Bawaslu Sulsel ingatkan paslon ikuti aturan dana kampanye
Makassar (ANTARA) - Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Provisi Sulawesi Selatan mengingatkan kepada pasangan bakal calon gubenur dan wakil gubernur agar mengikuti aturan terkait sumbangan dana kampanye agar tidak menjadi permasalahan saat proses akhir Pilkada serentak 2024.
"Tentu, kewajiban kami dari sisi pengawasan setidaknya memberikan pencegahan dan mengingatkan itu," ujar Anggota Bawaslu Sulsel Alamsyah saat rapat koordinasi pembatasan dan pengeluaran dana kampanye Pilkada Gubernur di Makassar, Sabtu.
Menurut dia, pembatasan dana kampanye ini memang harus bersih, yang merujuk pada Peraturan KPU (PKPU) Nomor 12 Tahun 2020. Pasal 12 PKPU itu menjelaskan enam item yang menjadi kesepakatan bersama berkaitan pembatasan dan pengeluaran dana kampanye.
Aturan ini juga menjadi satu kesatuan terkait dengan pelaporan yakni Laporan Awal Dana Kampanye (LADK), Laporan Penerimaan Sumbangan Dana Kampanye (LPSDK) dan Laporan Penerimaan dan Pengeluaran Dana Kampanye (LPPDK).
"Kita harapkan bagaimana teman-teman paslon dan timnya patuh terhadap KAP (kantor akuntan publik) yang sudah ditunjuk oleh KPU RI," paparnya.
Selain itu, dalam PKPU 12/2024 tersebut juga mengatur tentang standar biaya daerah.
Alamsyah juga mengatakan tentu standar biaya daerah masing-masing provinsi berbeda-beda.
"Pernah ada masalah terkait dengan standar biaya daerah ini. Karena, hampir semua dan di forum ini kita tidak memahami apa yang menjadi standar biaya daerah itu. Sehingga, itu bisa menjadi bahan item gugatan di MK (mahkamah konstitusi)," ungkapnya.
Alasannya, ini merupakan bagian dari asas hukum, jangan sampai menyepakati sesuatu yang melanggar regulasi yang ada. Apabila aturan itu dilanggar dalam masa tahapan kampanye, tentu Bawaslu dari sisi pengawasan wajib menindak.
Mantan Ketua KPU Kabupaten Pinrang ini mencontohkan, biasanya saat pelaksanaan kampanye kadang peserta atau orang-orang diajak dengan memberikan biaya bahan bakar minyak untuk transportasi. Namun biasanya, SPBU terbatas, sehingga membeli bensin eceran sehingga sulit dilacak pertanggungjawaban.
"Kalau solusinya dulu kita, tim paslon ini menyiapkan blok kuitansi untuk membackup bagian dari pengeluaran, supaya tidak kena namanya money politik (politik uang). Jadi, beda item money politiknya, karena masuk pengeluaran dana kampanye. Seperti bensin botolan itu tadi, tidak ada kwitansi," ucap dia.
Sebab, pengeluaran dana kampanye itu bagian dari finansial tim paslon, sehingga kuitansi tersebut diperlukan sebagai pertanggungjawaban dalam pelaporan pengeluaran yang diunggah pada aplikasi Sikadeka.kpu.go.id (sistem informasi kampanye dan dana kampanye) serta memenuhi kepatuhan KAP.
Anggota KPU Sulsel Ahmad Adiwijaya menyampaikan untuk tahapan dana kampanye ada tiga jenis laporan.
Pertama, laporan dana kampanye, kedua penerimaan sumbangan dana kampanye dan ketiga penerimaan dan pengeluaran dana kampanye. Khusus pengeluaran dana kampanye akhir mesti disampaikan pada 24 September 2024.
"Terkait sumbangan dana kampanye bersumber dari partai politik pengusul, bakal calon sendiri, jumlah tidak terbatas. Sedangkan yang terbatas, sumbangan berasal dari pihak lain baik perseorangan maupun badan hukum swasta dibatasi dengan jumlah Rp75 juta per orang. Sedangkan badan hukum swasta Parpol non pengusul maksimal Rp750 juta," katanya.
