Jakarta (ANTARA) - Jaksa Penuntut Umum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Meyer Simanjuntak menyebutkan tuntutan pidana penjara terhadap Menteri Pertanian (Mentan) periode 2019-2023 Syahrul Yasin Limpo (SYL) selama 12 tahun sudah adil.
Pasalnya, kata dia, berbagai fakta persidangan sudah secara terang benderang mengungkapkan berbagai perbuatan koruptif merajalela yang dilakukan SYL selama menjabat sebagai menteri pertanian.
"Tuntutan diberikan dengan harapan dapat diterima oleh terdakwa dan SYL dapat bertobat serta memperbaiki diri setelahnya," kata Meyer dalam sidang pembacaan tanggapan penuntut umum terhadap pembelaan terdakwa (replik) di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Senin.
Kendati demikian, Jaksa justru heran dengan nota pembelaan SYL maupun penasihat hukumnya yang meminta terdakwa dibebaskan dengan dalih perbuatan yang dilakukan SYL merupakan kepentingan dinas dan dalam rangka memenuhi kebutuhan rakyat.
Menurutnya, berbagai perilaku SYL dengan menggunakan uang pemerasan dari para anak buah di Kementerian Pertanian (Kementan) bukan merupakan kepentingan dinas maupun untuk kepentingan dinas, seperti menyawer biduan, membeli tas dan jaket mewah untuk istri, hingga membeli hadiah ulang tahun cucu.
Maka dari itu, Meyer berharap agar SYL dan penasihat hukumnya bisa jujur dalam persidangan sebagai ciri setiap insan yang bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.
"Ataukah memang kalian sudah tidak memiliki lagi setitik kejujuran itu?" ucap dia.
Sebelumnya, SYL meminta Majelis Hakim untuk membebaskan dirinya dari tuntutan pidana penjara 12 tahun dalam pembacaan nota pembelaan (pleidoi) di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jumat (5/7).
Dia beralasan tidak terdapat alat bukti sah menurut peraturan perundang-undangan maupun fakta yang dapat dijadikan sebagai dasar untuk menyatakan kesalahan SYL dalam kasus korupsi di lingkungan Kementan pada rentang waktu 2020-2023.
SYL mengaku masih bertanya-tanya alasan dirinya dijadikan sebagai tersangka dan terdakwa serta alasan para saksi memberikan keterangan yang beberapa di antaranya memberatkan posisinya.
Ia meyakini berbagai keterangan itu tidak benar, sehingga ada kemungkinan para saksi memberikan keterangan dalam keadaan tidak bebas maupun mendapatkan tekanan atau ancaman.
SYL dituntut pidana penjara 12 tahun dan denda Rp500 juta subsider pidana kurungan 6 bulan dalam kasus dugaan korupsi di lingkungan Kementan pada rentang waktu 2020-2023.
Selain itu, SYL dituntut membayar uang pengganti sebesar Rp44,27 miliar dan ditambah 30 ribu dolar Amerika Serikat (AS), dikurangi dengan jumlah uang yang telah disita dan dirampas.
Jaksa menuntut agar SYL dinyatakan terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dan berlanjut, melanggar Pasal 12 huruf e juncto Pasal 18 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Dalam kasus tersebut, SYL menjadi terdakwa lantaran diduga melakukan pemerasan atau menerima gratifikasi dengan total Rp44,5 miliar.
Pemerasan dilakukan Mantan Gubernur Sulawesi Selatan itu bersama Sekretaris Jenderal Kementan periode 2021–2023 Kasdi Subagyono serta Direktur Alat dan Mesin Pertanian Kementan Tahun 2023 Muhammad Hatta, yang juga menjadi terdakwa.
Adapun keduanya merupakan koordinator pengumpulan uang dari para pejabat eselon I dan jajarannya, antara lain untuk membayarkan kebutuhan pribadi dan keluarga SYL.
Pasalnya, kata dia, berbagai fakta persidangan sudah secara terang benderang mengungkapkan berbagai perbuatan koruptif merajalela yang dilakukan SYL selama menjabat sebagai menteri pertanian.
"Tuntutan diberikan dengan harapan dapat diterima oleh terdakwa dan SYL dapat bertobat serta memperbaiki diri setelahnya," kata Meyer dalam sidang pembacaan tanggapan penuntut umum terhadap pembelaan terdakwa (replik) di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Senin.
Kendati demikian, Jaksa justru heran dengan nota pembelaan SYL maupun penasihat hukumnya yang meminta terdakwa dibebaskan dengan dalih perbuatan yang dilakukan SYL merupakan kepentingan dinas dan dalam rangka memenuhi kebutuhan rakyat.
Menurutnya, berbagai perilaku SYL dengan menggunakan uang pemerasan dari para anak buah di Kementerian Pertanian (Kementan) bukan merupakan kepentingan dinas maupun untuk kepentingan dinas, seperti menyawer biduan, membeli tas dan jaket mewah untuk istri, hingga membeli hadiah ulang tahun cucu.
Maka dari itu, Meyer berharap agar SYL dan penasihat hukumnya bisa jujur dalam persidangan sebagai ciri setiap insan yang bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.
"Ataukah memang kalian sudah tidak memiliki lagi setitik kejujuran itu?" ucap dia.
Sebelumnya, SYL meminta Majelis Hakim untuk membebaskan dirinya dari tuntutan pidana penjara 12 tahun dalam pembacaan nota pembelaan (pleidoi) di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jumat (5/7).
Dia beralasan tidak terdapat alat bukti sah menurut peraturan perundang-undangan maupun fakta yang dapat dijadikan sebagai dasar untuk menyatakan kesalahan SYL dalam kasus korupsi di lingkungan Kementan pada rentang waktu 2020-2023.
SYL mengaku masih bertanya-tanya alasan dirinya dijadikan sebagai tersangka dan terdakwa serta alasan para saksi memberikan keterangan yang beberapa di antaranya memberatkan posisinya.
Ia meyakini berbagai keterangan itu tidak benar, sehingga ada kemungkinan para saksi memberikan keterangan dalam keadaan tidak bebas maupun mendapatkan tekanan atau ancaman.
SYL dituntut pidana penjara 12 tahun dan denda Rp500 juta subsider pidana kurungan 6 bulan dalam kasus dugaan korupsi di lingkungan Kementan pada rentang waktu 2020-2023.
Selain itu, SYL dituntut membayar uang pengganti sebesar Rp44,27 miliar dan ditambah 30 ribu dolar Amerika Serikat (AS), dikurangi dengan jumlah uang yang telah disita dan dirampas.
Jaksa menuntut agar SYL dinyatakan terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dan berlanjut, melanggar Pasal 12 huruf e juncto Pasal 18 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Dalam kasus tersebut, SYL menjadi terdakwa lantaran diduga melakukan pemerasan atau menerima gratifikasi dengan total Rp44,5 miliar.
Pemerasan dilakukan Mantan Gubernur Sulawesi Selatan itu bersama Sekretaris Jenderal Kementan periode 2021–2023 Kasdi Subagyono serta Direktur Alat dan Mesin Pertanian Kementan Tahun 2023 Muhammad Hatta, yang juga menjadi terdakwa.
Adapun keduanya merupakan koordinator pengumpulan uang dari para pejabat eselon I dan jajarannya, antara lain untuk membayarkan kebutuhan pribadi dan keluarga SYL.