera dia nabung setahun, mengajukan KPR itu meningkatkan bank availability dari peserta," katanya.
Secara sederhana, kata Heru, Tapera dapat disimpulkan sebagai iuran yang dibayarkan oleh peserta untuk membiayai kebutuhan perumahan.
Besaran iurannya adalah tiga persen dari gaji pekerja. Dari jumlah ini, 0,5 persen ditanggung oleh pemberi kerja dan 2,5 persen ditanggung oleh pekerja. Dengan kata lain 2,5 persen dari gaji pekerja akan dipotong setiap bulan untuk iuran Tapera.
"Bagi pekerja mandiri atau freelancer, iuran tiga persen tersebut harus ditanggung sepenuhnya oleh diri mereka sendiri. Ini berarti mereka harus lebih bijaksana dalam mengelola keuangan mereka untuk memastikan bahwa mereka dapat memenuhi kewajiban iuran Tapera setiap bulannya," kata Heru.
Melalui Program Tapera, pemerintah juga berharap dapat meningkatkan kesejahteraan dan kualitas hidup para pekerja.
Tapera adalah mekanisme penyimpanan yang dilakukan oleh peserta secara periodik dalam jangka waktu tertentu dan hanya dapat dimanfaatkan untuk pembiayaan perumahan dan/atau akan dikembalikan berikut hasil tabungannya ketika pekerja memasuki masa pensiun.
Tujuan dari mekanisme itu adalah menghimpun dan menyediakan dana murah jangka panjang dan berkelanjutan untuk memudahkan masyarakat mendapatkan pembiayaan perumahan.
Peserta Tapera adalah para pekerja dan pekerja mandiri yang penghasilannya paling sedikit sebesar upah minimum.
Semua peserta diwajibkan membayarkan iuran, namun hanya peserta dengan kategori Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) yang bisa memanfaatkan pembiayaan Tapera. Sedangkan non-MBR hanya bisa dan berhak menerima simpanan dan hasilnya saat pensiun.
"Mengacu pada indeks keterjangkauan residensial, harga rumah dikategorikan terjangkau apabila tidak lebih dari tiga kali penghasilan rumah tangga dalam setahun, atau maksimal indeks tiga," katanya dalam jumpa pers di Kantor Staf Presiden (KSP) Jakarta, Jumat.
Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2016, kata Heru, Tapera bertujuan meringankan masyarakat untuk mendapatkan hunian yang layak.
Ia mengatakan Tapera menjadi solusi pembiayaan rumah jangka panjang di Indonesia. Pemerintah berharap program tersebut akan membantu masyarakat, khususnya para pekerja, untuk memiliki rumah dengan mudah dan ringan.
Kondisi saat ini pada 12 provinsi di Indonesia, kata Heru, masyarakat masih sulit untuk memiliki hunian dengan harga yang terjangkau dari penghasilan mereka. Bahkan di beberapa provinsi yang populasinya tinggi seperti di Pulau Jawa dan Bali, angka keterjangkauan residensial di atas lima atau sangat tidak terjangkau.
"Permasalahan ini terjadi hampir di semua segmen, baik di masyarakat berpenghasilan rendah, menengah, maupun pekerja kelas atas," ujarnya.
Hal itu yang membuat Tapera hadir, kata dia, melalui penurunan suku bunga yang pada akhirnya menurunkan besaran angsuran bulanan para peserta. Perhitungan ilustrasi, lanjutnya, adalah terdapat selisih angsuran sebesar Rp1 juta per bulan jika mengambil satuan rumah susun dengan asumsi harga Rp300 jutaan.
Jika menggunakan KPR komersial, angsurannya kurang lebih Rp3,1 juta per bulan, dengan asumsi bunga 11 persen. Namun jika melalui KPR Tapera hanya Rp2,1 juta per bulan, sudah termasuk tabungan.
Hal itu dikarenakan sebelum mendapatkan manfaat, peserta harus menabung. Upaya ini pun untuk menunjukkan kemampuan dalam mengangsur.
"Jadi secara tidak langsung, dengan menjadi anggota Tapera dia nabung setahun, mengajukan KPR itu meningkatkan bank availability dari peserta," katanya.
Secara sederhana, kata Heru, Tapera dapat disimpulkan sebagai iuran yang dibayarkan oleh peserta untuk membiayai kebutuhan perumahan.
Besaran iurannya adalah tiga persen dari gaji pekerja. Dari jumlah ini, 0,5 persen ditanggung oleh pemberi kerja dan 2,5 persen ditanggung oleh pekerja. Dengan kata lain 2,5 persen dari gaji pekerja akan dipotong setiap bulan untuk iuran Tapera.
"Bagi pekerja mandiri atau freelancer, iuran tiga persen tersebut harus ditanggung sepenuhnya oleh diri mereka sendiri. Ini berarti mereka harus lebih bijaksana dalam mengelola keuangan mereka untuk memastikan bahwa mereka dapat memenuhi kewajiban iuran Tapera setiap bulannya," kata Heru.
Melalui Program Tapera, pemerintah juga berharap dapat meningkatkan kesejahteraan dan kualitas hidup para pekerja.
Tapera adalah mekanisme penyimpanan yang dilakukan oleh peserta secara periodik dalam jangka waktu tertentu dan hanya dapat dimanfaatkan untuk pembiayaan perumahan dan/atau akan dikembalikan berikut hasil tabungannya ketika pekerja memasuki masa pensiun.
Tujuan dari mekanisme itu adalah menghimpun dan menyediakan dana murah jangka panjang dan berkelanjutan untuk memudahkan masyarakat mendapatkan pembiayaan perumahan.
Peserta Tapera adalah para pekerja dan pekerja mandiri yang penghasilannya paling sedikit sebesar upah minimum.
Semua peserta diwajibkan membayarkan iuran, namun hanya peserta dengan kategori Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) yang bisa memanfaatkan pembiayaan Tapera. Sedangkan non-MBR hanya bisa dan berhak menerima simpanan dan hasilnya saat pensiun.