Jakarta (ANTARA) - Kementerian Pertanian (Kementan) melakukan percepatan sertifikasi Indonesia Sustainable Palm Oil (ISPO) bagi pekebun swadaya dengan kerjasama pemangku kepentingan guna memenuhi persyaratan legal di perkebunan sawit.
Direktur Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perkebunan (PPHP), Direktorat Jenderal Perkebunan, Kementan Prayudi Syamsuri mengatakan rendahnya sertifikasi ISPO menjadi tantangan dalam memenuhi persyaratan "legal" di perkebunan sawit petani swadaya.
Dari total 6,7 juta hektar kebun sawit rakyat, lanjutnya melalui keterangan tertulis di Jakarta, Kamis, baru 32 sertifikat ISPO yang dikeluarkan untuk pekebun.
"Rendahnya tingkat sertifikasi ISPO bagi pekebun swadaya membutuhkan percepatan. Sementara target penyelesaian sertifikasi ISPO bagi pekebun adalah tahun 2025," katanya dalam diskusi mengenai "Sertifikasi ISPO bagi Pekebun Sawit Swadaya".
Menurut Prayudi, salah satu tantangan dalam legalitas lahan sawit rakyat adalah adanya indikasi izin sawit dan tutupan sawit yang berada di kawasan hutan.
Selain itu, masih terdapat banyak konflik dan klaim tenurial dari masyarakat adat dan lokal terkait perkebunan sawit.
Di sisi lain, lanjutnya, Uni Eropa, sebagai salah satu importir minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) dari Indonesia telah memberlakukan berbagai aturan ketat terkait deforestasi.
"Oleh karena itu, diperlukan langkah-langkah konkret agar CPO Indonesia tidak terkena aturan tersebut," katanya.
Prayudi menyebutkan empat hal yang harus dilakukan untuk memenuhi aturan Uni Eropa yakni perlunya dorongan penyelesaian legalitas petani. Kemudian petani harus mendapatkan dukungan fasilitas dalam proses sertifikasi ISPO.
Selain itu, perlu ada upaya penyelesaian konflik dalam izin perkebunan sawit serta pengakuan hak masyarakat adat harus dipercepat.
Sementara itu, Head of Program Operation Solidaridad, Billy M Hasbi, menjelaskan bahwa ada lima faktor yang menjadi hambatan dan tantangan dalam proses pendampingan ISPO bagi pekebun swadaya.
Faktor tersebut yakni keterbatasan akses terhadap informasi mengenai ISPO bagi pekebun sawit swadaya, belum sesuainya legalitas lahan pekebun sawit swadaya.
Kemudian perbedaan penafsiran persyaratan sertifikasi seperti STDB, Benih Bersertifikat, SPPL dan sebagainya, serta kompleksitas proses sertifikasi ISPO dan perihal insentif bagi pekebun swadaya setelah mendapatkan sertifikasi ISPO.
Solidaridad, lanjutnya, melalui proyek Reclaim Sustainability Palm Oil, bekerja sama dengan GPPI dan Direktorat Jenderal Perkebunan merealisasikan program advokasi dan pendampingan ISPO bagi petani sawit swadaya melalui Resource Center Oil Palm Smallholder (ReCops).
ReCops adalah pusat sumber daya atau platform yang menyediakan informasi, bantuan dan dukungan khusus bagi petani kelapa sawit skala kecil guna memberdayakan dan membantu mereka dalam praktik yang berkelanjutan dan bertanggung jawab, meningkatkan penghidupan mereka, serta mempromosikan keberlanjutan sosial dan lingkungan dalam industri kelapa sawit.
Berita ini juga telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Kementan percepat sertifikasi ISPO bagi pekebun sawit swadaya
Berita Terkait
Ditjen Perkebunan monitoring Program Beasiswa SDM Sawit di Politeknik ATI Makassar
Kamis, 31 Oktober 2024 14:22 Wib
Pemprov Sulbar membentuk UPR bangun ekonomi sektor perkebunan
Senin, 28 Oktober 2024 1:09 Wib
Desa wisata Kahayya kembangkan komoditi perkebunan untuk pasar ekspor
Sabtu, 5 Oktober 2024 1:48 Wib
BI Sulbar optimalkan pengembangan kakao kopi dan sukun
Senin, 16 September 2024 11:01 Wib
Pj Gubernur Sulbar dorong produk perkebunan miliki merek sendiri
Minggu, 15 September 2024 0:40 Wib
BI Sulbar: Perkebunan kakao serap 123.561 orang tenaga kerja
Sabtu, 14 September 2024 12:12 Wib
Pj Gubernur Sulsel terima penghargaan Anugerah Perkebunan Indonesia 2024
Jumat, 13 September 2024 15:28 Wib
Dinas Perkebunan Sulbar dorong petani menggunakan benih bersertifikat
Jumat, 26 Juli 2024 15:15 Wib