Jakarta (ANTARA) - Pemerintah Indonesia menawarkan tiga poin penting dalam Kongres PBB tentang Pencegahan Kejahatan dan Peradilan Pidana Ke-14 Kyoto Jepang yang digelar secara virtual dari Auditorium Gedung Menara Kartika Adhyaksa Kejaksaan Agung, di Jakarta, Minggu.
"Pertama, tidak ada kebijakan 'satu ukuran cocok untuk semua' untuk mencegah dan memberantas kejahatan. Kejahatan dapat memiliki konteks dan nuansa berbeda yang membutuhkan pendekatan berbeda," ucap Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD yang hadir sebagai Pimpinan Delegasi Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Ia menyatakan perbedaan seperti akar penyebab kejahatan dan sistem hukum diserahkan kepada masing-masing negara untuk membuat penyesuaian yang diperlukan berdasarkan situasi domestik dengan memperhatikan kewajiban internasional yang ditentukan oleh konvensi tertentu dan norma internasional.
Poin kedua, kata dia, semua pihak harus berusaha keras untuk mencapai agenda pengembangan berkelanjutan di bawah kerangka Commission on Crime Prevention and Criminal Justice (CCPCJ).
"Pembangunan berkelanjutan dan supremasi hukum saling terkait dan saling memperkuat. Kerja bersama dalam pencegahan kejahatan dan peradilan pidana akan membantu mencapai Agenda Pembangunan Berkelanjutan 2030. Begitu pula sebaliknya, pencapaian pembangunan berkelanjutan adalah kunci bagi negara untuk mencegah dan memberantas kejahatan secara efektif," tuturnya.
Ketiga, Pemerintah Indonesia menggarisbawahi pentingnya kerja sama internasional. Dalam konteks itu, kejahatan lintas negara membutuhkan kerja sama internasional yang kuat.
"Koordinasi yang lebih baik serta peningkatan kapasitas yang disesuaikan dengan kebutuhan dan bantuan teknis sangat penting, dengan tetap mempertimbangkan dimensi spesifik dari pencegahan dan penegakan hukum yang efektif dari masing-masing negara pihak," kata Mahfud.
Dalam sesi segmen tingkat tinggi (High Level Segment), Mahfud juga menyampaikan pernyataan nasional Negara Republik Indonesia yang secara umum menyatakan bahwa sejak Kongres Pencegahan Kejahatan Pertama pada 1955, kejahatan terus berkembang dan semakin meningkat secara transnasional, terorganisir, dan kompleks.
Apalagi saat ini, kata dia, kehidupan dalam situasi yang belum pernah terjadi sebelumnya. COVID-19 telah menjadi salah satu tantangan terbesar yang dihadapi umat manusia dan mempengaruhi semua aspek kehidupan, termasuk sistem peradilan pidana.
"Kita perlu memastikan bahwa sistem peradilan pidana terus berkembang meskipun ada tantangan-tantangan tersebut. Indonesia telah beradaptasi dan menjawab tantangan ini dengan persidangan "online" yang memberikan layanan keadilan sekaligus menjamin kesehatan dan keselamatan masyarakat," ujar Mahfud.
Selain Mahfud turut juga hadir Jaksa Agung ST Burhanuddin didampingi Wakil Jaksa Agung Setia Untung Arimuladi, para Jaksa Agung Muda, dan Kepala Badan Pendidikan dan Pelatihan Kejaksaan menghadiri pembukaan kongres tersebut.
Acara Kongres PBB tentang Pencegahan Kejahatan dan Peradilan Pidana Ke-14 Kyoto Jepang yang berlangsung dari 7 Maret-12 Maret 2021 dimulai dengan pembukaan yang dipimpin oleh Presiden Kongres Yoko Kamikawa dan diisi dengan sambutan oleh Perdana Menteri Jepang Yoshihide Suga, Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres, dan Jaksa Agung Jepang Kenji Sochi.
Hadir pula secara langsung perwakilan Kekaisaran Jepang Princess Komado, Perwakilan Youth Forum, Presiden UNGA, Presiden ECOSOC dan 193 delegasi negara anggota PBB yang hadir secara virtual, termasuk delegasi Indonesia yang dipimpin Mahfud MD.