Bawaslu Sulsel merangkul kampus awasi pilkada serentak
Makassar (ANTARA) - Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Sulawesi Selatan merangkul kampus Universitas Islam Makassar (UIM) Al-Gazali Makassar sebagai bagian dari inisiasi dalam hal pengawasan partisipatif menghadapi pemilihan kepala daerah (Pilkada) serentak 2024.
"Keterlibatan kampus sangat strategis dalam membangun ruang-ruang demokrasi yang sehat karena diskusi mengenai pembangunan demokrasi dapat dilakukan di kampus, termasuk penelitian dan pengembangannya yang relevan," kata Anggota Bawaslu Sulsel Saiful Jihad di Makassar, Kamis.
Ia menjelaskan program Bawaslu Ngampus dengan tema 'Meningkatkan Peran Partisipasi Mahasiswa dalam Pengawasan Pemilihan Serentak 2024' adalah bagian dari pendidikan politik bagi mahasiswa yang merupakan kaum intelektual.
Pria disapa akrab Ipul ini mengharapkan peran akademisi penting dalam memahami Undang-Undang Nomor 10 tahun 2016 tentang pemilihan umum serentak. Salah satu yang menarik yang menjadi perdebatan adalah setelah Mahkamah Konstitusi (MK) mengeluarkan putusan tentang tahapan pencalonan.
"Dalam konteks akademik, ini menjadi kajian dalam perspektif hukum dan sosial politik. Semua pihak, termasuk mahasiswa memiliki tanggung jawab untuk memikirkan bagaimana undang-undang ini dapat berkontribusi pada demokrasi yang lebih baik," katanya di Aula Serbaguna UIM.
Ia mengemukakan pemilu di Indonesia masih menggunakan dua undang-undang yakni Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 untuk pilkada dan Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu untuk Pileg dan Pilpres, yang kadang normanya tidak selaras.
"Harapannya, kampus dapat membantu mendorong pemahaman yang lebih baik tentang hal itu. Kadang masyarakat kebingungan bagaimana mengimplementasikan normanya di lapangan. Inilah kemudian didorong melalui kampus ataupun perguruan tinggi," tuturnya.
Ipul juga mengingatkan pentingnya kesadaran bersama akan pengawasan salah satunya terkait daftar pemilih sementara (DPS) yang sejauh ini masih menuai sejumlah permasalahan.
Apabila ada nama yang tidak terdaftar atau tidak memenuhi syarat, kata dia, agar laporkan kepada Bawaslu untuk segera diperbaiki. Sebab, pengalaman pada Pemilu 2024, Bawaslu bahkan mengeluarkan rekomendasi terbanyak untuk pemungutan suara ulang (PSU).
"Selain masalah DPS, perhatian lainnya terhadap isu politik uang dan tantangan dalam pembuktiannya. Ada kalanya sulit untuk melaporkan masalah itu karena pelapor mungkin teman atau tetangga sendiri. Namun, tindakan tersebut merusak nilai demokrasi dan harus dicegah bersama," ujarnya.
Pada kesempatan itu Wakil Rektor II UIM Al-Gazali Badaruddin Kaddas berharap kerja sama antara UIM Algazali dan penyelenggara utamanya Bawaslu dapat terus berlanjut.
"Kegiatan ini membuktikan UIM menjadi bagian dari proses Pemilu. Kesuksesan jalannya pilkada menjadi keberhasilan dari UIM. Kami berharap kerja sama ini terus berlanjut, sebab ada banyak tindak lanjut bersama yang dapat dilakukan untuk perbaikan demokrasi," katanya.
"Keterlibatan kampus sangat strategis dalam membangun ruang-ruang demokrasi yang sehat karena diskusi mengenai pembangunan demokrasi dapat dilakukan di kampus, termasuk penelitian dan pengembangannya yang relevan," kata Anggota Bawaslu Sulsel Saiful Jihad di Makassar, Kamis.
Ia menjelaskan program Bawaslu Ngampus dengan tema 'Meningkatkan Peran Partisipasi Mahasiswa dalam Pengawasan Pemilihan Serentak 2024' adalah bagian dari pendidikan politik bagi mahasiswa yang merupakan kaum intelektual.
Pria disapa akrab Ipul ini mengharapkan peran akademisi penting dalam memahami Undang-Undang Nomor 10 tahun 2016 tentang pemilihan umum serentak. Salah satu yang menarik yang menjadi perdebatan adalah setelah Mahkamah Konstitusi (MK) mengeluarkan putusan tentang tahapan pencalonan.
"Dalam konteks akademik, ini menjadi kajian dalam perspektif hukum dan sosial politik. Semua pihak, termasuk mahasiswa memiliki tanggung jawab untuk memikirkan bagaimana undang-undang ini dapat berkontribusi pada demokrasi yang lebih baik," katanya di Aula Serbaguna UIM.
Ia mengemukakan pemilu di Indonesia masih menggunakan dua undang-undang yakni Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 untuk pilkada dan Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu untuk Pileg dan Pilpres, yang kadang normanya tidak selaras.
"Harapannya, kampus dapat membantu mendorong pemahaman yang lebih baik tentang hal itu. Kadang masyarakat kebingungan bagaimana mengimplementasikan normanya di lapangan. Inilah kemudian didorong melalui kampus ataupun perguruan tinggi," tuturnya.
Ipul juga mengingatkan pentingnya kesadaran bersama akan pengawasan salah satunya terkait daftar pemilih sementara (DPS) yang sejauh ini masih menuai sejumlah permasalahan.
Apabila ada nama yang tidak terdaftar atau tidak memenuhi syarat, kata dia, agar laporkan kepada Bawaslu untuk segera diperbaiki. Sebab, pengalaman pada Pemilu 2024, Bawaslu bahkan mengeluarkan rekomendasi terbanyak untuk pemungutan suara ulang (PSU).
"Selain masalah DPS, perhatian lainnya terhadap isu politik uang dan tantangan dalam pembuktiannya. Ada kalanya sulit untuk melaporkan masalah itu karena pelapor mungkin teman atau tetangga sendiri. Namun, tindakan tersebut merusak nilai demokrasi dan harus dicegah bersama," ujarnya.
Pada kesempatan itu Wakil Rektor II UIM Al-Gazali Badaruddin Kaddas berharap kerja sama antara UIM Algazali dan penyelenggara utamanya Bawaslu dapat terus berlanjut.
"Kegiatan ini membuktikan UIM menjadi bagian dari proses Pemilu. Kesuksesan jalannya pilkada menjadi keberhasilan dari UIM. Kami berharap kerja sama ini terus berlanjut, sebab ada banyak tindak lanjut bersama yang dapat dilakukan untuk perbaikan demokrasi," katanya.