Makassar (ANTARA) - Upaya peningkatan cakupan vaksinasi di berbagai daerah dan kalangan tidak lepas dari cara vaksinator dalam menjaga "mood" atau suasana hati para pasien saat hendak divaksin.
Setiap vaksinator memiliki cara berbeda dalam memberikan rasa nyaman kepada warga sesaat sebelum divaksin. Sebab pada kenyataannya, masih banyak warga yang ragu divaksin karena banyaknya hoaks tersebar terkait efek negatif vaksin COVID-19.
Ini diakui seorang vaksinator bernama Ibnu Malkam selaku vaksinator UR Yankes Biddokes Polda Sulawesi Selatan.
Ia mendapati giat vaksinasi di Kabupaten Jeneponto, Sulawesi Selatan tidak begitu ditanggapi oleh masyarakat sekitar akibat berita hoaks yang cenderung dipercaya warga setempat.
Namun pada pelaksanaan vaksinasi, Ibnu berupaya sedapat mungkin bisa memberi rasa nyaman kepada masyarakat sebelum disuntik vaksin. Termasuk menumbuhkan rasa percaya diri dari dalam dirinya sendiri sebelum melakukan vaksinasi.
"Pertama harus percaya diri, karena kalau kita gugup pasti pasiennya juga ragu, tapi kalau percaya diri dan yakinkan mereka bahwa vaksin itu tidak sakit maka pasti akan lebih mudah," ujarnya.
"Jadi teknik saya pada saat sebelum pasien disuntik, saya minta mereka tarik nafas dalam-dalam dan pada saat tarik nafas saya menyuntiknya, jadi suntikannya tidak begitu terasa sakit," tambah Ibnu menjelaskan.
Baca juga: Plt Gubernur Sulsel pantau vaksinasi di Galesong Utara Takalar
Pada saat suntik vaksin, Ibnu tidak lagi banyak menjelaskan soal manfaat vaksin karena hal itu sudah dilakukan pada tahapan sebelumnya oleh dokter pada meja skrining.
Pada meja skrining, masyarakat akan ditanyai belasan pertanyaan untuk menentukan bisa atau tidaknya vaksinasi dilakukan. Pertanyaan itu mengenai riwayat penyakit yang akan berdampak usai divaksin.
Bukan tanpa kendala, Ibnu mengaku hambatan vaksinasi yaitu lokasi vaksin atau tempat yang dinilai kurang memadai dan terbilang sempit. Padahal sejumlah tahapan atau meja harus selalu ada dalam proses vaksinasi, mulai pendaftaran, penginputan, skrining, tensi dan penyuntikan.
Beberapa bulan terakhir, menurut Ibnu, rata-rata warga masyarakat yang akan divaksin menyambut dengan baik para vaksinator dan sangat antusias.
"Tidak ada paksaan kecuali yang di Jeneponto karena masih banyak yang termakan hoaks bahwa kalau kita vaksin mati, makanya jumlah yang divaksin di Jeneponto masih minim," ujarnya.
Plt Kepala Dinas Kesehatan Sulsel dr Arman Bausat mengatakan Pemprov Sulsel telah menurunkan sembilan unit mobile vaksinator untuk menjangkau berbagai sekolah di Kabupaten Jeneponto dengan target vaksinasi pada remaja, lansia dan masyarakat umum.
Alhasil, vaksinasi di Jeneponto mampu meningkatkan cakupan vaksinasi di daerah ini sebesar 4 persen dari sebelumnya 19 persen menjadi 23 persen setelah kehadiran mobile vaksinasi milik Sulsel.
Baca juga: Pemkot Makassar belum terima juknis vaksinasi anak umur 6-12 tahun
Sedangkan Tim Penggerak PKK Sulsel mengerahkan tokoh agama nasional yakni Ustad Maulana yang terkenal dengan jargon "Jamaah oh Jamaah".
Langkah ini guna menggaet warga Jeneponto melalui ceramah agama yang bermuatan edukasi pentingnya vaksinasi.
"Hampir semua pemikiran telah dituangkan dalam strategi meningkatkan cakupan vaksinasi telah dilakukan, namun diakui kendala utama ialah penolakan karena beredarnya hoaks di masyarakat," urainya.
Pemprov Sulsel terus mendorong pemkab ikut membantu percepatan vaksinasi, salah satunya taat terhadap aturan yang mewajibkan seluruh ASN harus melaksanakan vaksinasi, jika telah memenuhi syarat.
