DP3A Kota Makassar bentuk Satgas dugaan kekerasan seksual santri
Makassar (ANTARA) - UPTD Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Kota Makassar akhirnya membentuk Satuan Tugas (Satgas) lintas instansi dan lembaga menyikapi dan mengawal dugaan pelecehan santri di Pondok Tahfidz Alquran di Pontiku.
"Satgas ini dibentuk untuk pendampingan menindaklanjuti kasus dugaan kekerasan di Pondok Tahfidz sehingga ada solusi penanganannya," ujar Pelaksana tugas (Plt) UPTD PPA Makassar Muallim disela rapat kantornya, Makassar, Sulawesi Selatan, Senin.
Tim Satgas tersebut tergabung dari tim Kementerian Agama, Dinas Pendidikan, Dinas Kesehatan, LBH Peradi, LBH Makassar, pengurus pondok, Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) Sulsel, Himpunan Psikologi Indonesia (HIMPSI), LBH Apik, dan media.
Ketua TRC UPTD PPA Kota Makassar Makmur dalam pertemuan itu menyampaikan dibutuhkan langkah konkrit dalam penuntasan kasus ini agar tidak terulang kembali. Selain itu, mendukung aparat kepolisian segera menyelesaikan penyelidikan sampai ke pengadilan.
"Kita mau ada atensi dalam kasus ini. Awalnya dilaporkan Sembilan orang anak, belakang berkembang menjadi 15 orang anak. Kasus ini sedang diproses di kepolisian mudah-mudahan segera P21 (dirampungkan)," paparnya.
Makmur bilang, pihaknya membutuhkan masukan-masukan dari pemangku kepentingan terkait guna mendukung dan mempercepat penuntasan kasus dugaan kekerasaan seksual pada santri di Pondok Tahfidz beberapa waktu lalu. Selain itu, pihaknya tidak akan menolak laporan.
"Tim Satgas ini dibentuk salah satunya memperkuat pendampingan baik konseling kepada korban maupun sekaligus percepatan penanganan kasus dugaan kekerasan seksual anak," tuturnya menegaskan.
Dari informasi yang diperoleh, kejadian dugaan kekerasan anak atau santri di Pondok Tahfidz Alquran di Pontiku pada 22 Oktober 2024. Sejumlah anak santrinya diduga mengalami kekerasan seksual rudupaksa oleh pengelola pondok, hingga dilaporkan ke polisi.
Sebanyak delapan orang anak didampingi orang tua dan pendampingnya telah diperiksa penyidik PPA Polrestabes Makassar berkaitan kasus itu. Pengelola pondok juga telah menjalani pemeriksaan penyidik dan masih pendalaman. Di sisi lain Kemenag Kota Makassar bahkan menyebut Pondok Tahfidz tersebut tidak terdaftar.
"Satgas ini dibentuk untuk pendampingan menindaklanjuti kasus dugaan kekerasan di Pondok Tahfidz sehingga ada solusi penanganannya," ujar Pelaksana tugas (Plt) UPTD PPA Makassar Muallim disela rapat kantornya, Makassar, Sulawesi Selatan, Senin.
Tim Satgas tersebut tergabung dari tim Kementerian Agama, Dinas Pendidikan, Dinas Kesehatan, LBH Peradi, LBH Makassar, pengurus pondok, Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) Sulsel, Himpunan Psikologi Indonesia (HIMPSI), LBH Apik, dan media.
Ketua TRC UPTD PPA Kota Makassar Makmur dalam pertemuan itu menyampaikan dibutuhkan langkah konkrit dalam penuntasan kasus ini agar tidak terulang kembali. Selain itu, mendukung aparat kepolisian segera menyelesaikan penyelidikan sampai ke pengadilan.
"Kita mau ada atensi dalam kasus ini. Awalnya dilaporkan Sembilan orang anak, belakang berkembang menjadi 15 orang anak. Kasus ini sedang diproses di kepolisian mudah-mudahan segera P21 (dirampungkan)," paparnya.
Makmur bilang, pihaknya membutuhkan masukan-masukan dari pemangku kepentingan terkait guna mendukung dan mempercepat penuntasan kasus dugaan kekerasaan seksual pada santri di Pondok Tahfidz beberapa waktu lalu. Selain itu, pihaknya tidak akan menolak laporan.
"Tim Satgas ini dibentuk salah satunya memperkuat pendampingan baik konseling kepada korban maupun sekaligus percepatan penanganan kasus dugaan kekerasan seksual anak," tuturnya menegaskan.
Dari informasi yang diperoleh, kejadian dugaan kekerasan anak atau santri di Pondok Tahfidz Alquran di Pontiku pada 22 Oktober 2024. Sejumlah anak santrinya diduga mengalami kekerasan seksual rudupaksa oleh pengelola pondok, hingga dilaporkan ke polisi.
Sebanyak delapan orang anak didampingi orang tua dan pendampingnya telah diperiksa penyidik PPA Polrestabes Makassar berkaitan kasus itu. Pengelola pondok juga telah menjalani pemeriksaan penyidik dan masih pendalaman. Di sisi lain Kemenag Kota Makassar bahkan menyebut Pondok Tahfidz tersebut tidak terdaftar.