Makassar (ANTARA) - Pemerintah Kabupaten Luwu Timur, Sulawesi Selatan menargetkan penurunan angka stunting menjadi 14,6 persen di 2023 setelah sebelumnya pada 2022 alami kenaikan 2,7 persen.
Ketua Tim Penggerak PKK Kabupaten Luwu Timur Hj. Sufriaty Budiman melalui keterangannya diterima di Makassar, Rabu, mengatakan, penurunan angka stunting menjadi penting dan harus dikejar semua pihak lintas sektoral.
"Kita punya target di tahun ini dan kita semua harus bekerja keras. Tahun 2022 itu, ada kenaikan angka prevalensi dari 2021 sebesar 2,7 persen dan tahun ini kita harapkan bisa kembali ditekan hingga berada di angka 14,6 persen," ujarnya.
Hj. Sufriaty Budiman sekaligus Wakil Ketua Tim Percepatan Penurunan Stunting Tingkat Kabupaten Luwu Timur itu terus bergerak untuk merealisasikan targetnya tersebut.
Ia mengungkapkan data terbaru yang telah dirilis oleh Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) prevalensi stunting Kabupaten Luwu Timur mengalami kenaikan pada 2022 yaitu sebesar 22,6 persen atau naik 2,7 persen dari angka 19,9 persen pada 2021.
Meski dirinya mengakui angka prevalensi kasus stunting di Luwu Timur dibandingkan kabupaten dan kota di Sulawesi Selatan relatif lebih kecil yakni berada di urutan kelima terendah dari 24 Kabupaten/Kota di Sulsel.
"Tahun 2021 angka prevalensi stunting kita itu 19,9 persen, harusnya itu ditekan. Tetapi karena pada saat itu masa pandemi COVID-19 dan angkanya naik di tahun 2022. Tapi, kita sekarang kembali bekerja keras untuk menekan angka itu," katanya.
Ketua TP PKK Lutim ini pun berpesan kepada semua pemangku kepentingan terkait agar tidak bosan untuk terus gencar melakukan sosialisasi stunting dan pendampingan kepada masyarakat terkait percepatan penurunan stunting.
"Bukan hanya tim pendamping keluarga, TP-PKK kecamatan dan desa saja yang harus gencar dalam hal pendampingan dan sosialisasi kepada masyarakat tentang stunting, tetapi dinas terkait juga terus melakukan sosialisasi kepada masyarakat," harap Sufriaty.
Ia mengajak seluruh pihak agar menjadikan hasil survei SSGI sebagai motivasi untuk bekerja lebih giat lagi.
Dia juga mengingatkan kepada Dinas Kesehatan terkhusus kader posyandu yang merupakan ujung tombak agar lebih teliti dalam melakukan pengukuran tinggi badan terhadap bayi dan balita agar tidak terjadi kesalahan dalam penentuan data stunting dan terjadi penggandaan data.
Dari data stunting yang disajikan EPPBGM per Agustus 2022, persentase stunting tertinggi berada Kecamatan Wasuponda yakni 20,52 persen, Malili 16,16 persen, Towuti 15,88 persen, Burau 9,84 persen, Wotu 3,54 persen, Tomoni Timur 2,85 persen.
Di Kecamatan Tomoni 2,16 persen, Kalaena 2,05 persen, Mangkutana 1,95 persen, Angkona 1,6 dan Nuha 1,13 persen, data ini bersumber dari Elektronik-Pencatatan dan Pelaporan Gizi Berbasis Masyarakat (e-PPBGM) per Agustus 2022.
Sedangkan untuk keluarga berisiko stunting tercatat 8 kecamatan tertinggi yang merupakan lokus stunting tahun 2023 yaitu Kecamatan Towuti berkisar 49,26 persen, Burau 40,7 persen, Nuha 25,45 persen, Malili 20,94 persen, Angkona 18,76 persen, Wotu 18,09 persen, Tomoni Timur 15,86 persen, Mangkutana 11,2 persen, Wasuponda 11,11 persen, Tomoni 10,62 persen, dan Kalaena 9,95 persen.