Makassar (ANTARA News) - Komisi Ombudsman Makassar menilai Peraturan Bank Indonesia (PBI) Nomor 7 Tahun 2005 Tentang Penyelesaian Pengaduan Nasabah belum berjalan di Makassar, terkait perwakilan Bank Indonesia di Sulsel terbatas dalam menjalankan aturan BI tersebut.
Anggota Komisioner Ombudsman Makassar, H.L Arumahi, saat dihubungi di Makassar, Minggu, mengaku sengketa perbankan dengan konsumen atau nasabahnya kelihatannya masih sulit dijangkau karena tidak berjalannya lembaga sengketa perbankan di daerah ini.
"Saya khawatir, perwakilan BI di sini memang tidak membentuk lembaga sengketa nasabah. Akibatnya laporan masyarakat banyak yang masuk ke komisi kami," ujarnya.
Hal ini yang perlu menjadi perhatian Bank Indonesia yang seharusnya memberikan perhatian khusus atau membuka pelayanan khusus keluhan nasabah. "Kalau pun ada, kenapa lembaga itu tidak disosialisasikan," ucapnya
Dia mengaku, pihaknya sudah banyak menerima laporan mengenai permasalahan pelayanan bank yang hingga saat ini belum menemukan solusi, ketika permasalahan itu disampaikan ke pihak Bank Indonesia.
Bank Indonesia sebelumnya mengeluarkan Peraturan Bank Indonesia Nomor 10/10/PBI/2008 Tentang Perubahan atas PBI Nomor 7/7/PBI/2005 Tentang Penyelesaian Pengaduan Nasabah.
Sekrertaris Yayasan Lembaga Konsumen (YLK) Sulsel, Yudi Raharjo, juga menganggap tingkat kepercayaan masyarakat tehadap perwakilan Bank Indonesia di Makassar sangat kurang akibat banyaknya pengaduan nasabah yang tidak mendapat respon dari perwakilan bank sentral itu disini.
"Jika nasabah memang puas dengan pelayanan perbankan, tidak semestinya konsumen menyampaikan keluhan mereka ke lembaga kami (YLK), menulis pengaduan di media massa atau melapor ke lembaga pelayanan publik lainnya," ucapnya.
Menurut dia, perwakilan BI Makassar tidak tegas menjalankan aturan perlindungan hak-hak nasabah, akibat lembaga pengaduan maupun fungsi pengawasan perbankan belum banyak diketahui oleh masyarakat di daerah ini.
Demikian dengan sosialisasi bagaimana bentuk pengaduan nasabah masih banyak yang belum dipahami masyarakat, akibatnya masyarakat lebih mempercayai lembaga perlindungan konsumen atau media massa dibanding harus melaporlkan permasalahan itu ke lembaga perbankan itu sendiri.
"Ketika nasabah ingin menabung atau mengambil kredit di bank, aturan-aturan yang dibuat pihak bank banyak yang ditemukan merugikan mereka. Apalagi, tulisan yang ada dalam surat perjanjian itu kadang terlalu kecil dan sulit dibaca oleh nasabah," keluhnya.
Dia mengaku, laporan konsumen banyak yang mengarah pada perjanjian-perjanjian yang diikat pihak bank dan tidak sesuai undang-undang perlindungan konsumen, karena hak nasabah dalam perjanjian itu sangat lemah.
"Kelemahan inilah yang sangat merugikan konsumen. Penanganan pengaduan masyarakat terkait pelayanan perbankan sulit di tindaklanjuti, karena itu tadi posisi tawar nasabah lemah dalam perjanjian itu," kesalnya. (T.KR-HK/M012)

