"Kami berharap ada lagi pemeriksaan dari BPK dalam pengelolaan dan pengeluaran pembuatan moko, sebab kami menduga ada unsur permainan di dalamnya," kata anggota DPRD Sulsel Buhari Kahar Mudzakkar di Makassar, Jumat.
Anggota Komisi B membidangi ekonomi dan industri ini menilai, pemerintah provinsi dalam hal ini melalui Gubernur Sulsel Syahrul Yasin Limpo membuat moko sebagai industri bukan pada tugas pokok dan fungsinya.
"Tidak boleh ada usaha pemerintah yang dikelola pemerintah, seharusnya diberikan kepada perusahaan daerah yang mengelola bukan pemerintah. Pemerintah sebagai pelayan masyarakat, apalagi mengunakan APBD," katanya.
Humas BPK Sulsel Daniel Sembiring mengungkapkan, telah melakukan audit terhadap penggunaan anggaran dalam pembuatan moko. Dia mengakui anggaran yang dikelola berasal dari APBD Pokok 2011 dan 2012.
"Kalau kami diminta lagi DPRD terkait anggaran moko, kami siap melakukan audit kembali. Karena tim pemeriksa telah melakukan audit dan tidak ditemukan temuan. Jelas kita akan tindak lanjuti," katanya.
Sebelumnya, Direktur Lembaga Peduli Sosial Ekonomi, Budaya dan Hukum (LP-Sibuk) Djusman AR menyebut, mobil toko (moko) yang dikembangkan Pemprov Sulsel sebagai "mobil koddala" (jelek) dalam desain dan adanya dugaan masalah pada sistem penganggaran melalui APBD-P 2011.
"Di beberapa daerah seperti Solo, mengembangkan mobil Esemka yang bisa bersaing dengan mobil pasaran Eropa dan Asia. Tetapi kita di Sulsel juga tidak mau kalah, namun parahnya karena mobil yang dikembangkan itu `mobil koddala," katanya. (T.KR-DF/S023)

