Oleh : Syarifuddin May
Palopo, Sulsel (ANTARA Sulsel) - Tiga desa di Kecamatan Wara Barat Kota Palopo Sulawesi Selatan porakporanda diterpa longsor dan banjir bandang pada Senin (9/11) sekitar pukul 03.00 Wita.
Sedikitnya 12 nyawa melayang dalam musibah bencana alam tanah longsor yang datang secara tiba-tiba pada saat warga tidur nyenyak dan hujan lebat yang melanda tiga desa di jalur jalan utama Palopo-Tanatoraja tersebut.
Tim evakuasi dari gabungan Pemkot Palopo, Kodim 1403 Sawerigading, dan Polres setempat langsung turun ke lokasi beberapa saat setelah longsor terjadi disertai banjir Bandang Sungai Bambalu yang mengalir melintasi tiga desa di tepi bukit itu yakni desa Pate'ne, Paredean, dan Puncak.
Selain memporakporandakan puluhan rumah, longsor juga menimbun badan jalan yang menghubungkan Palopo-Tanatoraja pada beberapa titik, sehingga kendaraan tidak bisa melintas di lokasi longsor yang tertimbun lumpur dan batu besar yang jatuh dari atas bukit terjal.
Akibatnya, jalur jalan utama yang menghubungkan Palopo kabupaten Tanatoraja hingga saat ini putus total, sehingga kendaran yang menuju ke kedua kota ini terpaksa harus berbalik arah.
Wali Kota Palopo Drs HPA Tenriadjeng mengatakan, sedikitnya terdapat 51 titik rawan longsor pada jalur jalan utama dari Palopo menuju Tanatoraja yang harus diwaspadai di musim hujan yang tejadi di wilayah itu saat ini.
Warga yang bermukim pada tiga desa di kawasan pegunungan itu diungsikan ke wilayah aman. Mereka menempati tenda-tenda darurat, gedung sekolah dan masjid untuk mengantisipasi kemungkinan terjadi longsor susulan akibat hujan yang melanda wilayah itu.
Palopo termasuk wilayah rawan banjir dan longsor pada musim hujan. Hampir setiap tahun Kota Palopo menjadi langganan banjir dan longsor, sehingga pemerintah kota setempat mengingatkan warganya agar tidak membangun rumah di daerah yang masuk dalam titik rawan longsor.
Meski Tim SAR telah bekerja keras melakukan pencarian korban yang belum ditemukan, namun karena medan di lokasi longsor cukup berat, maka empat orang yang hilang hingga kini belum ditemukan.
Sementara sembilan orang korban yang tewas di lokasi juga sulit dievakuasi, sehingga memerluan waktu cukup lama untuk mengangkat mayat korban yang tertimbun tanah longsor, ujar Kepala Dusun Pate'ne, Effendy.
Bahkan sebagian badan jalan di lokasi longsor kini berubah bagaikan anak sungai, karena dibawa arus banjir Sungai Bambalu yang terjadi bersamaan dengan musibah longsor.
Kerugian Rp3 miliar
Kerugian akibat longsor di Palopo diperkirakan mencapai Rp3 miliar yang terdiri atas 15 unit rumah hancur total, puluhan lainnya rusak berat dan ringan serta jalan dan jembatan yang mengalami kerusakan berat.
Tim evakuasi gabungan penanganan longsor Palopo Sulsel yang terdiri atas Pemkot setempat dan personel Kodim Sawerigading, dan Kepolisian masih mencari empat orang yang belumn ditemukan.
Wali Kota Palopo Drs HAP Tenriadjeng mengatakan, dua korban tewas ditemukan pada Selasa (10/11) di lokasi longsor dan satu lainnya meninggal dari enam orang yang dirawat rumah sakit umum Sawerigading Palopo.
Tim evakuasi saat ini bekerja keras mencari empat orang yang belum ditemukan dan diduga tertimbun lumpur dan batu atau hanyut disapu arus banjir Sungai Bambalu.
Sebelumnya, sembilan korban telah ditemukan dan sudah dimakamkan dengan biaya dari pemerintah kota Palopo dan lima orang sementara menjalani perawatan di rumah sakit. Sedangkan 210 kepala keluarga atau sekitar 1.050 jiwa penduduk dari tiga desa yang dilanda bencana alam tanah longsor kini berada di tenda pengungsian.
Pemkot Palopo telah membuka posko tenda darurat penanggulangan bencana serta menempatkan sebagian warga di masjid dan gedung sekolah di desa tersebut.
Meski telah mengajukan permintaan bantuan alat berat, namun hingga saat ini pihaknya belum menerima bantuan tersebut maupun logistik untuk pengungsi dari pemerintah Provinsi Sulsel.
"Jumlah alat berat milik pemkot Palopo terbatas, sehingga harus minta bantuan ke pemprov Sulsel, namun hingga sata ini belum tiba di lokasi untuk menyingkirkan lumpur dan batu besar yang menimbun badan jalan, "ujar Tenriadjeng.
