Makassar (ANTARA) - Lembaga Studi Kebijakan Publik (LSKP) merilis sejumlah temuan hasil pemantauan terhadap pelaksanaan Pilkada Serentak 27 November 2024 di 24 kabupaten/kota Provinsi Sulawesi Selatan.
"Secara umum, kami menilai proses pemungutan suara pada pilkada di Sulsel masih banyak yang perlu dibenahi," kata Koordinator Pemantau LSKP M Kafrawy Saenong melalui siaran pers yang diterima di Makassar, Kamis.
Ia mengatakan dari hasil pemantauan ditemukan sejumlah persoalan seperti Tempat Pemungutan Suara (TPS) jauh dari daerah domisili warga, meski ada TPS berdekatan rumahnya. TPS di Lapas Kelas I Makassar ditemukan kejanggalan tidak seusai jadwal pembukaan, dan visi misi kandidat tidak terpasang.
"DPT pemilih maupun visi-misi kandidat tidak terpasang di area TPS, serta adanya dugaan intimidasi warga binaan sebelum masuk TPS memilih. Selanjutnya, DPT di TPS lain tidak memuat ragam disabilitas, TPS tidak ramah bagi pemilih penyandang disabilitas karena aksesnya sulit," tuturnya.
Untuk kondisi TPS, kata dia, mestinya nyaman bagi penyelenggara dan pemilih, tapi faktanya tidak demikian. Ruang TPS ada yang kecil bahkan tidak sesuai standar ideal TPS. Ironisnya, sejumlah TPS berada di pinggir jalan raya bisa membahayakan pemilih dan pengguna jalan.
Kendati demikian, dari hasil pemantauan penyelenggaraan pemungutan suara telah berjalan baik.
Pihaknya mengapresiasi seluruh pihak yang ikut menyukseskan pilkada serentak. Namun catatan soal pembukaan TPS masih perlu pembenahan.
Dari total TPS di Sulsel sebanyak 14.548 unit, hanya 59,3 persen TPS yang buka tepat waktu pukul 07.00 Wita dan 18,7 persen TPS tidak memulai aktifitasnya di pukul 07.00 Wita.
Selanjutnya, masih ada TPS yang tidak ramah kepada disabilitas dan kelompok rentan lainnya. Dari hasil pemantauan, 69,2 persen TPS lokasi pemantauan sudah ramah terhadap disabilitas yakni tunanetra, tunadaksa, tunarungu, tunagrahita dan kelompok rentan lainnya.
Namun, masih ditemukan TPS yang tidak ramah disabilitas, seperti di TPS 14 Laikang. Pemilih harus menaiki anak tangga menuju tempat pencoblosan. Bahkan atribut dan suara teriakan kampanye terdengar mengarahkan pilihan kepada salah satu paslon di sekitar TPS.
Bahkan terpantau orang bukan sebagai penyelenggara diberi akses masuk di dalam TPS diduga cenderung memberikan pengaruh kepada pemilih. Kemudian, masih ada 14,7 persen TPS tidak menempelkan informasi kandidat di pintu masuk TPS dan 79,3 persen TPS memuat informasi kandidat dan DPT di lokasi TPS.
Selain itu, KPPS dinilai kurang awas karena masih ditemukan warga bebas masuk ke bilik suara tanpa memperlihatkan tinta di jarinya. Ini menunjukkan kurang kesigapan penyelenggara tidak ketat dalam menjalankan aturan.
"Kami merekomendasikan peningkatan kapasitas KPPS agar melaksanakan tugasnya secara profesional. Masyarakat diminta terlibat aktif memastikan Pilkada berjalan benar, damai, akuntabel dan demokratis serta meningkatkan pemahaman Pilkada, Pemilu termasuk rekam jejak kandidat.
"Menolak politik uang dan mengajak seluruh pihak untuk menunggu hasil resmi Pilkada dari KPU serta turut menjaga persatuan pascapilkada, dan sama-sama berupaya membangun negara dan wilayah kita ke arah yang lebih baik," papar Koordinator Teknis Pemantau LSKP Laylah Fi Amanillah menambahkan.