"Tentu, kewajiban kami dari sisi pengawasan setidaknya memberikan pencegahan dan mengingatkan itu," ujar Anggota Bawaslu Sulsel Alamsyah saat rapat koordinasi pembatasan dan pengeluaran dana kampanye Pilkada Gubernur di Makassar, Sabtu.
Menurut dia, pembatasan dana kampanye ini memang harus bersih, yang merujuk pada Peraturan KPU (PKPU) Nomor 12 Tahun 2020. Pasal 12 PKPU itu menjelaskan enam item yang menjadi kesepakatan bersama berkaitan pembatasan dan pengeluaran dana kampanye.
Aturan ini juga menjadi satu kesatuan terkait dengan pelaporan yakni Laporan Awal Dana Kampanye (LADK), Laporan Penerimaan Sumbangan Dana Kampanye (LPSDK) dan Laporan Penerimaan dan Pengeluaran Dana Kampanye (LPPDK).
"Kita harapkan bagaimana teman-teman paslon dan timnya patuh terhadap KAP (kantor akuntan publik) yang sudah ditunjuk oleh KPU RI," paparnya.
Selain itu, dalam PKPU 12/2024 tersebut juga mengatur tentang standar biaya daerah.
Alamsyah juga mengatakan tentu standar biaya daerah masing-masing provinsi berbeda-beda.
"Pernah ada masalah terkait dengan standar biaya daerah ini. Karena, hampir semua dan di forum ini kita tidak memahami apa yang menjadi standar biaya daerah itu. Sehingga, itu bisa menjadi bahan item gugatan di MK (mahkamah konstitusi)," ungkapnya.
Alasannya, ini merupakan bagian dari asas hukum, jangan sampai menyepakati sesuatu yang melanggar regulasi yang ada. Apabila aturan itu dilanggar dalam masa tahapan kampanye, tentu Bawaslu dari sisi pengawasan wajib menindak.
Mantan Ketua KPU Kabupaten Pinrang ini mencontohkan, biasanya saat pelaksanaan kampanye kadang peserta atau orang-orang diajak dengan memberikan biaya bahan bakar minyak untuk transportasi. Namun biasanya, SPBU terbatas, sehingga membeli bensin eceran sehingga sulit dilacak pertanggungjawaban.
"Kalau solusinya dulu kita, tim paslon ini menyiapkan blok kuitansi untuk membackup bagian dari pengeluaran, supaya tidak kena namanya money politik (politik uang). Jadi, beda item money politiknya, karena masuk pengeluaran dana kampanye. Seperti bensin botolan itu tadi, tidak ada kwitansi," ucap dia.
Sebab, pengeluaran dana kampanye itu bagian dari finansial tim paslon, sehingga kuitansi tersebut diperlukan sebagai pertanggungjawaban dalam pelaporan pengeluaran yang diunggah pada aplikasi Sikadeka.kpu.go.id (sistem informasi kampanye dan dana kampanye) serta memenuhi kepatuhan KAP.
Anggota KPU Sulsel Ahmad Adiwijaya menyampaikan untuk tahapan dana kampanye ada tiga jenis laporan.
Pertama, laporan dana kampanye, kedua penerimaan sumbangan dana kampanye dan ketiga penerimaan dan pengeluaran dana kampanye. Khusus pengeluaran dana kampanye akhir mesti disampaikan pada 24 September 2024.
"Terkait sumbangan dana kampanye bersumber dari partai politik pengusul, bakal calon sendiri, jumlah tidak terbatas. Sedangkan yang terbatas, sumbangan berasal dari pihak lain baik perseorangan maupun badan hukum swasta dibatasi dengan jumlah Rp75 juta per orang. Sedangkan badan hukum swasta Parpol non pengusul maksimal Rp750 juta," katanya.