Lima lokasi yang tertimbun tanah longsor dan badan jalan yang rusak terkikis banjir harus segera diperbaiki untuk memulihkan kondisi jalan poros Palopo-Tanatoraja yang rusak berat.
Pemkot Palopo saat ini bekerja keras menyingkirkan tanah dan batu besar yang menimbun badan jalan maupun jalan yang terkikis banjir dan longsor dengan peralatan yang ada, sambil menunggu bantuan alat dari provinsi.
Kalau bantuan alat berat dari provinsi Sulsel datang lebih cepat, maka jalan utama poros Palopo-Tanatoraja yang kini putus total akan bisa dilewati dalam waktu tidak terlalu lama.
Peristiwa bencana alam longsor Palopo menyisakan duka cukup mendalam bagi keluarga Mama Mail yang kehilangan tiga putra sekaligus dalam musibah bencana alam itu.
Janda empat anak ini kehilangan tiga putra tercintanya yang tewas terbawa arus banjir Sungai Bambalu Ismail (18), Faizal (15) dan Basra (12), sedang Mama Mail dan satu anaknya yang berusia tujuh tahun selamat dari maut karena tersangkut di batang pohon.
Sementara Wandi warga kelurahan Batang Barat kehilangan istri Rafida (35) dan anaknya Oddang (11) dan satu anaknya lagi Faizal hingga saat ini belum ditemukan.
Menurut Wandi, ia selamat dari musibah itu karena sempat melompat saat rumahnya hanyut dibawa arus banjir bandang yang memporakporandakan desanya.
Banjir Bandang Sungai Latuppa juga melanda Kota Palopo pada 2008 menewaskan tiga orang, ratusan hektare sawah tergenang air dan gagal panen serta belasan rumah rusak berat.
Empat kabupaten dan kota di "Tanah Luwu" masuk dalam daerah rawan bencana banjir dan longsor yakni Kota Palopo, Luwu, Luwu Timur dan Luwu Utara.
Keempat daerah ini menjadi langganan banjir dan longsor pada setiap musin hujam tiba, sehingga pemerintah setempat mengingatkan warganya mewaspadai kemungkinan datangnya bencana alam tersebut.
Selain Tanah luwu, sejumlah daerah di Sulsel juga rawan terjadi banjir dan langsor antara lain kabupaten Enrekang, Tanatoraja, Pinrang, Sinjai, Bantaeng, Bulukumba, Maros, Sidrap dan Wajo.
(T.S016/H-KWR)
Palopo, Sulsel (ANTARA Sulsel) - Tiga desa di Kecamatan Wara Barat Kota Palopo Sulawesi Selatan porakporanda diterpa longsor dan banjir bandang pada Senin (9/11) sekitar pukul 03.00 Wita.
Sedikitnya 12 nyawa melayang dalam musibah bencana alam tanah longsor yang datang secara tiba-tiba pada saat warga tidur nyenyak dan hujan lebat yang melanda tiga desa di jalur jalan utama Palopo-Tanatoraja tersebut.
Tim evakuasi dari gabungan Pemkot Palopo, Kodim 1403 Sawerigading, dan Polres setempat langsung turun ke lokasi beberapa saat setelah longsor terjadi disertai banjir Bandang Sungai Bambalu yang mengalir melintasi tiga desa di tepi bukit itu yakni desa Pate'ne, Paredean, dan Puncak.
Selain memporakporandakan puluhan rumah, longsor juga menimbun badan jalan yang menghubungkan Palopo-Tanatoraja pada beberapa titik, sehingga kendaraan tidak bisa melintas di lokasi longsor yang tertimbun lumpur dan batu besar yang jatuh dari atas bukit terjal.
Akibatnya, jalur jalan utama yang menghubungkan Palopo kabupaten Tanatoraja hingga saat ini putus total, sehingga kendaran yang menuju ke kedua kota ini terpaksa harus berbalik arah.
Wali Kota Palopo Drs HPA Tenriadjeng mengatakan, sedikitnya terdapat 51 titik rawan longsor pada jalur jalan utama dari Palopo menuju Tanatoraja yang harus diwaspadai di musim hujan yang tejadi di wilayah itu saat ini.
Warga yang bermukim pada tiga desa di kawasan pegunungan itu diungsikan ke wilayah aman. Mereka menempati tenda-tenda darurat, gedung sekolah dan masjid untuk mengantisipasi kemungkinan terjadi longsor susulan akibat hujan yang melanda wilayah itu.
Palopo termasuk wilayah rawan banjir dan longsor pada musim hujan. Hampir setiap tahun Kota Palopo menjadi langganan banjir dan longsor, sehingga pemerintah kota setempat mengingatkan warganya agar tidak membangun rumah di daerah yang masuk dalam titik rawan longsor.
Meski Tim SAR telah bekerja keras melakukan pencarian korban yang belum ditemukan, namun karena medan di lokasi longsor cukup berat, maka empat orang yang hilang hingga kini belum ditemukan.
Sementara sembilan orang korban yang tewas di lokasi juga sulit dievakuasi, sehingga memerluan waktu cukup lama untuk mengangkat mayat korban yang tertimbun tanah longsor, ujar Kepala Dusun Pate'ne, Effendy.
Bahkan sebagian badan jalan di lokasi longsor kini berubah bagaikan anak sungai, karena dibawa arus banjir Sungai Bambalu yang terjadi bersamaan dengan musibah longsor.
Kerugian Rp3 miliar
Kerugian akibat longsor di Palopo diperkirakan mencapai Rp3 miliar yang terdiri atas 15 unit rumah hancur total, puluhan lainnya rusak berat dan ringan serta jalan dan jembatan yang mengalami kerusakan berat.
Tim evakuasi gabungan penanganan longsor Palopo Sulsel yang terdiri atas Pemkot setempat dan personel Kodim Sawerigading, dan Kepolisian masih mencari empat orang yang belumn ditemukan.
Wali Kota Palopo Drs HAP Tenriadjeng mengatakan, dua korban tewas ditemukan pada Selasa (10/11) di lokasi longsor dan satu lainnya meninggal dari enam orang yang dirawat rumah sakit umum Sawerigading Palopo.
Tim evakuasi saat ini bekerja keras mencari empat orang yang belum ditemukan dan diduga tertimbun lumpur dan batu atau hanyut disapu arus banjir Sungai Bambalu.
Sebelumnya, sembilan korban telah ditemukan dan sudah dimakamkan dengan biaya dari pemerintah kota Palopo dan lima orang sementara menjalani perawatan di rumah sakit. Sedangkan 210 kepala keluarga atau sekitar 1.050 jiwa penduduk dari tiga desa yang dilanda bencana alam tanah longsor kini berada di tenda pengungsian.
Pemkot Palopo telah membuka posko tenda darurat penanggulangan bencana serta menempatkan sebagian warga di masjid dan gedung sekolah di desa tersebut.
Meski telah mengajukan permintaan bantuan alat berat, namun hingga saat ini pihaknya belum menerima bantuan tersebut maupun logistik untuk pengungsi dari pemerintah Provinsi Sulsel.
"Jumlah alat berat milik pemkot Palopo terbatas, sehingga harus minta bantuan ke pemprov Sulsel, namun hingga sata ini belum tiba di lokasi untuk menyingkirkan lumpur dan batu besar yang menimbun badan jalan, "ujar Tenriadjeng.
Lima lokasi yang tertimbun tanah longsor dan badan jalan yang rusak terkikis banjir harus segera diperbaiki untuk memulihkan kondisi jalan poros Palopo-Tanatoraja yang rusak berat.
Pemkot Palopo saat ini bekerja keras menyingkirkan tanah dan batu besar yang menimbun badan jalan maupun jalan yang terkikis banjir dan longsor dengan peralatan yang ada, sambil menunggu bantuan alat dari provinsi.
Kalau bantuan alat berat dari provinsi Sulsel datang lebih cepat, maka jalan utama poros Palopo-Tanatoraja yang kini putus total akan bisa dilewati dalam waktu tidak terlalu lama.
Peristiwa bencana alam longsor Palopo menyisakan duka cukup mendalam bagi keluarga Mama Mail yang kehilangan tiga putra sekaligus dalam musibah bencana alam itu.
Janda empat anak ini kehilangan tiga putra tercintanya yang tewas terbawa arus banjir Sungai Bambalu Ismail (18), Faizal (15) dan Basra (12), sedang Mama Mail dan satu anaknya yang berusia tujuh tahun selamat dari maut karena tersangkut di batang pohon.
Sementara Wandi warga kelurahan Batang Barat kehilangan istri Rafida (35) dan anaknya Oddang (11) dan satu anaknya lagi Faizal hingga saat ini belum ditemukan.
Menurut Wandi, ia selamat dari musibah itu karena sempat melompat saat rumahnya hanyut dibawa arus banjir bandang yang memporakporandakan desanya.
Banjir Bandang Sungai Latuppa juga melanda Kota Palopo pada 2008 menewaskan tiga orang, ratusan hektare sawah tergenang air dan gagal panen serta belasan rumah rusak berat.
Empat kabupaten dan kota di "Tanah Luwu" masuk dalam daerah rawan bencana banjir dan longsor yakni Kota Palopo, Luwu, Luwu Timur dan Luwu Utara.
Keempat daerah ini menjadi langganan banjir dan longsor pada setiap musin hujam tiba, sehingga pemerintah setempat mengingatkan warganya mewaspadai kemungkinan datangnya bencana alam tersebut.
Selain Tanah luwu, sejumlah daerah di Sulsel juga rawan terjadi banjir dan langsor antara lain kabupaten Enrekang, Tanatoraja, Pinrang, Sinjai, Bantaeng, Bulukumba, Maros, Sidrap dan Wajo.
(T.S016/H-KWR)