Jakarta (ANTARA) - Mantan kuasa hukum Syahrul Yasin Limpo (SYL), Febri Diansyah mengaku mendapatkan honor senilai Rp800 juta saat penyelidikan dan Rp3,1 miliar di tahap penyidikan ketika mendampingi proses hukum eks Menteri Pertanian itu.
“Pada saat itu, di tahap penyelidikan yang disepakati totalnya adalah Rp800 juta,” kata Febri saat memberi keterangan sebagai saksi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jakarta, Senin.
Dia menjelaskan, Rp800 juta itu merupakan honorarium untuk mendampingi tiga klien, yakni SYL, Sekretaris Jenderal Kementan periode 2021–2023 Kasdi Subagyono, serta Direktur Alat dan Mesin Pertanian Kementan Tahun 2023 Muhammad Hatta.
“Tim kami ada delapan, untuk tiga klien,” ucap Febri yang merupakan Managing Partner Visi Law Office itu.
Lebih lanjut, ketika didalami oleh jaksa penuntut umum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) perihal pihak yang membayarkan honor itu, Febri mengaku hanya berkomunikasi dengan Kasdi dan Hatta.
“Kalau Pak SYL tidak komunikasi?” tanya jaksa.
“Pak SYL saat itu sudah mengatakan nanti akan dikoordinir oleh Pak Kasdi,” jawab Febri.
Di samping itu, Febri juga mengaku menerima honor Rp3,1 miliar pada tahap penyidikan.
“Jadi untuk proses penyidikan nilai totalnya adalah Rp3,1 miliar untuk tiga klien,” kata Febri menjawab pertanyaan Ketua Majelis Hakim Rianto Adam Pontoh.
Menurut Febri, honorarium itu berasal dari dana pribadi ketiga kliennya, bukan dari Kementerian Pertanian maupun hasil tindak pidana.
“Pak SYL juga menyatakan secara tegas bahwa dana itu bersumber dari pribadi. Bahkan saat itu, yang saya dengar, Pak Syahrul mengatakan ke salah satu orang yang hadir di sana agar mencarikan terlebih dulu pinjaman,” katanya.
“Apakah saudara tahu uang yang saudara terima Rp3,1 m itu uang pribadi mereka atau uang dari kementerian?” tanya Pontoh memastikan.
“Uang pribadi, Yang Mulia,” imbuh Febri yang juga merupakan mantan juru bicara KPK itu.
Pada perkara ini, SYL didakwa melakukan pemerasan serta menerima gratifikasi dengan total Rp44,5 miliar dalam kasus dugaan korupsi di Kementerian Pertanian dalam rentang waktu 2020 hingga 2023.
Pemerasan dilakukan bersama Kasdi Subagyono Muhammad Hatta. Keduanya merupakan koordinator pengumpulan uang dari para pejabat eselon I dan jajarannya, antara lain untuk membayarkan kebutuhan pribadi SYL.
Atas perbuatannya, SYL didakwa melanggar Pasal 12 huruf e dan Pasal 12 huruf B juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP.