Jakarta (ANTARA) - Wakil Ketua Komisi IX DPR RI Emanuel Melkiades Laka Lena menegaskan bahwa tujuan pemberlakuan Kelas Rawat Inap Standar (KRIS) BPJS Kesehatan akan memenuhi standar layanan rumah sakit.
"Penerapan KRIS sangat baik, memastikan bahwa pelayanan rumah sakit di kelas rawat inap itu memenuhi 12 standar pelayanan," kata Melki dalam keterangan tertulis di Jakarta, Jumat.
Ia menegaskan, sistem KRIS mengatur tentang rawat inap, bukan pengobatan, dan setelah sistem KRIS diterapkan, perubahan yang akan pasien rasakan salah satunya yakni isi tempat tidur rawat inap kelas tiga dari sebelumnya bisa diisi oleh 12 tempat tidur, menjadi hanya empat tempat tidur.
“Dulu ada bangsal kelas tiga tanpa kamar mandi di dalam. Di era KRIS, wajib kamar mandi di dalam bangsal. Sistem KRIS juga mengatur ventilasi harus bagus, pencahayaan bagus, suhu ruangan terkontrol baik yang sejuk dan memakai pendingin ruangan, ada tirai, lalu jalan menuju ke tempat tidur diatur,” katanya.
Selain itu, pasien laki-laki dan perempuan juga harus dibuat perbedaan kamar, serta ada ruangan infeksi dan non-infeksi.
"Hal itu dilakukan untuk memastikan seorang pasien mendapatkan pelayanan yang betul-betul standar dan ideal, dan itu harus dilaksanakan di seluruh Tanah Air, dilayani dengan 12 kriteria standardisasi pelayanan yang sama di kelas tiga, baik yang ada di Papua, Rote, Miangas, sampai Sabang, itu harus sama semua,” katanya.
Ia menyebutkan, seluruh pelayanan dengan KRIS secara bertahap akan berlaku paling lambat akhir Juni 2025 di seluruh rumah sakit pusat maupun daerah, baik milik pemerintah maupun swasta.
"Tentu ini akan membuat masyarakat mendapatkan pelayanan lebih baik dan merata di seluruh Indonesia. Kebijakan ini dapat meningkatkan pelayanan BPJS Kesehatan, sehingga kerja sama BPJS Kesehatan dan rumah sakit juga terjalin dengan lebih baik," katanya.
Karena itu, menurutnya, implementasi KRIS harus dilakukan sebaik mungkin, dan diharapkan berbagai regulasi lanjutan dari kebijakan Presiden bisa diturunkan, mulai dari Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) maupun peraturan-peraturan turunannya.
Ia juga menegaskan, pengelola rumah sakit swasta tidak perlu khawatir terhadap biaya karena ada perubahan pelayanan menjadi sistem KRIS. Sebab, Pemerintah nantinya akan mencari pihak-pihak swasta yang akan membantu melalui program tanggung jawab sosial perusahaan (CSR).
"Kita terus lakukan evaluasi, dan khusus rumah sakit swasta serta keagamaan yang memiliki kesulitan -pembiayaan-, akan kita cari pihak-pihak swasta yang memiliki CSR yang baik dan bisa membantu mendukung rumah sakit-rumah sakit tersebut untuk bisa mendukung pelayanan KRIS," katanya.
"Penerapan KRIS sangat baik, memastikan bahwa pelayanan rumah sakit di kelas rawat inap itu memenuhi 12 standar pelayanan," kata Melki dalam keterangan tertulis di Jakarta, Jumat.
Ia menegaskan, sistem KRIS mengatur tentang rawat inap, bukan pengobatan, dan setelah sistem KRIS diterapkan, perubahan yang akan pasien rasakan salah satunya yakni isi tempat tidur rawat inap kelas tiga dari sebelumnya bisa diisi oleh 12 tempat tidur, menjadi hanya empat tempat tidur.
“Dulu ada bangsal kelas tiga tanpa kamar mandi di dalam. Di era KRIS, wajib kamar mandi di dalam bangsal. Sistem KRIS juga mengatur ventilasi harus bagus, pencahayaan bagus, suhu ruangan terkontrol baik yang sejuk dan memakai pendingin ruangan, ada tirai, lalu jalan menuju ke tempat tidur diatur,” katanya.
Selain itu, pasien laki-laki dan perempuan juga harus dibuat perbedaan kamar, serta ada ruangan infeksi dan non-infeksi.
"Hal itu dilakukan untuk memastikan seorang pasien mendapatkan pelayanan yang betul-betul standar dan ideal, dan itu harus dilaksanakan di seluruh Tanah Air, dilayani dengan 12 kriteria standardisasi pelayanan yang sama di kelas tiga, baik yang ada di Papua, Rote, Miangas, sampai Sabang, itu harus sama semua,” katanya.
Ia menyebutkan, seluruh pelayanan dengan KRIS secara bertahap akan berlaku paling lambat akhir Juni 2025 di seluruh rumah sakit pusat maupun daerah, baik milik pemerintah maupun swasta.
"Tentu ini akan membuat masyarakat mendapatkan pelayanan lebih baik dan merata di seluruh Indonesia. Kebijakan ini dapat meningkatkan pelayanan BPJS Kesehatan, sehingga kerja sama BPJS Kesehatan dan rumah sakit juga terjalin dengan lebih baik," katanya.
Karena itu, menurutnya, implementasi KRIS harus dilakukan sebaik mungkin, dan diharapkan berbagai regulasi lanjutan dari kebijakan Presiden bisa diturunkan, mulai dari Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) maupun peraturan-peraturan turunannya.
Ia juga menegaskan, pengelola rumah sakit swasta tidak perlu khawatir terhadap biaya karena ada perubahan pelayanan menjadi sistem KRIS. Sebab, Pemerintah nantinya akan mencari pihak-pihak swasta yang akan membantu melalui program tanggung jawab sosial perusahaan (CSR).
"Kita terus lakukan evaluasi, dan khusus rumah sakit swasta serta keagamaan yang memiliki kesulitan -pembiayaan-, akan kita cari pihak-pihak swasta yang memiliki CSR yang baik dan bisa membantu mendukung rumah sakit-rumah sakit tersebut untuk bisa mendukung pelayanan KRIS," katanya.