Jakarta, (Antara Sulsel) - Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan berhasil mengungkap jaringan penerbit faktur pajak yang tidak berdasarkan transaksi sebenarnya melalui mekanisme e-faktur dan menangkap seorang tersangka yaitu RAS.
Direktur Intelijen dan Penyidikan DJP Yuli Kristiono dalam jumpa pers di Jakarta, Kamis, mengatakan pengungkapan kasus ini bermula dari laporan Kantor Pelayanan Pajak Pratama Jakarta Tebet, yang mencurigai adanya ketidakcocokan data seorang wajib pajak.
"Ada wajib pajak yang meminta digital sertifikat, namun setelah dicocokkan dengan KK dan KTP ternyata tidak 'match'(cocok,red) dengan datanya DJP. Maka ini menimbulkan kecurigaan bahwa ada yang tidak benar," ujarnya.
Yuli mengatakan ketidakcocokan data saat dilakukan verifikasi terkait permintaan penerbitan e-faktur inilah yang membuat DJP mengembangkan kasus faktur pajak fiktif ini, apalagi masih banyak wajib pajak yang diduga menyalahgunakan mekanisme tersebut.
Tim gabungan dari Kanwil DJP Jakarta Selatan dan Direktorat Intelijen dan Penyidikan DJP bekerja sama dengan Bareskrim Mabes Polri kemudian menggeledah tempat wajib pajak tersebut di kawasan Daan Mogot dan menemukan tidak ada aktivitas bisnis disana.
Dari penggeledahan tersebut, para penyidik DJP ternyata menemukan berbagai dokumen berupa Surat Pemberitahuan (SPT) dan 58 stempel perusahaan yang diduga terlibat dalam jaringan penerbit faktur pajak yang tidak berdasarkan transaksi sebenarnya.
Perusahaan-perusahaan tersebut merupakan wajib pajak terdaftar di berbagai KPP yang tersebar di seluruh wilayah Jakarta, antara lain Jakarta Pusat, Jakarta Barat, Jakarta Timur, Jakarta Utara dan Jakarta Selatan.
Tersangka ditangkap
Tersangka RAS kemudian ditangkap pada Selasa (23/6), karena dugaan telah melakukan penerbitan faktur pajak yang tidak berdasarkan transaksi yang sebenarnya dengan menggunakan perusahaan-perusahaan yang tidak memiliki kegiatan usaha.
Tersangka menjadikan para pegawainya sebagai direktur pada perusahaan-perusahaan tersebut dengan menggunakan kartu tanda penduduk (KTP) palsu. modus RAS juga mengikuti prosedur mekanisme e-faktur yang ditetapkan DJP.
RAS diancam dengan pidana penjara paling lama enam tahun penjara atau denda paling sedikit dua kali jumlah pajak dalam faktur pajak, bukti pemungutan pajak, bukti pemotongan pajak dan bukti setoran pajak.
Ancaman tersebut tercantum dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009, terhadap tindak pidana penerbitan faktur pajak fiktif.
Yuli mengatakan DJP sedang melakukan pengembangan penyidikan terkait jaringan tersebut dan menyiapkan langkah-langkah penyempurnaan aturan dan prosedur terkait pengukuhan pengusaha kena pajak, terutama dalam penerapan e-faktur, untuk mengamankan penerimaan pajak.
"E-faktur ini bulan depan sepenuhnya mulai berjalan di Jawa Bali, harapannya kalau benar-benar berjalan dan standar operasi dilakukan dengan benar, maka penerapannya bisa mencegah kebocoran secara signifikan. Yang penting sinergi penegakkan hukum berjalan dan memberikan efek jera," katanya.

