Jakarta (ANTARA) - Pengamat kepolisian dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) Bambang Rukminto menyebutkan ambiguitas Pasal 111 Peraturan Polri (Perpol) Nomor 7 Tahun 2022 berpotensi menjadi tempat perlindungan pelanggar di internal Polri.
"Pasal 111 inilah yang seringkali menjadi bunker (berlindung) para pelanggar sehingga tidak di PTDH lebih dulu, dan mengajukan pensiun dini," kata Bambang kepada ANTARA dihubungi di Jakarta, Jumat.
Pasal 111 Perpol 7 Tahun 2022 menjadi salah satu aspek teknis Ferdy Sambo menggugat Presiden dan Kapolri ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) terkait pemecatan dirinya.
Menurut Bambang, gugatan tersebut sah-sah saja dilakukan, mengingat Presiden dan Kapolri sebagai pejabat tata usaha negara yang mengeluarkan keputusan berdasarkan wewenang yang bisa saja melakukan kesalahan dalam mengambil keputusan.
Objek dari gugatan PTUN mantan Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan (Kadiv Propam) Polri itu adalah surat keputusan pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH) yang dikeluarkan Presiden mengingat Ferdy Sambo adalah perwira tinggi Polri berpangkat jenderal bintang dua (Irjen) yang juga diangkat melalui SK Presiden.
Namun, Bambang mengkritisi Perpol 7 Tahun 2022 yang terbit di era Ferdy Sambo itu bertentangan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2003 tentang Pemberhentian Anggota Polri.
Ia menjelaskan, pemberhentian anggota Polri diatur dengan PP Nomor 1 Tahun 2003 dalam Pasal 11 yang menyebutkan: Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia yang diberhentikan tidak dengan hormat apabila melakukan tindak pidana; melakukan pelanggaran dan meninggalkan tugas atau hal lain.
Kemudian di dalam Pasal 15 menyebutkan: pemberhentian anggota Polri dilakukan oleh Presiden untuk pangkat Kombes Pol atau lebih tinggi, Kapolri untuk pangkat AKBP atau yang lebih rendah. “Problem nya dalam Perpol 7/2022 ada Pasal 111," ucapnya.
Dalam Pasal 111 Perpol 7/2022 ayat (1) berbunyi: Terhadap Terduga Pelanggar KEPP yang diancam dengan sanksi PTDH diberikan kesempatan untuk mengajukan pengunduran diri dari dinas Polri atas dasar pertimbangan tertentu sebelum pelaksanaan Sidang KKEP.
Ayat (2) berbunyi: Pertimbangan tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi Terduga Pelanggar: memiliki masa dinas paling sedikit 20 tahun; memiliki prestasi, kinerja yang baik, dan berjasa kepada Polri, bangsa dan negara sebelum melakukan Pelanggaran; dan tidak melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun.
"Ini jelas bertentangan dengan semangat PP 1/2003," ujar Bambang.
Terpisah, pengacara Ferdy Sambo, Arman Hanis dalam keterangan tertulisnya membenarkan pihaknya telah mengajukan gugatan ke PTUN pada Kamis (29/12) terkait Keputusan Presiden RI Nomor. 71/Polri/Tahun 2022 tentang Pemberhentian Tidak Hormat Perwira Tinggi Polri tanggal 26 September 2022.
Gugatan ini, kata Arman, telah melalui pertimbangan yang cermat dan memperhatikan ruang hukum yang tersedia untuk kliennya menggugat terkait pemberhentian kliennya sebagai anggota Polri. Hak konstitusi untuk diatur dalam Pasal 53 ayat (1) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara.
Ada beberapa aspek teknis yang menjadi harapan kuasa hukum Ferdy Sambo dapat menjadi pertimbangan dalam mengkaji gugatan nya, salah satunya kliennya telah mengajukan surat pengunduran diri sebagai anggota Polri pada tanggal 22 Agustus 2022, atau sebelum putusan sidang Komisi Kode Etik Polri (KKEP) dan tingkat banding. Namun, permohonan tersebut tidak diproses dan dipertimbangkan oleh para pihak terkait.
"Hak pengunduran diri dari Bapak Ferdy Sambo telah diatur secara jelas pada Pasal 111 ayat (1) dan ayat (2) huruf a dan b Perpol Nomor 7 Tahun 2022," kata Arman.
Komisi Kode Etik Polri pada 26 Agustus 2022 menjatuhkan sanksi pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH) atau pemecatan terhadap Irjen Pol. Ferdy Sambo karena melakukan pelanggaran berat Kode Etik Profesi Polri yakni tindak pidana pembunuhan berencana Brigadir J.
Kini, Ferdy Sambo berstatus sebagai terdakwa dalam kasus pembunuhan berencana Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat (Brigadir J).
Berita ini juga telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Pengamat sebut Pasal 111 Perpol 7/2022 ambigu