Ajak berfoto
Muhammad Ardi, selaku Dosen Politeknik Kesehatan (Poltekes) Makassar yang juga menjadi vaksinator ke berbagai tempat punya cara tersendiri membuat pasien atau warga yang akan divaksin menjadi semangat dan senang saat divaksin.
"Kami buat candaan, misalnya bilang di sini ada foto. Ini malah ditanggapi antusias. Jadi untuk yang mengalami rasa sakit kami suruh lihat kamera untuk mengurangi rasa sakitnya," ungkapnya.
Strategi ini dinilai sangat ampuh meningkatkan daya tarik masyarakat dan membuat mereka menikmati divaksin dan tidak merasakan rasa sakit.
Bahkan, pada saat vaksinasi, sejumlah petugas tidak segan menawarkan jasa foto secara cuma-cuma bagi warga ketika disuntik vaksin. Ini membuat mereka semakin bersemangat karena mengabadikan aktifitas vaksinasi.
Baca juga: Pemprov Sulsel kerahkan 1.000 juru vaksin di enam daerah
Baca juga: Pemprov Sulsel targetkan stok vaksin COVID-19 habis terpakai sepekan ke depan
Pria yang juga menjadi Pengurus Persatuan Perawat Indonesia (PPNI) Makassar tersebut mengaku masyarakat memiliki karakter yang sangat beragam dan telah dijumpai selama proses vaksinasi sejak dimulai pada Februari 2021 lalu.
Termasuk perbedaan karakter dari tahapan vaksinasi. Sebab disadari pada awal vaksinasi, peserta vaksinasi merupakan pihak-pihak yang sadar akan pentingnya vaksinasi di masa pandemi.
Berbeda dengan saat ini, vaksinasi yang mulai menjangkau daerah pedesaan dan terpencil kerap ditanggapi ragu-ragu oleh masyarakat. Sehingga vaksinator dituntut agar semakin memberi rasa aman dan nyaman pada masyarakat saat disuntik.
"Jadi ada macam-macam karakter. kita lihat dari gerak tubuh ataupun dari ekspresinya. Kalau ada yang panik saat mau divaksin, ya kita sambil ajak bicara dan alihkan perhatian kemudian disuntik," urainya.
"Intinya komunikasi, semuanya tetap jalan sambil lihat personalnya," tambah Ardi.
Tidak jarang, Ardi dan teman-teman sesama vaksinator langsung menyampaikan kepada masyarakat bahwa mereka telah divaksin hingga tiga kali untuk meningkatkan kepercayaan masyarakat.
Selain itu, menyampaikan bahwa mereka tidak mendapati keluhan yang berarti dan baik-baik saja.
"Kita sampaikan bahwa tidak ada masalah kok, kalaupun ada keluhan, semua bisa teratasi. Jadi kita yakinkan kalau vaksin itu tidak menimbulkan efek berarti," urai Ardi.
Vaksinasi di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Makassar juga pernah dilakukan dan tidak sedikit pula warga lapas yang masih merasa enggan divaksin.
Lagi dan lagi, strategi saat suntik vaksin dilakukan seperti mengajak bercanda, bicara, hingga foto bareng usai divaksin.
Ada pula satu hingga dua orang yang sampai harus dipeluk karena terlalu takut disuntik. Vaksinator harus memanggil petugas atau keluarga pasien untuk menenangkan dan memastikan suntikan vaksin bisa diberikan.
"Kalau misal ada yang sangat takut berlebihan maka ada yang dekati, peluk, pegang atau mengalihkan perhatiannya," ujarnya.
Pemberian arahan kepada warga yang telah divaksin, juga menjadi hal penting pada proses vaksinasi, mengingat suntik vaksin dilakukan dua kali. Sehingga observasi bagi yang telah disuntik harus dikawal, guna mengetahui kondisi warga pasca vaksinasi.
"Kadang bahkan dilakukan secara personal. Misalnya kalau ada keluhan demam, harus minum air putih dulu atau minum obat jika sudah tidak tahan," ujar dia.
Vaksinator sebagai ujung tombak pelaksanaan vaksinasi hadir bukan hanya menjadi penyuntik namun lebih dari itu dan tentu punya peran penting untuk menyukseskan vaksinasi.